Wanita cantik memakai dress seksi berwarna kuning membuat mata Presdir Tama sedikit silau memandangnya. Presdir Tama ingin tertawa, namun demi menjaga kesopanan ia pun bersusah payah menahannya. "Tak apa, kami juga baru sampai!" jelas Presdir Tama."Ah, begitu rupanya." Suara seksi tersebut keluar dari mulut gadis tersebut. Gadis itu melihat Binar, "Kamu sekretarisnya, 'kan?" tanyanya pada Binar yang berada di pojokan. Binar menunjuk dirinya, "Saya, Nyonya?""Apa ada orang lain selain kita bertiga?" tanyanya dengan suara yang dibuat-buat. Jangankan Presdir Tama, Binar saja ingin muntah mendengarnya.Binar mendekatinya, "Ada yang bisa saya bantu?""Tolong taruh kursi saya di samping atasan kamu yang tampan ini!"Binar menahan senyumnya, perut Binar tergelitik mendengar ucapan gadis tersebut. "Baik, nyonya. Dengan senang hati!"Sementara itu Presdir Tama sudah memasang wajah datarnya, Binar sangat yakin jika saat ini atasannya tersebut sedang menahan amarahnya. 'Permainan yang seru!'
Binar benar-benar terkejut saat atasannya mengatakan itu padanya. Ini sudah di luar dari batasan. Mana ada kontrak kerja seperti ini, pikir Binar. "Maaf, tapi saya tidak bersedia, Pak Presdir!""Saya tidak meminta pendapat kamu!""Pak Presdir ….""Saya, Presdir Tama! Saya tidak terima penolakan!""Menurut saya Pak Presdir sudah keterlaluan! Ini sudah melebihi batas, Pak. Ini masalah pribadi, jangan disangkut pautkan dengan jabatan Pak Presdir! Maaf, kalau Pak Presdir tidak terima, saya tidak masalah jika Pak Presdir memecat saya."Disaat Binar sudah sampai di puncak kekesalannya, Presdir Tama malah dengan tenang duduk di kursi kerajaan sambil mendengarkan ocehan asistennya. "Bagaimana kalau saya anggap ini adalah bisnis?" tawar Presdir Tama. Bisnis, katanya. Mendengar kata itu mata Binar berubah menjadi biru. Binar memiliki satu misi selama setahun ini, yaitu mengumpulkan duit sebanyak mungkin agar setelah habis masa kontraknya bekerja nanti ia sudah memiliki banyak duit untuk memb
Dengan ragu Binar menyambut tangan Presdir Tama. Keduanya berjalan dengan beriringan dan tampak serasi. Para maid memberikan salam hormat pada keduanya. "Wah … apa ini namanya surprise, Tama?" tanya Tuan Angkasa. Nyonya Diana mendekati putranya, "Tama! Apa ini? Kamu ingin beri kami kejutan? Astaga, andai saja sejak awal kamu bilang sudah memiliki pasangan, kami takkan repot-repot memberikan kandidat untuk kamu. Iya, 'kan, Dad?""Dan pasangan itu juga sudah kita lihat sebelumnya!" imbuh Tuan Angkasa. Keduanya tersenyum kaku, Nyonya Diana melepaskan tangan Binar yang melingkar di lengan Presdir Tama. "Kalau kekasih kamu adalah asisten kamu sendiri, Mommy sangat setuju!""Bagaimana kejutan dari Tama?" tanya Presdir Tama dengan angkuh."Kami sangat terkejut, Nak! Kamu ini, bisa saja," jawab Nyonya Diana.Tuan Angkasa berdehem, "Ngobrolnya nanti lagi, sekarang kita makan dulu. Ayo di makan, Nak!" titah Tuan Angkasa.Tiba-tiba Binar berdiri dan mengambilkan menu untuk kedua orang tuanya
Suara ayam berkokok namun tidak mungkin terdengar dari apartemen milik Binar. Akan tetapi matahari yang masuk dari sudut jendela kamar pasti akan terlihat saat gorden jendelanya sedikit terbuka. Suara alarm yang pasang Binar juga ikut serta membangunkan gadis cantik ini. Binar membuka matanya, "Huaaa! Kenapa sudah berganti hari?" pekik Binar.Binar tidak terima dengan pergantian hari tersebut karena pastinya dia akan menghadapi drama yang dibayar. Meskipun dibayar, dia bukanlah artis. Gugup yang dirasakan Binar masih terbilang wajar."Sudah jam 6!" pekik Binar saat melihat jam. Binar lompat dari kasurnya dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekitar pukul delapan pagi, seseorang mengetuk pintu apartemen Binar. Wanita itu masih merias dirinya. Ia berpikir seorang staf di sana 'lah yang datang membawakan sarapan karena dirinya meminta untuk dibelikan sarapan tersebut."Iya, tunggu sebentar!" teriak Binar dari dalam, dia berpikir orang yang di luar sana mendengar ucapann
"Binar!" panggil seorang wanita paruh baya yang menunggu kedatangannya sejak tadi. Mendengar panggilan itu, obrolan tadi pun terputus dengan paksa. Binar menghela napasnya karena sudah merasa lega. Ya, ibunya Presdir Tama 'lah yang memanggil sambil merentangkan tangannya berharap akan disambut oleh Binar.Binar pun mendekat dan memeluknya, "Ny— Mommy … maaf, Binar terlambat!" seru Binar. "Kamu tahu, tidak? Mommy sudah lapar!" seru Nyonya Diana."Astaga, kenapa nunggu Binar, Mommy?""Karena Mommy pengen buat cake bareng kamu," sahutnya. "Kamu 'kan tahu, Mommy itu suka sekali buatan ibu kamu. Eh, iya, kapan-kapan bawa Mommy ke rumah, ya? Pengen kenalan sama ibu kamu!""Siap, Mommy!"Sementara Presdir Tama sejak tadi hanya duduk di sofa sambil memerhatikan kedua insan tersebut. Nyonya Diana melirik sang putra, "Kenapa kamu?""Tak apa!""Mau ikut masak?""Enggak!""Makannya?""Enggak juga!"Nyonya Diana berkacak pinggang, "Kamu ini, gimana? Masa' buatan pacar kamu sendiri, kamu malas ma
Binar dan Presdir Tama saling tatap, Rayyan memang menyebalkan saat ini. Apalagi dia juga sudah tahu tentang sandiwara yang mereka ciptakan. Keduanya sangat yakin jika Rayyan akan memanfaatkan ini untuk kepentingan pribadinya."Sekarang giliran kalian yang aneh. Ada apa, Tama?" Presdir Tama menggaruk tengkuknya, "Mommy kayak nggak tahu si Rayyan aja, dia memang begitu, suka sekali membuat onar!""Yakin nggak ada yang kalian tutupi?""Apa Mommy nggak percaya dengan Tama?" Nyonya Diana hanya bisa menghela napasnya. Ia merasa ada yang menjanggal tetapi masih belum tahu dimana letak kejanggalan tersebut."Aneh sekali! Rayyan seperti terkejut saat tahu kalian pacaran. Jangan bilang sebenarnya kalian sedang bersandiwara depan Mommy?" tebak nyonya Diana sambil memicingkan matanya. Biasanya jika Presdir Tama sedang berbohong, pria itu memberikan gelagat anehnya. Akan tetapi kali ini pria itu berhasil untuk menunjukkan dihadapan sang ibu, jika dirinya tidak berbohong. "Kalau Mommy mengangg
"Astaga! Kenapa suasana jadi tegang begini? Ayo kita makan dulu!" Tuan Angkasa cekikikan sendiri. "Tap—""Ayolah, Tama! Apa kamu tidak kasihan dengan kekasihmu? Lihatlah, Binar sudah sangat lapar. Iya 'kan, Binar?" potong Nyonya Diana.Binar hanya diam. Apa yang bisa dilakukan wanita itu saat ini? Kata-kata lapar yang diucapkannya tadi hanya kiasan semata agar nyonya Diana berhenti menyelidik mereka. Akan tetapi kenapa sekarang menjadi senjata dari Nyonya Diana untuk Binar?"Baiklah!" seru Presdir Tama. Pria ini menyadari kegugupan dari Binar. Perasaan Presdir Tama saat ini tidak enak, ia merasa jika kedua orangtuanya sudah mulai curiga. Apalagi dengan kehadiran Rayyan tadi yang mengganggu semua rencana mereka. "Sayang! Tolong ambilkan untukku," ucap Presdir Tama. Sedikit menggelitik, namun itu hanya dijadikan sebagai alat agar orangtuanya tidak menaruh curiga. "Hah?" Binar masih tercengang. "Sayang, ayolah!" Sambil mengedipkan matanya. Kedipan mata dari Presdir Tama membuat Bin
Niatnya ia hanya ingin mengabaikan ucapan pria ini, tetapi saat melihat wajah Presdir Tama ingin sekali rasanya dia mencekiknya. Ya, pria itu terlihat menyebalkan."Apa maksud Pak Presdir?""Jangan terbelit-belit. Katakan saja!""Menurut saya, orang tua saya hanya boleh bertemu dengan satu pria, yaitu kekasih saya." Sebenarnya ucapan Binar tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Namun, Presdir Tama memotongnya. "Bukankah saya memang kekasih kamu?""Iya, benar! Tapi itu hanya sebatas kontrak!""Hm, begitu, ya?" Presdir Tama memegang dagunya. "Apa itu artinya kamu ingin lebih?" tanyanya sedikit menggoda. Binar terkesiap. Wanita itu melototkan matanya dan bersiap untuk menyela ucapan Presdir Tama. Akan tetapi untuk kesekian kalinya wanita itu tidak dapat mengeluarkan suara karena sang atasan terus memotongnya."Kamu jangan berharap lebih pada saya, mengerti?"Bukannya menjawab, Binar malah terbahak-bahak. "Tenanglah, Pak Presdir. Jangankan berharap, kepikiran saja saya tidak pernah."