“Karena Khanza anak istimewa, Nak. Allah memberikan Khanza dua orang ayah yang sama baiknya, yang sama hebatnya, yang sama-sama menyayangi Khanza.”“Tapi siapa yang duluan jadi ayah Khanza, Bun?”“Ayah Farhan adalah ayah pertama bagi Khanza, Nak. Kemudian saat ayah Farhan meninggalkan kita, ayah Fahry menggantikannya menjadi ayah bagi Khanza.”“Jadi ayah Fahry bukan ayah yang sebenarnya?”“Dua-duanya ayah Khanza, Nak. Maka Khanza harus bersyukur pada Allah. Khanza harus banyak mendoakan ayah Farhan yang sudah meninggal, karena hanya doa Khanza lah yang bisa menemani ayah Farhan di alam sana. Tapi Khanza juga harus berbakti pada ayah Fahry karena kini dia lah yang ada di samping Khanza dan melindungi Khanza. Kelak saat kamu sudah dewasa kamu akan mengerti dengan sendirinya, Nak.”Khanza masih berceloteh dan menggumam sendiri, seolah masih belum menerima jika Mas Fahry adalah ayahnya karena aku tadi mengatakan jika Mas Farhan lah ayahnya yang pertama.Dia ayahmu, Nak. Ayah yang selalu m
PoV NasyaHari ini weekend tiba, suara bell di depan pintu tak membuatku tergerak untuk membuka pintu. Aku memilih tetap duduk di sofa ruang keluarga rumahku sambil membaca novel roman yang belakangan kukoleksi demi membunuh waktu. Bukan tanpa sebab aku memilih bergeming dan menunggu Bik Inah yang membuka pintu, karena aku sudah tau siapa yang ada di sana, itu pasti Roy, rekan kerjaku di perusahaan yang belakangan ini rutin mengunjungiku di saat ia sedang libur.Dia adalah satu-satunya orang yang tersisa yang mau memberi perhatian padaku. Kuakui, dia lelaki yang baik, perhatian dan kepeduliannya disaat aku tak memiliki siapa pun terkadang membuatku terharu. Namun, hanya sebatas rasa haru. Tak ada perasaan apa pun selain itu. Meski telah beberapa kali Roy mengungkapkan perasaannya padaku, juga menawarkan hubungan yang lebih serius agar dia dapat menjagaku lebih intens lagi namun aku menolak semuanya. Hebatnya, meski telah berkali-kali kutolak, tapi lelaki itu tak pernah menyerah dan t
“Nasya, aku tak pernah mau ikut campur dengan masa lalu kalian. Aku tau kamu dan Fahry punya hubungan seperti apa dulunya, dan itu bukanlah urusanku. Namun sekarang menjadi urusanku ketika kamu masih menyimpan foto-foto mesra kalian dan bahkan video haram kalian di ponselmu. Lalu kamu akan selalu melihat itu, sementara Mas Fahry sekarang sudah menjadi suamiku. Kamu bahkan menggunakan videomu itu untuk mengancam suamiku dulu kan? Bagaimana mungkin aku tak ikut campur, Nasya?”Aku meraung, melempar ponselku ke dinding hingga benda itu pecah berkeping-keping. Tak ada gunanya berdebat dengan Tania yang selalu merasa dirinya benar. Tak ada gunanya juga aku masih memiliki ponsel itu, toh semua kenanganku yang ada di sana telah hilang.Saat itu Roy hanya menatapku iba. Roy, sekali lagi hanya Roy yang ada di saat aku merasa sudah tak sanggup lagi menghadapi semua masalahku. Ia dengan sabar membersihkan pecahan-pecahan ponselku. Bahkan beberapa hari kemudian membawakan ponsel baru untukku yang
PoV FahryJadwal pekerjaanku sangat padat hari ini. Setelah kembali memulai dari bawah karirku, aku tetap berusaha kembali menunjukkan prestasiku. Siang ini tim kami sedang melakukan survey lokasi pekerjaan yang dulunya adalah sebuah hotel bintang empat yang sudah menjadi rahasia umum jika hotel ini adalah tempat prostitusi yang banyak dihuni oleh para mahasiswi yang mencari pria-pria berkantong tebal. Hotel ini kemudian dibeli oleh seorang pengusaha yang kemudian ingin mengubahnya menjadi pusat perbelanjaan, tak lagi sebagai tempat bertransaksi maksiat.Setibanya tim kami di hotel yang ternyata masih beroperasi karena belum resmi berpindah tangan itu, beberapa gadis dengan pakaian minim segera menghampiri tim kami yang semuanya adalah lelaki. Memang tak ada lagi arsitek wanita di perusahaan kami sejak Nasya resign. Perusahaan pun bukan tak mencari tapi memang belum menemukan arsitek wanita yang secerdas Nasya. Harus kuakui, Nasya memang partner yang sangat menguntungkan dalam urusan
“Itu bukan salah gue, Roy. Gue juga udah minta Nasya untuk ngelupain gue.”“Tapi paling tidak bersimpati lah, Ry.”“Jadi mau lu gue harus apa?”“Hubungilah dia sesekali. Siapa tau dengan begitu jiwanya yang gersang bisa sedikit lebih segar. Gue benar-benar takut jika kondisi kejiwaannya makin parah.”Aku tetap berkelit, sementara Roy masih tetap membujukku untuk peduli pada Nasya. Sejujurnnya dalam hatiku ada perasaan tak tega mendengar cerita Roy, tapi aku juga tak mau salah melangkah lagi.Aku dan Roy serta beberapa rekanku menoleh saat pintu ruangan kami diketuk. Lalu sosok yang selalu kurindukan itu muncul di sana. Tania! Oh iya, aku baru ingat kalau tadi pagi aku menyuruhnya ke kantorku mengantar bubur kacang yang dibuatnya tadi pagi. Aku memang penyuka bubur kacang, namun belum sempat menikmati buatan Tania tadi saat atasanku menelpon dan menyuruhku datang lebih awal untuk persiapan kunjungan lapangan kami tadi. Maka aku meminta Tania untuk mengantarkan bubur kacangnya di jam is
PoV Tania“Kamu yakin dengan semua cerita Roy?” tanyaku saat Mas Fahry menceritakan mengenai kondisi Nasya yang didengarnya dari Roy.“Sepertinya Roy nggak bohong, Tan. Lagian untuk apa dia berbohong, tak ada untungnya buat dia. Kamu meragukannya?”“Entahlah, Mas. Mugkin karena sudah berkali-kali Nasya meneror dengan tipu muslihatnya, aku sudah sulit untuk percaya semua yang kudengar tentangnya.”“Ya udah, kamu nggak usah mikirin dia. Toh aku hanya menceritakan apa yang Roy bilang tadi.”Aku diam. Jika benar apa yang dikatakan Mas Fahry tadi, aku bisa membayangkan betapa tertekannya Nasya, padahal saat ini dia tengah dalam kondisi hamil. Aku prihatin. Tapi jika memandang wajah suamiku yang selama ini begitu mudahnya diperdaya oleh Nasya, entah mengapa aku masih khawatir. Mas Fahry terlalu baik, bahkan mungkin terlalu polos untuk menghadapi wanita yang punya banyak cara seperti Nasya. Mungkin kebersamaan mereka bertahun-tahun dulu lah yang membuat Mas Fahry waktu itu selalu luluh dan t
Ternyata beberapa hari setelahnya pekerjaan Mas Fahry makin padat. Di hari di mana aku memintanya untuk tidak pulang malam, ia justru pulang tengah malam. Aku masih terjaga saat ia dengan pelan mencium keningku dan berbisik maaf. Aku memilih pura-pura tertidur agar ia tak merasa bersalah, padahal aku baru bisa tertidur lelap setelah ia berbaring di sebelahku dan lengannya melingkar di pinggangku.Hari-hari berikutnya pekerjaannya juga padat. Sudah tiga hari ini ia bahkan tak sempat makan malam di rumah bersamaku dan ibu. Menurut cerita Mas Fahry, beban pekerjaannya masih sama seperti saat dia masih menjadi kepala arsitek, mungkin karena beberapa pekerjaan memang sudah dikuasainya dengan baik jadi tanggung jawab itu tetap dibebankan di pundaknya.“Kemarin beberapa petinggi perusahaan memangil aku, Tan. Menurut mereka kemungkinan besar aku akan kembali dipromosikan ke jabatanku sebelumnya, karena memang aku masih memegang beberapa pekerjaan di posisi itu,” ucapnya tadi pagi saat kami se
PoV Fahry.Hatiku rasanya terbagi dua sesaat setelah mengakhiri telepon dari Tania. Aku takut akan kembali menimbulkan masalah akibat memenuhi keinginan Roy tadi. Roy tadi dengan wajah panik mendatangiku saat aku sedang berkonsentrasi dengan pekerjaanku.“Nasya, Ry! Nasya!” Serunya.Aku bingung, namun raut wajah panik Roy mengatakan ada sesuatu yang terjadi. Lalu dengan tangan gemetar Roy menyerahkan ponselnya padaku. Kusipitkan mataku menatap layar ponsel Roy yang menyajikan percakapannya dengan kontak yang diberi nama “Bik Inah”.“Siapa?” tanyaku masih tak mengerti.“Asisiten rumah tangga Nasya. Lu lihat kiriman video terakhirnya deh.”Aku penasaran, membuka video yang dimakud Roy.“Astaghfirullah!” pekikku tertahan.Vidoe itu memperlihatkan sosok seorang wanita hamil dengan rambut acak-acakan, yang sedang tertawa dan menggumam sendiri, lalu tak lama kemudian menangis meraung dan memukul-mukul perutnya yang terlihat buncit. Nasya! Ya, sosok di dalam video yang berdurasi sekitar 5 me