Langkahnya terhenti ketika mendengar suara perkelahian, Arjun mengintip di salah satu gang. Ada lima orang bersenjata melawan satu orang. Matanya melotot ketika melihat wajah orang itu di bawah cahaya remang-remang lampu.
"Jexeon, si singa hitam?" gumamnya. Melihat seksama.Beberapa waktu lalu, di sekolah, para anak nakal yang sering mengganggunya mengeluh tentang pria yang dijuluki sebagai singa hitam. Mantan gengster yang menjadi raja jalanan. Ditakutin semua preman. Tidak ada yang berani melawannya.Arjun tidak sengaja melihat foto Jexeon di layar ponsel temannya, dia sangat terkenal sampai remaja pendiam seperti Arjun saja tahu.Matanya sungguh takjub melihat gaya berkelahi Jexeon, dengan sangat cepat menghajar lima orang sekaligus. Lima orang yang kesakitan itu pun berjalan pincang mengaku kalah. Jexeon mengenakan hoodie hijamnya lagi dan berlalu dari sana."Keren," ucapnya. Masih takjub.Arjun berjalan ke lokasi bekas perkelahian, tersisa kayu yang patah dan besi. Lampu remang-remang menyinari sesuatu yang sedikit berkilau. Pantulan besi kecil yang berada di logo dompet.Kayu yang menghalangi dompet disingkirkan, ia memeriksa isi dompet, ada KTP, beberapa kartu hingga kartu aneh berwarna hitam. Ada cipnya. Ia mengerutkan kening.Dari sekian banyak kartu, ada satu kartu yang membuatnya melotot. Ternyata Jexeon anggota keluarga Siluet, dia pernah dengar dari Ayahnya, kalau ada orang-orang yang menguasai perdagangan internasional di balik dunia hitam. Salah satunya adalah Siluet, nomor 1 terkuat di Indonesia.Perdagangan manusia, senjata, obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Ayahnya berpesan supaya ketika dia atau kakaknya memimpin Candra Grup, tidak boleh mengganggu mereka. Karena mereka jauh lebih kuat dari pemerintah.Informasi itu diberikan hanya kepada pewaris 30 besar perusahaan yang di Indonesia, ayahnya meminta untuk menghafal ciri-ciri mereka. Dari anggota, lambang, hingga apa saja yang mereka kuasai. Supaya para penerus perusahaan besar itu tidak terlibat dengan mereka.Teman-temannya bodoh, menganggap Jexeon mantan anggota gengster. Tentu saja kelasnya berbeda. Jexeon jauh lebih kuat dan tidak bisa dibayangkan karena menjadi anggota keluarga siluet."Apa yang kau lakukan?"Pertanyaan itu membuat Arjun terperanjat, dia berbalik, badannya gemetar melihat sorot mata Jexeon. Seperti perkataan teman-teman, pria di hadapannya seperti singa yang siap membunuh. Ia menelan saliva."Iii... ni dompetmu," ucap Arjun terbata-bata. Remaja laki-laki itu menunjukkan dompet kulit berwarna hitam.Jexeon mengulurkan tangan, bersiap menerima dompetnya kembali. Tanpa senyum sedikitpun.Jika pria seperti ini melindungi dia dan kakaknya, sepertinya mereka bisa selamat atau... malah mereka yang mati di tangan Jexeon.Namun, ia harus mengambil kesempatan ini. Arjun menarik tangannya, menyembunyikan dompet yang dipegang. Jexeon menelengkan kepala, tidak mengerti tindakan Arjun."Tolong bantu aku," kata Arjun. Dia tidak berani menatap mata Jexeon. Masih menyembunyikan dompet kulit itu.Suasana hening, hanya suara mobil yang terdengar dari jalan raya besar di balik gedung. Lampu yang menyinari mereka bergerak karena hembusan angin."Kau tahu sedang berbicara dengan siapa?""Jexeon, si singa hitam.""Bukankah kau sedang ketakutan?"Arjun menelan saliva, aura pembunuh begitu kuat dari Jexeon. Membuat tubuhnya terasa bergetar tanpa bisa dikendalikan.Remaja laki-laki itu menekuk lutut, menunduk dengan sangat merendah. Membuang harga dirinya."Aku adalah pewaris Candra Grup, saat ini sangat membutuhkan perlindungan darimu. Aku siap tunduk ke keluarga Siluet ketika nanti memimpin Candra Grup. Tolong bantu kami."Jexeon terkejut karena Arjun tahu tentang keluarga Siluet, dia merebut dompetnya dari ganggaman Arjun, mengecek isinya. Tanda pengenal dari keluarga Siluet hanya memakai simbol, tidak ada nama dan tidak banyak yang tahu. Rupaya remaja laki-laki di hadapannya sungguh pewaris Candra Grup."Aku bukan lagi anggota Siluet," ucap Jexeon. Berbalik, berjalan meninggalkan Arjun, tidak tertarik membantu.Melihat kesempatan hampir hilang di depan mata, Arjun berdiri dan buru-buru menghadang Jexeon seperti sudah mengalahkan rasa takutnya."Aku mohon, jika kau tidak membantu, aku dan kakaku bisa mati. Aku akan membayar berapapun.""Kekayaanku melebihi orang terkaya di Indonesia, apa kau mau membayarku pakai nyawa?" Jexeon mendekat, mengintimidasi."Kalau itu yang kau mau, aku siap mati asal kakakku selamat."Arjun serius dengan ucapannya, dia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan kakaknya. Sorot mata tajam itu membuat Jexeon... tertarik.Mobil sport berwarna hitam memecah jalanan ibu kota, menyalip kendaraan lain dan menunjukkan kegagahannya sebagai penguasa jalan. Melewati bundaran HI, mobil itu semakin kencang menuju Jakarta pusat. Pemiliknya melirik jam, pukul setengah dua belas malam. Jalanan cukup lenggang dengan lampu dari gedung pencakar langit yang menyala terang. Mobil itu berbelok memasuki apartemen, turun ke parkiran bawah tanah. Jexeon keluar dengan membawa jaketnya, menutup pintu mobil dengan keras. Langsung berjalan ke arah lift. Penthouse yang dia beli setahun lalu kini dihuni dua orang, ia benci hal itu. Merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Jika bukan karena pekerjaan yang tidak bisa diatasi sendiri, dia tidak akan mau tinggal bersama bocah berisik yang masih SMA. Apalagi bocah itu sering sembarangan menyentuh barang-barangnya, dari mulai baju hingga alat cukur. Sangat menggangu. "Bang, ke mana dua hari nggak pulang?" pertanyaan itu langsung terdengar ketika Jexeon membuka pintu. Matanya m
Jexeon memilih mengalah, mundur dari Siluet dan bersumpah tidak akan bergabung dengan Kelompok manapun. Dia akan mundur dari dunia hitam dan hidup seperti bayangan. Sumpah setianya hanya untuk Siluet untuk kapanpun. Putra Tuan besar senang mendengar hal itu, Jexeon tidak mau bertarung dengannya untuk memperebutkan posisi pengganti Tuan besar. Dia pun percaya dengan sumpah setia Jexeon. Membiarkan pria bertato singa itu pergi tanpa membawa apapun. Sebagai saudara angkat, Jexeon diizinkan meminta bantuan jika ada hal mendesak. "Sudah lama, Tuan." Jexeon memandang foto wajah pria tua yang merangkul bahunya. Sebagian rambut sudah memutih tapi masih kekar dan terlihat tegas. "Tiga tahun, aku hidup dalam bayangan." Jexeon mendesah berat. Sorot mata Arjun tadi mengingatkan dia pada dirinya dahulu, mungkin Arjun seusianya ketika meninggalkan rumah. Saat Ayah kandungnya melempar barang-barang keluar rumah, berkata bahwa dia anak haram yang tidak diinginkan. Anak berusia 15 tahun melangkah
Aku selalu berpikir akan menghabiskan sisa hidup bersama Roan, menyayangi dia sepenuh hati, menyerahkan segala yang aku miliki. Cincin di jari manis sudah terpaut selama 3 tahun, janji akan menikahi setahun kemudian. Namun, setahun kemudian orang tuaku meninggal. Roan ingin pernikahan ditunda sampai aku wisuda. Meskipun berat, aku menerima. Menjalani kehidupan dengan kaki pincang, diejek orang hingga merasa tidak pantas menjadi pendamping Roan. Namun, ia selalu berkata bahwa mencintaiku apa adanya. Sekarang, penolakan yang disampaikan lewat Arjun membuatku berpikir, bahwa selama ini telah dibohongi, kalimat cintanya tidak berarti, kebersamaan yang dilalui bagaikan ilusi. Hubungan selama 3 tahun, hanya sebuah mimpi yang tidak berarti."Jagain Yua, awas kalau kamu sakiti dia," ancam Kakakku. Dia membawa kepala Roan diapit ketiak. Roan memukul tangan kakak berulang kali hingga terlepas. Saat itu kami baru bertunangan, dibandingkan para pria yang mengajak pacaran. Aku lebih tertarik de
Pikiran Arjun sama denganku, dunia ini tidak ramah. Cepat atau lambat kami akan mati, ntah itu diracun oleh Tante Fera atau kelaparan. Aku pernah menonton berita di TV, bibi membunuh ponakannya sendiri karena dendam. Mengubur ponakan hidup-hidup.Aku merasa hidupku akan berakhir, tetapi tidak mau menyerah. Inilah sebabnya aku menyuruh Arjun pergi dari rumah, biar aku sendiri yang melawan mereka. Rupaya Arjun lebih memilih mati bersamaku dari pada hidup sendiri. Usianya masih 16 tahun, november nanti baru 17 tahun. Dia sulit bangkit dari trauma setelah kematian keluarga kami. Jika aku mati, Arjun tidak akan bisa bertahan. Meskipun raganya hidup, tetapi hatinya akan mati. Dia tidak mau hal itu."Kalau kamu sudah baikan, ayo cari jalan buat kabur lagi. Jangan mati di sini, malu kalau kita bertemu orang tua kita dengan keadaan menyedihkan.""Apa mungkin bisa?" Aku diam, tidak tahu harus menjawab apa. Gudang ini sangat pengap. Tidak tahu caranya keluar. Dua hari lagi pengacara datang, m
Ketika dulu Mamanya memaksa menikahi Yua, Roan sempat menolak. Berteman dengan Farel sebagai penerus Candra Grup sudah cukup. Tidak perlu sampai menikahi anak kedua Candra Grup. Bagi Roan, pernikahan bukan hanya sebatas tentang relasi dan koneksi, tetapi harus mencintai seuumur hidup. Mamanya membujuk dengan sekuat tenaga supaya ia mau mengenal Yua, katanya gadis itu haus akan cinta dan naif, banyak manfaat menikah dengan Yua karena keluarganya terpandang dan bisa menguatkan posisi Roan sebagai Direktur utama Nathanael Grup. "Dia cuma gadis biasa, tidak menarik." Kesan pertama yang Roan lihat. Tetap tidak mau berhubungan dengan Yua. Pertemanan dengan Farel semakin akrab, dia jadi sering main ke rumah Farel dan bertemu Yua. Semakin lama Roan tahu bahwa Yua spesial. Selalu menundukkan pandangan dan taat dalam beribadah. "Kenapa nggak ke club seperti teman-temanmu, sekarang kamu 'kan sudah kuliah?" tanya Roan suatu waktu. Yua masih menunduk, dia membawa Al-Qur'an dalam dekapan. Hija
"Eh, yang benar aja. Dia masih kuliah, aku masih sibuk kuliah dan tahun depan baru lulus S2." Roan tidak mau terburu-buru, dia belum siap. "Tunangan aja dulu, nikahnya tahun depan.""Kalau pacaran dulu, trus tahun depan tunangan gimana? Terus nikahnya kalau Yua udah lulus kuliah. Kita masih muda banget buat hubungan serius. Umurku baru 22 tahun," jawab Roan. Umur Yua baru 18 tahun, baru masuk kuliah. Mana bisa bertunangan dan menikah. Terlalu buru-buru tidak baik, masih labil dan juga... dia belum yakin bisa menjadi suami. Yua juga masih terlalu muda untuk melahirkan anaknya, dia takut tidak baik untuk Yua. "Kalau gitu Yua bakal diambil orang, selama ini yang nembak Yua itu banyak. Lamaran buat Yua juga pasti sebentar lagi rame karna dia udah kuliah. Kalau nggak kamu keep duluan pakai pertunangan, udah pasti diduluin orang." Ucapan Farel membuat Roan galau, dia bimbang dan bingung. Ingin menghilangkan wajah Yua dari pikirannya. Namun, malah semakin melekat. Ditambah kecemasan te
Ada satu penyesalan yang tidak bisa Roan hindari, rasa bersalah yang membuat dia sulit tidur dan enggan menemui Yua. Andai waktu itu dia mau mengantar Farel dan Yua ke acara kelulusan Arjun, tentu Farel akan selamat dan Yua tidak cacat. Semua terjadi karenanya Penyesalan itu membuat hatinya begitu sakit, dia butuh waktu untuk sembuh dan melupakan Farel. Juga memberikan waktu untuk Yua bangkit. "Maaf karena aku tidak mengantar kalian," ucap Roan. Tepat setelah pemakaman dan menemui Yua di rumah sakit. Gadis cantik itu terpejam, masih tak sadarkan diri setelah operasi. Roan ingin minta maaf secara langsung ketika Yua sudah sadar. Namun, dia tidak bisa. Bibirnya kelu. Tahu bahwa Yua tidak akan menyalahkannya sama sekali. Roan juga tahu bahwa Yua sangat mencintainya, apapun yang dia lakukan Yua akan selalu cinta. Bahkan ketika dia menghindar dan bersikap dingin, Yua tetap perhatian padanya.Satu hal yang membuat keadaan sulit, yakni Mamanya minta pertunangan dibatalkan. Katanya Yua t
Sesampainya di rumah Arjun, ia bertemu gadis berkacamata. Memandangnya dengan kagum. Sorot mata wanita centil, Jexeon hafal, hidup lama di dunia hitam membuatnya mengetahui banyak hal tentang tipe manusia. Dan wanita di hadapannya adalah tipe wanita murahan.Tipe wanita seperti itu hanya mengincar uang dan ketampanan, tidak peduli apakah harga dirinya masih ada atau tidak. "Kamu cari siapa?" tanyanya. Melepas kacamata dan menyisir rambut dengan jemari."Panggil Arjun dan Kakaknya," jawab Jexeon tanpa basa-basi. "Oh, mereka nggak ada." Wanita itu mengalihkan pandangan ke arah lain dengan bibir manyun. Sekilas saja Jexeon tahu bahwa wanita itu berbohong, dia berjalan masuk ke dalam, melihat sekeliling dan mencari sendiri keberadaan Arjun. "Stop! Apa yang kamu lakukan?!" Gadis itu mencoba menghalangi Jexeon memasuki satu persatu kamar, namun segera ditepis, Jexeon tidak peduli sama sekali. "Kalau kamu kayak gini, aku bakal panggil polisi!" Ancam gadis itu. Tetap dipedulikan oleh Je