Kontrak yang aku baca untuk kedua kalinya itu sudah terasa sempurna. Ini adalah penanganan yang tepat untuk seseorang yang akan memberiku dan Alina anak.Aku belum melihat Alina sejak pagi. semalaman aku memang berada di kantorku di lantai 1. Mungkin setelah pulang dari ulang tahun temannya Alina langsung naik ke kamar kami. Lagi pula keberadaannya di kantorku sama sekali tidak membantu.Gadis yang kusuruh panggil oleh Pak Prana rasanya begitu lama datang. Apakah seharusnya aku menempatkannya di kamar tamu yang dekat dengan segala ruang utama?Begitulah, saat aku memikirkan kemungkinan memindahkan gadis itu pintu ruang tengah ini diketuk. Pintu terbuka lebar, aku menoleh ke belakang begitu juga dengan Erlan.Lalu gadis itu muncul dengan cara yang biasa. Hanya saja tepat saat gadis itu berdiri dengan malu-malu dan canggung beberapa langkah dari pintu, seperti muncul cahaya di belakangnya. Seolah-olah Pak Prana menaruh lampu sorot untuk memperkuat esensi gadis itu.Aku terpana. Dan keti
Dokter yang menjemputku ke lobi menyuruhku untuk mengganti pakaian di ruang ganti. Seorang perawat masuk saat ia menutup pintu dan menyerahkan pakaian berwarna putih padaku. Perawat yang sama kemudian memasangkan gelang di tangan kiriku dan memintaku untuk mengikutinya.“Kita akan melakukan serangkaian tes, saya harap Anda mematuhi semua yang dikatakan perawat dan dokter yang bertugas!” dokter yang merupakan kenalan dari tuan memberikan instruksi yang cukup jelas.Hanya saja bukankah seharusnya mereka bertanya kepadaku Apakah aku mau atau tidak melakukan semua tes ini?“Mari lewat sini!” Si perawat menunggu di pintu selanjutnya yang harus kumasuki.Aku dengan sengaja berjalan lambat-lambat ke arah pintu. Tepat sebelum aku melewati pintu tersebut, seorang wanita muncul. Wanita tak dikenal itu sangat cantik.Rupanya hanya aku saja yang tak kenal dengan wanita itu. Dokter yang datang bersamaku menyalami wanita yang datang dengan ramah.“Nyonya Alina! Apakah Anda akan menemani Nona Ayudi
Alih-alih Pergi bersama ke ruang kerja, Alina berbelok di ruang tengah menuju tangga ke lantai dua. Aku menghentikannya.“Alina, tunggu!”Ia berdiri di bawah anak tangga sambil melipat tangannya di atas perut. Ia tampak tidak senang. padahal aku rasa ia cukup bergembira saat mengetahui ada seorang gadis yang mau menjadi ibu dari anak kami.“Ada apa? Gadis itu mengatakan sesuatu padamu?” Aku tahu kalau Ayu sangat polos. Ia adalah gadis bodoh yang dengan mudah percaya saja pada pamannya yang lebih mirip iblis. Manusia mana yang akan menjual keluarganya untuk mendapatkan uang?“Aku tidak tahu kalau gadis itu secantik itu!”“Siapa?”“Gadis bernama Ayu itu! Dia seorang gadis yang cantik dan sangat muda. Kamu memilihnya karena itu kan?” Alina menuduhku tanpa alasan.“Hanya dia saja yang bisa kita dapatkan! Kamu pikir ….”“Kamu bisa cari gadis lain, kan? Ada banyak wanita penghibur di luar sana! Mereka pasti akan bersedia mengandung anak kita dengan uang sebanyak itu!”Aku mundur dua langkah
Kepada siapa aku harus bertanya? Mataku terus saja mengeluarkan air mata sejak tadi. Aku tidak mengerti dan juga sangat ketakutan.Setalaht sampai di kamar yang aku lakukan hanyalah mondar-mandir saja. Itu berlangsung cukup lama hingga aku merasa sangat kelelahan.Pada akhirnya aku memutuskan untuk melarikan diri. Pasti ada caranya untuk bisa lari dari tempat ini. Tidak ada penjagaan yang sempurna di dunia ini.“Bagaimana caranya supaya bisa keluar dari rumah?”Rumah ini sangat besar hingga aku yakin langsung tersesat begitu keluar dari kamar. Jika bertanya pada Pak Prana yang selalu berada bersamaku di setiap kesempatan rasanya akan langsung ketahuan. Gerakku tidak boleh diketahui oleh Pak Tua itu.Aku bergegas untuk menengok keluar jendela besar yang ada di belakang kepala tempat tidur. Tirai-tirai besar berwarna jingga dan agak gemerlap itu diikat dengan pita-pita cantik yang rasanya begitu halus. Ada tirai putih nyari transparan yang terpasang di balik tirai besar. Dari sana bisa
Alina muncul, membuat asistenku terlonjak kaget dengan sikapnya dan kemudian memilih mundur.Aku sendiri lekas menyimpan berkas yang sedang aku kerjakan. “Duduklah! Ada apa?” Alina jarang datang ke kantorku di rumah. Kalau muncul itu artinya ada sesuatu yang mau disampaikannya padaku. Tawaranku diterima tanpa banyak bicara dan dengan telepon kupanggil pelayan untuk membawak teh dan kopi untuk kami. Sampai teh datang, Alina belum mengatakan apapun. Aku juga tidak mengusiknya sama sekali. Namun, lama kelamaan akhirnya aku tak sabar lagi menunggu. “Ada apa, Alina? Kalau tidak ada apapun aku akan kembali mengurus pekerjaan. Kamu bisa minum tehnya di ruanganku sendirian!” Aku berdiri, bermaksud untuk kembali ke meja. Asistenku yang berdiri di luar juga bersiap untuk masuk ke dalam. “Dia sudah membuat masalah, kan?” tanya Alina padaku. Aku cukup paham tentang siapa Alina bicara sekarang. “Dia tidak berhasil! Erlan sudah sejak pertama menemukannya dan memanggilku!” “Aku sudah bi
Aku tahu kalau aku termasuk pada definisi semua gadis itu. Hanya saja aku sama sekali tidak ingin mengakuinya. Aku benar-benar tidak mau mengakui dengan mengambil sepotong saja kue-kue yang dihidangkan dengan begitu cantik di atas meja.“Duduklah!” Gatra dengan lembut menyentuh tanganku dan menuntunku untuk duduk di kursi.Aroma manis yang hanya sesekali bisa kucium di rumah Paman bahkan saat di kampung dulu menguar. Semua berasal dari makanan yang ditata dengan begitu cantik tersebut.“Ciciplah! Mau aku suapi?”Aku kaget mendengarnya. Apa? Dia mau menyuapiku setelah semua hal buurk yang dikatakannya padaku. Aku masih belum lupa dengan isi surat kontrak yang dengan jelas menuliskan soal harrgaku di dalam sana.“Tidak! Aku tidak mau! Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kamu mau menjadikan aku bagaimana lagi sekarang?” Mau tak mau mataku jadi berkaca-kaca saat mengingat bagaimana nasibku menjadi begitu buruk.Gatra tercenung sebentar kulihat dan kemudian ia melemparkan garpu kecilnya ke
Aku mencobanya beberapa kali, berpura-pura hanya jalan-jalan di sekitar halaman untuk mencari celah untuk bisa melarikan diri. Tetapi, para pekerja telah tersebar di sana. Dan pohon yang kupanjat waktu itu telah ditebang, bersama dengan pohon lainnya yang berada di sekitar pagar.“Kan kasihan kalau di potong?” tanyaku dengan polos pada salah satu tukang yang dipekerjakan.Dari belakang seorang pembantu rumah tangga menyahut dengan berani. “Ini kan salah kamu! Coba kalau kamu tidak memanjat sampai setinggi itu, semua pohon dekat pagar tidak akan ditebang!”Aku menoleh ke belakang dan menemukan wanita gendut yang kutemui tiga hari lalu saat memasuki rumah. Ia memandangku dengan angkuh dan marah.Aku tidak tahu kenapa dia membenciku. Aku jelas-jelas tidak melakukan kesalahan padanya.“Kalau kamu jadi aku, apa kamu mau tetap di sini?” tanyaku padanya karena kesal.Ia berkacak pinggang dengan marah dan mendorong bahuku. “Ya, aku akan tetap di sini! Kamu tahu apa yang berusaha kamu tolak?”
Erlan sampai lebih dulu dibandingkan denganku. Ia berdiri di lobi dan memeriksa ponselnya. Ketika aku akhirnya turun dengan mengendong Ayu, ia memasukan ponsel ke dalam saku dan mendekati kami.“Dia pingsan?” tanyanya khawatir padaku.“Tidak. Lebih tepatnya tertidur.” Aku menjawab sambil melangkah dengan lebar menuju ke UGD.Di sana perawat langsung mendorong brankar dan menyuruhku untuk menempatkan Ayu di atasnya.“Gawat kalau begitu!” kata Erlan.Aku jelas kaget mendengarnya. Bagian mana dari tidur yang bisa disebut sebagai gawat. Ayu masih tampak sehat saat inid an terlihat bisa melakukan hal apapun setelah bangun.“Dia terjatuh tadi dan kepala belakangnya terbentur, setelah itu ia tertidur!” kata Erlan memberitahu perawat.Perawat mengangguk dan mendorong brankar lebih cepat lagi. “Beritahu Dokter kalau ada pasien yang kemungkinan mengalami pendarahan otak!” seru perawat