“Iih, menyebalkan banget! Bikin kesel aja.” Cerocos Za sambil memukuli dada suaminya.Albany sontak membuka matanya dan tertawa. Dia malah menarik tubuh Za agar jatuh ke atasnya.“Kamu kesel karena belum dikasih jatah,” bisik Albany menyeringai.“Maasss!!” Za mencubit perut Albany hingga lelaki itu memekik kesakitan.** “Halo? Apa aku tidak salah mendengar, jika ini kamu, Al?” tanya Rita dengan suara mendesah.“Iya, tentu saja kamu tidak salah.Aku Albany.” Lelaki itu mengatur suaranya sesopan mungkin.“Ada apa gerangan kamu menelponku?” tanya Rita penasaran.“Apa kita bisa bertemu?” tanya Albany dengan nada penuh harap.Rita berdiam diri sejenak. Dia benar-benar tak percaya jika Albany bisa berubah pikiran.“Untuk apa?” Rita coba meyakinkan diri jika Albany memang ingin bertemu dengannya.“Aku ingin minta maaf untuk kejadian tempo hari. Aku benar-benar menyesal,” desah Albany.Mata Rita terperangah. Hatinya berbunga seketika.“Benarkah? Apa memang harus kita bertemu?”“Tentu saja. Ka
“Kamu ngapain di sini?” tanya Rafael heran melihat kedatangan Rita di kamar hotel yang disewa Albany.“Emh … itu … aku lagi ada janji, dan aku … aku … dapat info kalau kamu di sini. Iya, aku dapat info kalau kamu sedang di sini.” Wajah Rita memucat, takut salah menjawab.Ternyata benar apa yang dikatakan Albany, pikir Rafael. Dia bertemu dengan Rita di loby hotel.“Kamu sendiri, ngapain nginap di hotel?” selidik Rita dan menyimpan tas tangannya di meja.“Aku … aku mau buat kejutan untuk kamu. tadinya, sebentar lagi aku mau nelpon kamu ngajakin ke sini,” jawab Rafael.Namun, sesaat kemudian ketukan di pintu membuyarkan keduanya.“Room service mungkin,” ucap Rafael mengedikan bahunya.Rita menoleh ke arah pintu lalu melangkah untuk membukanya. Matanya membulat sempurna saat melihat seorang wanita berbaju seksi sedang berdiri dengan wajah mencibir menatap Rita dari atas hingga bawah.Bibirnya yang memakai lipstik merah darah terlihat bergerak-gerak seiring kunyahan permen karetnya.“Wow.
Ponsel Albany berdering. Terlihat nama Rafael di layar. Dia segera mengangkatnya.“Halo?” ucap Albany setenang mungkin.“Al! Apa kamu yang booking cewek buat datang ke kamar hotel?” ucap Rafael dengan nada keras. Dia benar-benar merasa dijebak.“Oops, aku lupa. Aku memang berniat maen bertiga biar lebih seru. Sudah tanggung aku booking dan aku lupa membatalkannya.” Albany berusaha menahan tawa sekuat tenaga.Terdengar embusan napas di seberang sana.“Kacau! Kacau! Kacau!” teriak Rafael.“KEnapa?” Albany bertanya tanpa nada berdosa.“Rita. Dia marah dengan pelac*r itu. Dan dia memutuskan hubungan kami,” ujar Rafael kalut.“Lho, bukannya bagus? Kita akan lebih bebas, bukan?” ujar Albany dengan wajah mau muntah.Lalu terdengar desah napas di sana.“Aku benar-benar menginginkanmu, Al. Apa bisa kita bertemu di tempat lain?” tanyanya memelas.“Sorry, aku lagi ada perlu. Lain kali aku hubungin kamu kalau aku luang,” jawab Albany tenang.“Baiklah. Bye.”Sambungan telepon itu terputus dan Alba
“Aish! Apa yang kamu katakan?! Bikin malu saja,” bisik Bu Hasan dengan penekanan. Wajahnya terlihat menahan malu. Namun, berbeda dengan Pak Hasan, dia segera meminta maaf pada pihak lelaki.“Maaf, sepertinya ada sedikit kesalahpahaman di sini. Saya minta waktu sejenak untuk berbicara dengan Aisha,” ucapnya begitu bijaksana.“Tidak perlu, Pak Hasan. Sepertinya putri Anda sudah mengatakan dengan jelas jika dia tidak bersedia menerima lamaran anak kami. Sepertinya kami, lah, yang salah paham tentang perasaan Aisha selama ini. Kami kira dia mencintai anak kami.” Ayah Irwan menjeda perkataan Pak Hasan yang hendak mengajak sang putri untuk bicara.“Maaf, Pak Husni. Bisa kita bicara sebentar?” ajak Pak Hasan menunjuk ke ruang sebelah. Walaupun enggan, dia merasa tak enak juga. Akhirnya dia mengikuti langkah Pak Hasan.Sementara Irwan terlihat salah tingkah karena malu banyak tamu yang menatapnya kasihan. Lalu Aisha, dia juga ditarik oleh Bu Hasan menuju kamarnya.Aisha hanya bisa menunduk d
Albany mengulum senyum. Dia bisa mengerti dengan apa yang dirasakan oleh istrinya.“Kenapa dilepas?” bisiknya dengan niat menggoda. Za langsung mendelik.“Tanganku pegel megangin kamu dari tadi,” jawab Za malu-malu.Riuh tepuk tangan kembali terdengar saat Aisha keluar dari kamarnya sudah dengan riasan yang jauh lebih cantik.“Karena pernikahan ini dadakan, jadi kami hanya bisa memberikan mahar berupa uang sebesar 5 juta rupiah,” ujar Pak Husni mewakili sang anak yang tampak grogi karena harus mengucap ijab kabul hari ini.Walau hanya pernikahan agama saja, namun Irwan terlihat sangat bahagia bisa mempersunting gadis pujaannya. Berbeda dengan Aisha, sedari tadi dia hanya menunduk saja.Riuh doa terdengar setelah Irwan berhasil mengucap ijab kabul di depan Pak Hasan sebagai wali nikah.“Berkurang satu penggemar kamu,” bisik Za di telinga Albany.“Terus kenapa?” Albany melirik istrinya dengan tatapan menggoda.“Tingkat waspadaku bisa sedikit berkuranng,” jawab Za sambil mencubit pingg
“Setelah hari ini, aku ingin kita sering foto berdua. Aku ingin mengumumkan pada dunia, bahwa kamu adalah milikku,” ucap Za lirih dalam dekapan Albany.“Untuk apa?” timpal Albany dengan mata terpejam. Tubuhnya sangat lelah, namun sanng istri masih terus mengoceh.“Biar nggak ada lagi yang deketin kamu. Aku nggak rela.” (“Apalagi emak-emak yang baca, tuh!” kata Mak Othor.)“Hmmm ….” Albany bergumam lalu terdengar dengkuran halus dari mulutnya. Za tersenyum. Dia lalu menoleh pada wajah yang telah terlelap itu. Wajahnya begitu polos bagai anak kecil. Hidungnya yang bangir Za sentuh dengan ujung jarinya.Jika waktu diulang berapa kali pun, dia tidak akan pernah mau menggantikan posisi Albany dengan yang lain. Bahkan dengan Rico sekalipun.Dua kakak beradik yang memiliki sifat keras kepala yang sama. Namun Rico jauh lebih banyak bicara dibanding sang kakak.“Aku sayang kamu, Mas. Aku cinta kamu hingga pupus usia kita.” Za mencium kening lelaki itu penuh perasaan.**Aisha duduk diam di p
Za sudah menyiapkan segala sesuatu untuk pesta pernikahan ibu mertuanya. Tak mewah memang, tapi dekorasinya cukup manis dengan catering yang lebih dari kata sederhana. Hendro memang sudah mempercayakan segalanya pada Za. Walaupun sang suami terlihat ogah-ogahan membantu, tetapi dia tetap semangat menyelesaikan semuanya.Segala treatment Bu Ningsih lakukan sebelum pernikahan, bahkan jauh sebelum rencana pernikahan itu ada. Tentu saja atas ide dari sang menantu. Bu Ningsih kini terlihat jauh berbeda. Kecantikannya semakin terlihat jelas. Kulitnya terlihat jauh bercahaya. Za merasa bangga dengan perubahan pada ibu mertuanya itu.Wajah yang tak muda lagi itu kini semakin cantik dengan polesan make up minimalis. Kebaya putih tulang yang begitu pas di badan, juga tiara yang menghias jilbabnya terlihat begitu cantik dikenakan Ningsih.Acara pernikahan yang selama ini hanya angan semata, kini menjadi nyata.Ningsih berjalan dengan dipapah oleh Za yang mengenakan kebaya dan kebawahan biru mud
“Kenapa kamu nggak jawab permintaan maaf dari Oma?” tanya Za menghampiri suaminya yang sibuk di depan laptop.“Untuk apa? Selama ini dia tidak menginginkan keberadaanku,” jawab Albany cuek.“Itu karena dulu dia tidak tahu tentang Tante Rita, Mas. coba kalau tahu, mana mungkin dia merestui putranya menikah dengan wanita seperti itu.” Za memeluk suaminya dari belakang. Menaruh dagu di ceruk bahu Albany, lalu mencium pipi sang suami penuh sayang.“Biar aja. Biar dia dapat pelajaran, jangan mudah menghina orang hanya karena dia miskin. Membuang ibuku yang tengah mengandung cucunya dan memaksa ayahku menikah dengan wanita lain. Orang macam apa itu?” ujar Albany ketus.Za mengembus napas kasar. Albany memang benar, Yohana memang sudah keterlaluan.“Kamu juga belum memberi selamat pada orangtuamu atas pernikahan mereka. Apa kamu tidak senang melihat Ibu bahagia?” tanya Za kemudian.“Aku setuju Ibu menikah, karena aku ingin dia bahagia, walaupun tanpa laki-laki itu pun aku masih bisa membahag