Flash back onHari ini aku, mas Arya, Surya, dan ibu pulang ke Jawa. Seperti kesepakatan kami dengan mbak Nira, tiket pesawat untukku dan mas Arya, aku yang membelinya, sebagai pertanggungjawaban karena aku yang ingin pulang.Saat berada di dalam pesawat kami saling terdiam. Mungkin sibuk dengan pikiran masing-masing.Aku juga terdiam. Memandang ke arah awan sambil menggendong Surya. Menyesali pernikahanku? mungkin saja. Karena sudah hampir 2 tahun pernikahan kami belum bisa menabung berapapun untuk beli apapun.Pesawat yang kami tumpangi akan mendarat. Kami bersiap-siap turun dari kabin. Menuju tempat pengambilan koper kemudian mencegat taksi di luar bandara." Mas, ini ongkosnya untuk naik taksi," ucapku memecah keheningan sambil mengangsurkan uang 50 ribu sesuai angka di argometer." Nggak usah Dea, uang kamu dihemat saja. Pakai uang ibu dulu." Sahut mertuaku lalu mengambil uang dari sakunya celananya.Setelah membayar taksi, kami memasuki terminal. Memilih salah satu bis patas ke
Flash back OnDua bulan berlalu sejak aku pulang dan tinggal bersama mertua. Banyak kejadian yang absurd dan mengguncang kesabaranku, baik dari mertua maupun dari mas Arya."Mas, aku sudah gak kuat lagi, aku mau pulang ke rumah orang tuaku sampai kamu dapat kerja atau bisa ngontrak rumah baru," ucapku suatu malam."Sabar dikit napa, aku lagi nyari info kerjaan ini lo, tapi ga ada yang nyangkut." Sahut mas Arya."Halah, kamu nyari info darimana, habis subuh tidur lagi sampai siang, keluar kalau udah malam, itupun ke warung kopi. Mana ada info tentang pekerjaan di warung kopi!" Seruku tertahan karena Surya baru saja tertidur."Kamu itu cewek, mana tahu kalau di warung kopi itu tempat paling bagus untuk bertukar informasi." Mas Arya membela diri."Halah alasan, pokoknya antar aku pulang, atau aku pergi sendiri!" aku mengultimatum.Cukup rasanya menahan lelah di hati saat melihat suami tiduran dan aku yang pontang panting menyelesaikan pekerjaan rumah sendirian.Belum lagi menghadapi mert
Flash back OnBis yang kutumpangi terguncang-guncang di jalan. Namun yang lebih terguncang adalah hatiku. Sepanjang jalan tak dapat kutahan air mata ini.Kubiarkan tumpah membasahi masker yang kupakai. Aku menangis tanpa suara. Berbagai macam rasa berkecamuk di hati. Aku hanya ingin keluarga yang bahagia. Sulitkah ?Suami yang bertanggungjawab, rumah yang terpisah dari mertua, suami yang mau menafkahi secara layak, suami yang mau membantu pekerjaan rumah ,bisa sholat berjama'ah dengan suami dan anak, mungkinkah?Sesederhana itu keinginanku. Tapi yang kudapat malah suami yang suka molor, boros, tidak peka, ibadahnya gak jelas, dan mertua yang suka komentar dan membicarakanku di belakang.Aku benar-benar gak kuat dan ingin menyerah saja. Pulang ke rumah tanpa Surya, entahlah apa yang akan terjadi padanya. Sekarang waktunya dia minum ASI. Dadaku terasa kencang dan berat, pertanda sebenarnya harus mengASIhi.Kuraih ponsel di tas tentengku. Membuka layar ponsel dan mulai mengirim whatsapp
Flash back onMasuk waktu ashar kami sekeluarga sudah sampai rumah. Membuka pintu mobil dan menurunkan Surya dari gendongan. Kini Surya sudah lancar berjalan dan tidak perlu dituntun lagi.Aku mengeluarkan koper yang kemarin kusiapkan saat akan pulang ke rumah. Ibu membuka kunci pintu, dan kami pun masuk ke dalam."Apa rencana kamu sekarang Dea? " tanya ibuku setelah kami sama-sama duduk di ruang tengah."Kan sekarang Dea sudah ada yang bantuin momong, mungkin Dea akan jual cincin emas Dea 1 atau dua saja, pingin nyoba jual gorengan lagi. " Jawabku."Tapi apa ya bisa laku dek? sekarang kan bukan bulan puasa." Ibuku sangsi."Iya juga sih, Bu, gimana ya enaknya, jualan apa gitu, gak mungkin kan Dea diem aja di rumah, padahal saldo rekening udah mau habis." Aku juga ikut bingung."Bapak ada ide, gimana kalau Dea bapak masukkan ke sekolah bapak dahulu. Jadi penjaga kantin. Dan menyediakan aneka makanan matang untuk siswa di sana. Soalnya bapak dengar sekolah bapak dulu baru saja mengadaka
Flash Back OnSeminggu setelah meninggalnya paklik Hanafi, aku dan mas Arya mulai bersiap menempati rumah keprabon.Uang tabunganku saat berjauhan dengan mas Arya sebagian aku investasikan dalam bentuk emas. Dan tersisa sekitar 3,4 juta dalam rekening."Mas, ini sudah ada kasur dan dipannya, televisi dan lemari 1, aku beli lemari lagi ya?" pintaku."Tidak usah, ngapain beli lemari baru segala, kan bisa pake 1 lemari itu saja, mending uangnya buat beli jajannya Surya," sahut mas Arya.Aku diam saja. 'Emang hidup di dunia ini cuma buat makan aja, jelas masih butuh barang lain,' batinku."Dea, ini ibu ada beberapa sprei dan sarung bantal bersih walau tidak baru, bisa dipakai disini, sementara sprei yang sudah terpasang, dicuci dulu ya," Kata ibu tiba-tiba muncul dari pintu depan."Terimakasih, bu." Sahutku sambil menerima sprei dan sarung bantal dari ibu mertua."Mas, tolong mainan sama Surya dulu ya, aku mau beres-beres rumah dan mengganti sprei," pintaku sambil menyerahkan Surya pada
Aku Lelah, Mas 34Flash back on"Surya, ayo bangun, ini sudah jam 6," seruku sambil mengusap kening anakku dengan tangan yang sudah kubasahi air.Surya menggeliat perlahan, menguap sebentar, lalu memelukku. "Tapi Surya masih ngantuk, Bu," sahut Surya sambil memelas."Hari ini kan pertama kali sekolah, Surya harus semangat," kataku menyemangatinya."Kenapa sih harus sekolah? kan lebih enak di rumah saja," rajuk Surya."Ya lebih enak sekolah dong sayang, bisa ketemu teman-teman baru, mainan baru, dan bisa ketemu ibu guru, " jawabku sambil mengelus kepalanya. Berharap dia tidak rewel."Kalau pulang sekolah, nanti ibu belikan es capcin ya," rayuku lagi."Okeee, mau ibu, makasih," sahut Surya sambil mencium pipiku.Lalu dengan cepat aku memandikan Surya dan memakaikannya seragam."Hayuk, sarapan dulu sayang, ini ibu masak nasi goreng dan telur dadar kesukaan Surya," ucapku sambil menyuapi Surya.Usai sarapan, aku segera mengunci semua pintu rumah karena mas Arya hari ini kirim barang ke
PoV Aji"Perkenalkan saya Dea Rahmawati, saya karyawati baru bagian admin, mohon bimbingannya ya," Gadis bergingsul dan berlesung pipi itu memperkenalkan diri.Semua teman yang ada di dalam kantor admin menyalaminya. Kemudian dia berjalan ke arahku. Mengulurkan tangannya. Aku yang sedang pura-pura sibuk menatap layar komputer di depanku sukses mengalihkan pandanganku ke arahnya.'Cantik,' batinku.Aku menjabat tangannya yang terulur di depanku. "Aji Pringgondani," jawabku. Menatapnya sekilas lalu kembali menatap layar komputer. "Mas Aji, mohon bimbingannya, meja saya di sebelah mas Aji." Kata Dea sambil menarik kursi di sebelahku dan mulai duduk.Entah kenapa dengan dadaku tiba-tiba mengencang detaknya. Sampai aku takut wanita cantik di sebelahku ini mendengarnya.Sebenarnya aku belum pernah merasa seperti ini dengan seorang wanita. Biasanya aku cuek saja kalau melihat gadis secantik apapun. Pernah sekali dua kali aku jatuh cinta. Tapi karena ketidakberanianku mengungkapkan perasaan
PoV Aji "Kamu tidak bisa menikah dengan pilihanmu Le," kata-kata ibuku seperti petir yang menyambar."Lo, kenapa bu?" tanyaku."Kelahiran teman kamu itu minggu pahing, sifatnya buruk, antara lain keras dan mudah tersinggung, berani terhadap suami bila berumah tangga dan memiliki kecemburuan yang kuat, walaupun ada juga sifat baiknya yang seperti teliti dalam melakukan pekerjaan apapun dan pandai mencari nafkah hingga hidupnya tercukupi, tapi ibu tetap tidak setuju, ibu takut dia membangkang pada kamu setelah menikah, le," jelas ibu panjang lebar.Aku merenung sejenak, "Ibu, dalam islam sebenarnya tidak ada istilah seperti itu, yang penting calon suami dan calon istri menguasai ilmu agama, insyallah bisa sakinnah, " sahutku pelan." Jangan membantah orang tua Le, dulu bapak dan ibumu mau menikah, dilarang sama mbahmu karena wetonnya sial, ternyata memang kehidupan kita seperti ini terus kan, bisa membaik sedikit karena kamu telah dapat pekerjaan," ujar ibuku sambil memandangku tajam.