Share

Bab 7

"Kamu ...?" 

"Iya, aku ... Aku yang akan bongkar kebusukan kalian semua dan aku yang akan melaporkan kalian semua ke kantor polisi karena sudah membuat Ikshan g i l a!" ujar pria paruh baya itu dengan tegas. 

Roy mengepalkan kedua tangannya kuat. Dia tidak menyangka kalau pria paruh baya yang hilang selama ini kembali ke rumah. 

Pria paruh baya itu adalah Ferri, ayahnya Roy dan Mira. 

Ferri, sudah satu setengah tahun tidak kembali ke rumah itu karena dia tidak tega melihat anak dan istrinya yang terus berperilaku kasar pada Ikshan. 

Roy, Lina, Mira, dan Ridho. Mereka mereka tidak tenang dengan kembalinya Ferri, karena dengan kembalinya pria itu membuat posisi mereka terancam. Mereka terancam akan masuk penjara jika Ferri membeberkan semua perlakuan mereka pada pihak polisi. 

Roy dan Ridho mendekati pria itu dan menyeret pria dengan kondisi kaki kiri pincang masuk ke dalam rumah.

"Lepaskan Ayah, Roy! Sudah cukup kalian jahat sama Ikshan dan memeras Adinda untuk kepentingan kalian." Ferri terus berontak melawan Roy dan Ridho yang menyeretnya masuk ke dalam rumah. 

"Diam kau pria tua!" pekik Roy. 

"Lepaskan aku biada —" 

Bugh! 

Ucapan Ferri terputus karena pria itu tersungkur di lantai karena dipukuli oleh Roy dan Ridho. 

"Seret pria tua ini ke gudang!" perintah Roy pada Ridho.

Tidak menunggu diperintah dua kali, Ridho pun bergegas menyeret tubuh Ferri ke dalam gudang. 

Sedangkan Roy, pria brengsek itu mengibas tangannya dan kembali berkumpul dengan Lina dan Mira. 

"Adinda datang," bisik Mira saat melihat Adinda keluar dari taksi. 

"Untung saja pria tua itu sudah kita amankan, kalau tidak bisa gawat." Roy merasa lega karena Ferri sudah diseret oleh Ridho di gudang dan menguncinya di gudang. 

Adinda tidak peduli dengan keberadaan orang-orang di rumah itu, dia melangkah masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju kamar. Saat Adinda hendak menaiki anak tangga menuju kamarnya, dia tidak sengaja berpapasan dengan Ridho yang berjalan dari arah dapur sembari mengibas tangannya. 

Adinda mengabaikan pria itu, dia melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Adinda masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. 

"Sepertinya ada yang mereka sembunyikan dari aku dan pasti mereka merencanakan sesuatu," ujar Adinda sambil menduduki bokongnya di samping tempat tidur. 

Adinda mengambil ponsel dari dalam tasnya dan membuka camera cctv yang sudah dia sambungan pada ponselnya. Adinda sudah meminta orang untuk pasang cctv di dalam rumah itu dan tentunya dipasang dengan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh manusia-manusi biadab itu. 

Amira membuka cctv dari kamarnya, di sana dia tidak melihat apapun. Lalu dia mengecek cctv yang ada di depan terasa dan di sana dia melihat Ferri, Ayah mertuanya. Tentunya melihat pria paruh baya itu membuat Adinda terkejut.

"Ayah? Apa benar ini rekaman cctv hari ini?" gumam Adinda dan kembali mengecek tanggal pada video cctv itu. 

"Iya, benar. Ini rekaman hari ini." Adinda kembali memutar video rekaman cctv itu dan dia pun menontonnya, tetapi tiba-tiba video itu mati karena baterai ponsel Adinda habis. 

"Sialan!" umpat Adinda. 

Dia pun langsung mengisi daya pada ponselnya itu. Adinda lupakan video rekam itu, sambil menunggu bateri ponselnya terisi penuh, Adinda melangkah menuju kamar mandi dan mengguyur tubuhnya. 

Sedangkan di ruangan keluarga,Roy masih  berkumpul bersama Lina, Mira dan Ridho. 

"Apa kamu sudah ikat kaki dan tangan pria tua itu?" tanya Mira. 

"Sudah. Dia tidak akan bisa kabur dan dia tidak akan bisa melaporkan kita pada pihak polisi ataupun melaporkan perlakuan kasar kita pada Adinda." Ridho merasa Ferri aman di dalam gudang. Karena kaki dan tangan pria itu dia ikat sangat kuat. 

"Bagus, ini baru suami aku." Mira memuji suaminya itu. 

"Ayo, kita semua kembali ke kamar kita masing-masing biar Adinda tidak curiga pada kita semua." Lina pun meminta putra putri dan mantunya untuk kembali ke kamar masing-masing. 

"Ayo!" sahut Roy,Ridho dan Mira, bersamaan. Mereka pun langsung masuk ke dalam kamar mereka masing-masing.

*

*

*

Jarum jam sudah menunjukan di angka 00.00. Penghuni rumah itu sudah tertidur lelap. 

Sedangkan di dalam gudang itu sangat gelap. Di mana di dalam gudang itu ada Ferri. 

"Tolong! Tolong lepaskan aku!" teriak Ferri. Pria itu baru bangun dari pingsan. 

"Aku harus bisa lepas dari ikatan anak durhaka itu, aku harus pergi dari sini." Ferri bergumam dan terus berusaha dan mencari agar bisa melepaskan ikatan tali pada tangan dan kakinya dan juga membuka mulutnya yang dibekap oleh Ridho. 

"Tolong! Tolong!" teriak Ferri dengan suara yang tidak terdengar jelas. 

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Ferri monolog. Dia bingung dengan kondisi saat ini. Apa lagi dia dalam kondisi di ikat ditambah ruangan itu gelap gulita. 

Jika saat ini Ferri tengah bersusah paya berusaha untuk bisa melepaskan diri dan kabur dari sana, berbeda dengan Roy. Pria itu kembali bangun dari tidurnya karena kepelet pipis. 

Roy melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan membuang air kecil. Saat Roy hendak kembali ke tempat tidurnya, tiba-tiba lampu kamarnya mati dan gelap gulita lah kamar itu tanpa pencahayaan apapun. 

"Pa, sakit! Pa, jangan sakiti Ikshan, Pa. Ikshan janji akan nurut sama Papa!" Suara isak tangis Ikshan. 

"Papa, jangan!" 

"Cukup, pa. Ikshan minta maaf." Suara itu jelas terdengar oleh Roy. 

Roy membulatkan matanya dan dia berusaha untuk melangkah menuju saklar lampu, tetapi sangat disayangkan sekali tubuh pria itu jatuh tersungkur karena terhalang oleh seseorang. 

"Cukup, Pa.pantat Ikshan sakit!" Suara Ikshan kembali terdengar jelas. Suara itu bukan diputar melalui alat rekam, tetapi suara itu nyata di dalam kamar. 

Roy semakin ketakutan, tubuhnya bergetar hebat saat tangan seseorang menyentuh pundaknya. 

"Siapa kamu! Jangan macam-macam kamu sama saya!" pekik Roy dengan suara tegas, tetapi tubuhnya bergetar hebat penuh ketakutan. 

"Papa, jahat! Papa jahat!" 

"Ikshan, diam kamu! Di mana kamu Ikshan?! Akan saya bunuh kamu!" Roy berusaha untuk bangkit dan mencari sumber suara itu. 

"Papa?" Suara itu sangat dekat di belakang Roy. 

Roy mencoba mengibaskan tangannya guna mencari keberadaan orang yang suaranya sama persis seperti suara putranya. 

"Di mana kamu Ikhsan? Kamu jangan main-main sama Papa! Papa habisi kamu!" Roy seperti orang gila yang terus mencari sumber suara dan keberadaan orang yang suaranya sangat-sangat mirip dengan putranya. 

"Bukan Papa yang akan habisi Ikshan, tapi Papa yang akan dihabisi oleh Ikshan." 

Roy semakin ketakutan dan dia berjalan ke arah saklar lampu dan menyalahkan lampu kamarnya. Dengan keringat dingin dan nafas yang terengah-engah, Roy mencari keberadaan orang yang suaranya sama persis seperti Ikhsan. 

"Di mana kamu? Keluar sini, jangan sembunyi kalau kamu berani!" teriak Roy. 

"Aku tidak takut sama kamu bocah gil—" 

Plak! 

Plak! 

Bugh! 

Tubuh Roy jatuh tersungkur, tak sadarkan diri. 

Orang bertopeng itu tersenyum dalam topengnya. Lalu dia keluar dari kamar Roy dan melangkah menuju kamar Adinda. 

Adinda tertidur pulas hingga dia tidak menyadari jika ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. 

"Aku akan membantumu, aku akan membuat suami dan keluarganya gila sama seperti perbuatan mereka pada Ikshan." 

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status