Share

Bab 44

“Ibu boleh masuk, Neng?”

Tanpa menunggu persetujuanku wanita yang matanya membengkak juga kelopaknya yang menghitam itu, melangkah masuk. Jejak kesedihan terlukis jelas di wajah murungnya.

“Oh, iya. Boleh!”

Saat itu pagar rumahku memang terbuka, karena tadi Mak Ipah tak menutupnya lagi saat keluar.

Entah kenapa perasaanku jadi tak enak. Apa lagi saat Mak Ipah menyebutnya wanita ular. Di antara tetanggaku yang lain, Mak Ipahlah yang paling perhatian. Ia bahkan tak segan membelaku, jika Bu Irah mempermalukanku di warung atau di pengajian.

Sampai hari ini juga hubungan mereka kurang harmonis, karena Mak Ipah kerap kali membantah apa yang dikatakan Bu Irah. Belakangan aku juga baru tahu kalau dulunya mereka bersahabat. Hanya saja mengingat sikap ibu mertuaku yang keras kepala dan tak mau disalahkan, lama-lama ia jengah juga.

“Neng, kok melamun sih?” 

Suara Bu Odah seketika menarik kesadaranku ke

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status