Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Keempat sahabat itu sudah bersiap untuk berkumpul di ruang osis. Keempatnya sedang berjalan di koridor sekolah menuju tempat berkumpul.“Gisel, entar lo aja ya yang ngetuk pintunya,” ucap Sandra.“Jangan gue, gue gak mau,” sahut Gisel cepat.“Kalau gitu lo ya, Jev?” tanya Sandra menoleh ke belakang.“Oke, gue bagian ngetuk pintu terus Naren entar bagian masuk duluan ke ruang osisnya,” timpal Jevan menyenggol lengan Naren.Naren menatap Sandra kemudian ia menatap Jevan. “Iya terserah, gue ikut aja,” balasnya tak peduli.Sandra mengangkat alisnya mendengar ucapan Naren yang terdengar pasrah. Gadis itu melirik Rara yang terlihat biasa saja.“Kebiasaan lo, harus punya pendirian dong Naren,” ucap Sandra cepat.“Dia itu bukannya gak pendirian, tapi emang gak peduli aja. Jadi diiyain biar cepat selesai,” timpal Rara.“Gue aja yang ngetok pintu entar, terus –”Belum sempat Sandra menyelesaikan ucapannya. Naren dan Jevan sudah berdiri di depan keduanya.“Oh t
Naren melirik Jevan dan Rara yang masih mengobrol. Lelaki itu mengeluarkan ponselnya secara perlahan kemudian ia memotret plat nomor yang mengikuti mobil mereka. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil.“Pak Naren, ada yang bapak pikirkan?” tanya sopir di sebelahnya.“Tidak Pak, fokus saja menyetir. Saya ingin beristirahat,” balas Naren.Naren memejamkan kedua matanya perlahan. Lelaki itu memutuskan untuk mengabaikan mobil yang mengikuti. Ia ingin beristirahat saja dulu.Setengah jam kemudian“Pak, Naren masih tidur?” tanya Rara.“Iya Nona muda, apa perlu dibangunkan?” tanya sopir itu.Rara menatap Naren yang masih memejamkan mata. Saat mengantarkan Jevan pulang pun, lelaki itu hanya melambai sebentar kemudian kembali menutup mata.“Bangunkan saat sudah sampai di depan rumahnya saja Pak. Antarkan dia pulang ya,” pinta Rara.“Baik Nona muda,” sahut sopir itu.Rara keluar dari mobil sedannya. Gadis itu melambai pelan kemudian langsung masuk ke dalam kediamannya.“Selama
Rara menatap wajah serius Naren. Gadis itu menggeleng kecil sebagai jawaban.“Nona Ra-”“Gue udah selesai makan,” ucap Rara segera berdiri.Gadis itu melangkah ke dapur untuk menyimpan piring kotor. Dirinya yang terbiasa mencuci piring kotor, hari ini memilih untuk mengabaikannya. Gadis itu tahu kalau Naren terus memperhatikannya.“Selamat malam Naren,” ucap Rara.Rara berjalan dengan cepat. Gadis itu bergegas masuk ke dalam kamarnya dan mengunci ruangan pribadinya.“Naren kenapa suka banget introgasi orang, gue jadi takut,” monolog Rarar.Rara melangkah ke kamar mandi kemudian segera menggosok gigi dan mencuci muka. Setelah selesai, gadis itu langsung menarik selimutnya hingga ke bawah dagu.Rara kembali membuka matanya. Gadis itu melangkah ke jendela kamarnya, ia dapat melihat para pengawal berjalan di sekitar taman, menjaga keamanan sekitar.“Baru kali ini gue liha
“Gak suka apa Nak?” tanya Ayah Zarhan bingung.“Aku ingin cerita hal kaya gitu ke ayah, tapi aku yang cerita bukan lewat Naren,” kata Rara.“Kamu ingin mengatakannya langsung?” tanya Ayah Zarhan memastikan.Rara dengan semangat mengangguk.“Lalu tugas Naren apa? Dia itu diminta untuk begitu karena ayah harus tahu kondisimu setiap hari,” ujar Ayah Zarhan.“Aku ngerti maksud ayah, tapi jangan terlalu sering minta Naren untuk kasih laporan ke ayah,” pinta Rara memelas.“Lalu tugas Naren akan seperti apa?” tanya Ayah Zarhan.“Dia cukup ngawasin aku aja, gak harus terus laporan,” jawab Gisel melirik Naren sekilas.“Itu tidak bisa,” tolak Ayah Zarhan.“Kenapa?”“Kalau Naren tidak memberi laporan otomatis ayah tidak bisa tahu kegiatan kamu. Ditambah ayah juga punya -”“Aku paham, tapi aku b
Naren sudah sampai di kediaman Rara. Lelaki tampan itu segera melangkah masuk, sesekali ada pelayan yang menyapanya.“Bi Ica, Nona Rara dimana?” tanya Naren.“Nona sedang ada di halaman belakang,” jawab Bibi Ica.“Tida ada yang -”“Naren tenang dulu. Ini masih di rumahnya, lagipula Nona Rara meminta kami untuk membereskan hal lain,” potong Bibi Ica.Naren mengangguk kecil. Ia segera melangkah ke halaman belakang dengan langkah lebar. Lelaki itu menatap punggung gadis itu. Ia menghela napas pelan kemudian mendekat pada Rara.“Nona, saya sudah datang,” kata Naren seraya membungkuk sopan.Rara yang sedang memberikan makan ikan menoleh sebentar pada Naren. Kemudian gadis itu kembali fokus melihat ikan.“Darimana aja lo?” tanya Rara.“Saya ke kantor dulu, ada keperluan,” jawab Naren.“Tumben banget lo gak kasih kabar ke gue atau ke orang sini,” komentar Rara tanpa menatap Naren.“Saya lupa memberitahu Nona dan pelayan disini. Saya minta maaf,” balas Naren.Rara hanya mengangguk kecil. Gad
Jevan duduk di sebelah Naren yang sedang makan. Sekarang waktunya istirahat. Para panitia dipersilakan untuk jajan atau berbaring sebentar.“Rara sama Sandra mana?” tanya Jevan menatap Naren.Naren mengangkat bahunya tidak tahu.“Gak lo awasin Rara nya? Atau lo udah percaya sama Sandra sepenuhnya?” tanya Jevan.“Bukan gitu, gue rasa lingkungan sekolah masih aman,” jawab Naren.“Lo udah percaya sama Sandra sepenuhnya?” tanya Jevan penasaran.Naren terdiam sejenak mendengar pertanyaan Jevan. Ingin menjawab, tetapi ia juga ragu untuk menjawab.“Mungkin,” kata Naren.“Kenapa mungkin?”“Awalnya gue percaya sama dia, tapi sekarang gue ragu sama dia,” terang Naren.Jevan mengerutkan kening. Ia sudah mengenal Sandra sejak kecil, lelaki itu yakin sahabat masa kecilnya adalah orang yang baik dan tidak berbuat hal di luar dugaan.“Emangnya Sandra buat masalah sama lo degan Rara?” tanya Jevan bingung.“Kalau dari perspektif gue sebagai seorang pengawal, dia buat masalah. Tapi kalau sebagai teman,
Begitu pintu dibuka Rara mendapati sang ayah tertawa dengan wanita cantik. Wanita cantik itu terlebih dahulu berhenti tertawa karena ia sadar ada Rara.“Nona Rara,” ucap wanita cantik itu.Ayah Zarhan menatap putrinya terkejut. “Loh Nak? Kamu sedang apa disini?”“Aku nyari Na-” Rara menghentikan ucapannya. Ia langsung berpikir kalau ucapannya dapat membuat Naren terkena masalah.“Nak?” Ayah Zarhan mendekat pada Rara lalu duduk di sebelahnya.“Ayah kenapa bareng dia? Dia sekretaris ayah?” tanya Rara mengalihkan pembicaraan.“Bukan Nona,” sahut wanita cantik itu.“Bukannya kamu udah pernah bertemu dengannya? Dia yang mengantar kamu ke ruangan ini,” ujar Ayah Zarhan.Rara menatap wanita cantik yang masih berdiri itu. Ia menatap wanita itu dari atas ke bawah, usianya mungkin tidak terlalu jauh dengan ibunya.“Tadinya aku lupa, tapi sekarang ingat. Nama ibu siapa?” tanya Rara.“Bukannya dia sempat memperkenalkan diri padamu?”“Memang pernah?” tanya Rara balik. “Yang aku ingat tentang ibu i
Naren mengangkat alisnya melihat pintu rumahnya tidak dikunci. Lelaki itu menatap jam di ponselnya, sudah tengah malam. Dengan hati – hati ia melangkah masuk ke dalam kediamannya.Naren menghentikan langkahnya melihat sosok yang duduk di ruang tengah. Ia menghela napas melihat tingkah orang itu.“Ibu, ngapain disini?” tanya Naren.Ibu Naren, Bu Tari, menatap anak semata wayangnya terkejut. Wanita itu baru saja hendak mengambil minuman dingin di kulkas.“Ibu mau menginap disini,” kata Bu Tari pasti.“Bukannya ibu mempunyai tempat tinggal sendiri?” tanya Naren heran.“Duh kamu itu kenapa banyak bertanya? Bikin kesal saja,” tanggap Bu Tari kesal.Naren menghela napas kasar. “Bu, harusnya disini saya yang kesal. Ibu tiba – tiba saja ingin tidur disini. Padahal selama ini, Ibu selalu tidur di luar.”Bu Tari merotasikan bola matanya, wanita itu meyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia meletakan botol air mineral yang dingin di atas meja.“Kamu punya kamar kosong kan? Ibu akan tidur dis