Aku segera menoleh ke sumber suara, ada Mia di sana. Memakai baju sexy. Bagaimana bisa dia memakai baju transparan sore hari begini? Dia mirip wanita pinggir jalan yang mencari mangsa, firasatku mengatakan dia sengaja menggoda Jexeon."Dia bilang ada urusan, bukan cari perempuan lain." "Yua, kamu itu bosenin. Makanya suamimu pergi terus setiap malam. Tapi, karena aku adalah sepupu baik hati. Nanti malam akan aku coba menyenangkan suamimu supaya betah di rumah." Mia mengatakan itu dengan senyum lebar, hatiku terasa terbakar mendengarnya. Kenapa suamiku harus disenangkan olehnya? Aku bisa mengurus suamiku sendiri."Tidak perlu repot-repot, suamiku itu urusanku, bukan urusanmu." "Aku bantu dengan senang hati kok, apalagi tubuh kekar suamimu itu uh kayaknya sangat kuat di ranjang," ucapnya pergi meninggalkanku. Aku lihat semakin lama pakaian Mia semakin keterlaluan, terlihat jelas dia sedang berusaha menggoda Jexeon. Walaupun aku percaya dengan Jexeon, tetap saja rasa kesal itu ada.
Sorot matahari yang sebentar lagi tenggelam menimbulkan warna jingga di langit Jakarta, kicauan burung terbang di atas barisan gedung pencakar langit. Angin berembus ringan, menerbangkan debu halus hingga menerpa wajah Roan hingga dia kelilipan.Sorot matanya tajam sedikit merah, melihat lalu lalang kendaraan dari atap gedung Nathanael Grup. Kemarahan menguasai dadanya sejak siang. Wanita yang sangat dia cintai memilih pria lain, apalagi sorot mata kecewadari Yua membuat goresan luka di hatinya. Tangannya mengepal, menyalahkan diri sendiri kenapa tidak mencegah Yua memutuskan pertunangan. Kalau saja waktu itu dia berlari mengejar Yua, pasti tidak akan menjadi seperti ini. Sekarang, Yua sudah menjadi istri orang lain. Roan tidak menyangka hal itu sama sekali. Lalu, kenapa orang yang menjadi pelampiasan Yua adalah kakak tirinya, Jexeon. Dia bukan orang baik-baik. Jexeon memiliki dendam terhadap keluarganya, terutama padanya. Pasti Yua hanya dimanfaatkan untuk balas dendam."Kenapa mem
Teman-temannya menganggap Jexeon memalukan karena tidak kuat minum sebotol miras, padahal yang lainnya bisa mabuk semalaman. Tapi saat itu setengah botol saja sudah tidak kuat.Meskipun menghindari alkohol, ada beberapa orang yang tidak bisa ditolak, salah satunya adalah Pram. Anak Tuan Besar, karena menghormati Pram sama saja menghormati Tuan besar. "Mecet," jawab Jexeon singkat. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah tiga tahun berlalu, memang Jexeon menduga bahwa kemunculannya di publik akan mengundang Pram. Selama ini hanya Tuan besar yang mengetahui identitas aslinya sebagai putra pertama dari Keluarga Nathanael. Kebanyakan tukang pukul Siluet adalah anak jalanan, gengster atau preman. Tidak ada dari kalangan atas sepertinya. "Minum," perintah Pram. Menyodorkan segelas wine berwarna merah. Padahal Pram tahu bahwa dia lemah terhadap alkohol, tetapi malah disuruh minum. Jexeon tidak bisa menolak, dia minum setengah gelas. Mencoba mempertahankan kesadarannya. "Ada apa mem
Jexeon masih asik menjelajahi leher Yua, tiba-tiba air matanya menetes, rasa manis ini seperti lolipop yang dibelikan ibu. Aroma ini juga mirip saat ibu mendekapnya, dia tidak bisa lagi mengendalikan kesadaran dan juga rasa rindu. Tangannya mendekap erat tubuh Yua, turun ke bawah mencari aroma yang dia rindukan. Memeluk Yua layaknya tubuh ibunya. Air matanya terus menetes. Membayangkan ia kembali ke lima belas tahun lalu, saat ibunya masih hidup. Andai waktu itu dia datang tepat waktu, mungkin ibunya akan selamat. Setiap hari penyesalan itu menggerogoti hatinya. Menyalahkan diri sendiri atas kematian ibu."Ibu, Iyon rindu." Dalam dekapan Yua, ia mengeluarkan rasa rindu yang selama ini ditahan. Menganggap sedang memeluk ibu yang sangat dia rindukan. Dulu, dia tidak ingin balas dendam. Percuma ibunya tidak akan hidup lagi. Selama lima tahun tinggal bersama ayah, Jexeon menjalankan amanah untuk menjadi anak penurut. Namun, orang-orang yang disebut keluarga itu tidak memperlakukan dia
Aroma Yua membuat rasa kantuk menyerang lagi, dia mencoba tetap sadar dan mencari celah keluar dari situasi. Hanya saja, matanya tidak bisa berbohong. Dia kembali tertidur nyenyak dalam dekapan Yua. Di antara benda kenyal dan lembut itu. Tanpa sadar dia kembali ke alam mimpi, tangannya kembali memeluk rasa manis dan hangat ini. Dia menyukainya. Bahkan sangat menyukainya hingga tidak berpikir untuk lepas. "Mas, bangun. Udah jam sepuluh." Tiba-tiba suara Yua diiringi sinar matahari membuat kesadaran ditarik, matanya mengerjab. Ia bangun kesiangan. Yua sudah ganti baju, wajahnya tersenyum cerah. Sejak kapan wanita itu terlihat secantik ini? Jexeon baru sadar bahwa Yua manis dan memiliki bibir ranum. Kesadaran Jexeon sudah kembali, dia ingat kejadian memalukan semalam. Pura-pura tidak tahu adalah jalan terbaik untuk menghindari rasa malu, ia berharap Yua tidak bertanya apapun. Jexeon beranjak duduk, memasang wajah dingin seperti biasa."Ambilkan sarapan," pinta Jexeon. "Mau sarap
Yua pikir Jexeon sedang buru-buru, tetapi sejak hari itu Jexeon menghindar, bukan lagi irit bicara. Melainkan menghindari apapun yang berhubungan dengannya. Bahkan ketika mengukur gaun pengantin, Jexeon minta di hari yang berbeda. Tidak mau datang bersama. Setiap malam pulang telat, lalu sepanjang hari menghindar. "Yua, ada undangan buat kamu." Tante Fera memberikan undangan. Sama seperti perkataan Jexeon waktu itu, ada undangan yang datang untuknya. Dia harus pergi sendiri. "Makasih Tante."Yua menerima undangan itu dan berangkat ke kampus, mungkin Jexeon tidak tahu bahwa dia menghindari pesta. Tempat di mana ia akan menjadi bahan hinaan. Di kelas, Yua tidak fokus. Tangannya gemetar, membayangkan datang ke pesta membuatnya takut. Andai Jexeon mau menemani, mungkin tidak akan ada orang berani yang menyakiti."Yua kamu kenapa?" tanya Fatimah. Kelas sudah selesai dan Yua tidak mencatat apapun. Membuat sahabatnya tahu bahwa ada yang sedang mengusik pikiran Yua."Minggu depan aku ha
Aku mengebuskan napas berat sebelum memasuki area pesta, ini bukan seperti pesta. Melainkan area perang. "Aku temenin ya?" tanya Roan. Dia satu-satunya orang yang menghampiriku di pesta, membuat semua orang menatap kami aneh. Wajar saja, ketika masih bertunangan dia cuek dan tidak pernah menemani. Aku dikucilkan karena itu. Lalu setelah putus kami malah terlihat bersama, aku saja menganggap aneh apalagi orang-orang. "Nggak perlu," jawabku. Berjalan tertatih menuju ruang utama. Tujuanku ke sini adalah dekat dengan Lidya, ikut pergaulan kelas atas lagi. Kata Jexeon, aku harus kenal dengan mereka. Aku harus memiliki hubungan yang baik supaya Jexeon bisa memanfaatkan. Pemeran utama dalam pesta hari ini adalah Lydia. Putri dari Swan grup. Memakai gaun putih yang sangat cantik nan elegan. Beberapa kali aku bertemu dengannya. Saat ulang tahunku ke 17 dia juga datang."Wah, Yua. Nggak nyangka kamu mau dateng," ucap Lydia ketika melihatku. Kami berpelukan sejenak, orang-orang yang tadi m
Jexeon mendekat, berdiri tepat di depan kami. Mengenakan setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu. Wajahnya sangat tampan dan tanpa ekspresi. Memandang ku dan Roan bergantian. "Aku terlambat," ucapnya. "Mas." Aku mencoba meraihnya. Lebih baik digendong suami sendiri dari pada ipar. Namun, Roan melewatinya, tidak membiarkanku meraih Jexeon ataupun berbicara padanya. Jexeon melirikku yang melewatinya, beberapa saat kemudian dia menarik tangan Roan. Membuat Roan berbalik. "Biar aku yang menggendong istriku," ucap Jexeon. Aku merasakan aura panas berada di antara dua pria, tenggorokanku seakan tercekat dengan ketegangan ini. Aku mencoba meraih Jexeon, ingin digendong dia saja. Bukan karena Jexeon lebih baik, hanya saja dia lebih halal walaupun menakutkan. Bagaimanapun juga aku pemilih produk halal."Tidak perlu, biar aku yang mengantar Yua pulang." Roan mundur, tidak membiarkanku meraih Jexeon. Jexeon maju, tidak peduli dengan Roan, dia hendak membawaku ke dalam dekapannya. Kenapa tubu