"Apa maksud kamu? Tiba-tiba bilang Haris masuk penjara? Kasus apa? Dan apa kamu berniat akan mengeluarkannya dari sana?" tanya Ferdi bingung dengan maksud Rendra."Dia menghamili istri orang, dan dia menyerahkan dirinya sendiri ke polisi atas saranku agar dia menyesali perbuatannya di sana. Tapi, sekarang aku jadi bingung. Haris aku percayakan mengurus bisnisku sebagian, termasuk perusahaan mantan suami Afi. Dan kini perusahaannya terancam bangkrut! Sahamku yang di sana bisa lenyap jika aku tak segera mengurusnya. Apa aku harus membantu Haris untuk hal ini? Di samping ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, aku juga membutuhkan dirinya untuk mengurus banyak perusahaan yang selama ini aku limpahkan padanya. Kamu kan tahu, Grarendra Grup saja kadang sudah membuatku sangat sibuk, jika di tambah mengurusi perusahaan lain, bisa gagal acara nikahanku karena tak ada waktu buat mengurusnya.Aku memintamu datang dan meminta saran terbaik dari pengacara yang katanya cerdas dan handal in
"Kamu nggak ngantor, Al?" tanya Mami pada Aldo yang masih menggunakan piyama tidurnya."Nggak!" Jawab Aldo santai."Kenapa? Katanya hari ini mau ada rapat sekalian cek kantor Papi?" Kemarin Aldo sempat bilang jika hari ini akan ada rapat penting di Permata property."Nanti jam sebelas, sekarang masih jam sembilan." Aldo kembali menyeruput kopinya, dulu saat masih ada Afi ia bahkan tak pernah meminum kopi. Sekarang, ia bahkan sudah tak menghiraukan kesehatannya lagi."Al," panggil Mami.Aldo menengok sekilas dan kembali menatap tiupan angin yang mengenai pohon di depan rumahnya. Sekarang Aldo tinggal di rumah peninggalan Papi di jalan Sadang, rumah yang Alin punya sudah di kosongkan. Dan rumah dari Afi, sudah Aldo jual untuk kelangsungan hidupnya dan juga keberlangsungan perusahaan miliknya. Permata property kini sudah bukan sepenuhnya tanggung jawabnya, sudah ada pihak yang membeli saham di sana separuhnya, dan pertemuan kali ini ia akan menjual seluruh aset perusahaan pada orang ter
Setelah mengantar Mami naik taksi, Aldo langsung pergi ke kantor Permata property. Suasana tampak sepi karena banyak karyawan yang memang mengundurkan diri bekerja di kantor milik peninggalan almarhum Papi Cahyo. Aldo memasuki ruangannya, Doni yang sudah lebih dulu menunggu Aldo dari tadi langsung menemuinya untuk segera masuk ke ruang rapat."Kita telat, Don?" tanya Aldo."Ya, Pihak dari Grarendra grup sudah sampai lima menit yang lalu," ucap Doni.Doni membuka gagang pintu dan melihat ada empat orang di dalam sana. Dan Aldo terkejut saat ia melihat Rendra ternyata ikut dalam rapat penting pengalihan saham ini."Siang! Maaf saya terlambat," sapa Aldo.Beberapa orang yang hadir membalas sapaan hangat Aldo dan menyambutnya ramah, kecuali Rendra."Seorang pengusaha sukses, seharusnya pandai menghargai waktu. Jika hal sepenting ini saja kamu terlambat, bagaimana dengan urusan yang lain? Saya tidak yakin perusahaanmu akan bisa bangkit kembali jika kamu selalu ceroboh seperti ini." Rendra
"Kamu mau fitting baju kapan, Ren?" tanya Bunda Nilam."Terserah Bunda saja," jawab Rendra yang masih sibuk dengan berkas di ruang kerjanya. Bunda Nilam mendekati Rendra dan duduk di depannya."Mau sampai jam berapa kamu kerja, hm? Ini sudah jam sepuluh malam! Jika dari pagi sampai malam sibuk begini, kapan kamu ada waktu buat bahagiakan istrimu nanti?" ujar Bunda lembut. "Bentar lagi kelar, Bun! Tanggung, besok harus aku berikan pada pihak management di Bandung," jawab Rendra tanpa menatap Bundanya."Jangan terlalu sibuk begini, nggak baik buat kesehatan juga kalau keseringan begadang. Kamu sudah hubungi Afi buat fitting bajunya mau kapan?""Belum.""Loh, pernikahanmu itu bentar lagi! Masa nggak dipersiapkan matang-matang?""Makanannya ini Rendra selesaikan semua pekerjaan kantor dengan cepat, agar besok Rendra bisa libur bebas tanpa kerja.""Oh, besok libur?""Iya, kemungkinan ambil libur lama," jawab Rendra."Baiklah! Anak Bunda memang hebat, sudah memperhitungkan segalanya dengan
"Nggak, Bu! Afi seneng, Zidan tadi sudah mau makan," ucap Afi ramah."Maaf, Bu Nilam. Afi ini memang suka sekali membujuk anak-anak yang ngambek! Aku saja sampai kelelahan kalau mereka tak mau makan, tapi kalau sama Afi semuanya nurut. Entahlah, bujukan apa yang Afi lakukan," tutur Bu Panti sambil tersenyum.Afi tersenyum kala Rendra juga menatapnya tak berkedip. Sosok keibuan yang jarang Rendra dapatkan dari wanita yang pernah ia kenal sebelumnya."Bagus kalau begitu, Bu! Jadi nanti kalau sudah menjadi istri anak saya, nggak kesusahan mengurus anak-anak mereka," ucap Bunda Nilam diiringi tawa Bu Panti. Wajah Afi memerah karena malu ketika mertuanya mengatakan anak di waktu sekarang. Membayangkan menjadi istri seorang Rendra, sungguh bukanlah sebuah mimpi di siang bolong. "Bu, kedatangan saya kemari untuk meminta izin pada Ibu untuk mengajak Afi fitting baju pengantin. Apakah Ibu Panti mengizinkan?" tanya Rendra."Oh tentu, silahkan! Pulangnya jangan kemalaman ya, pamali soalnya calo
"Fi, Bunda minta maaf sudah membuat kamu sedih! Bunda lupa waktu itu, kehilangan Papa Dirga bikin Bunda terpuruk. Beruntung, Renda semangatin Bunda untuk hidup. Tapi Bunda bener nggak ada maksud buat nggak cari panti asuhan kamu, jika tahu Ayahmu meninggalkan gadis kecil di sana pasti Bunda akan mengangkatmu sebagai anak Bunda," ucap Bunda Nilam sedih. Ia merasa tak enak hati melihat kesedihan Afi dikarenakan kelalaiannya yang tak membalas jasa ayah Afi.Saat kejadian itu, dirinya begitu sedih hingga satu bulan lamanya ia tak seperti orang pada umumnya. Rasa kehilangan yang teramat hebat, membuat Bunda Nilam seperti orang kehilangan akalnya. Beruntung waktu itu Rendra sudah sedikit paham dan juga tahu bagaimana mengurus orang tua dan adiknya yang masih balita."Nggak papa, Bun! Afi sudah ikhlas, semua sudah terjadi. Bunda sudah menerima segala kekurangan Afi saja sekarang sudah teramat bersyukur, Afi tahu waktu itu pasti Bunda sama sedihnya seperti Afi sekarang ini. Kehilangan sosok y
Kamu mau pesan apa Fi?" tanya Rendra."Apa saja, terserah Abang!""Mbak, saya pesan makanan terenak di sini dan minumnya saya minta lemon tea," ucap Rendra. Pelayan itu mengangguk dan mencatat pesanan lalu segera pergi untuk membuatkan pesanan mereka."Abang masih ingat minuman kesukaan Afi?" ucap Afi."Bahkan warna kesukaan, makanan kesukaan, hobi, dan cita-cita aku masih ingat. Lemon tea, mengingatkanku pada gadis berseragam abu-abu yang meminta maaf gara-gara aku tabrak di kantin. Gadis itu unik, karena yang bersalah aku tapi dia yang meminta maaf." Ucapan Rendra membuat pipi Afi bersemu merah. Bahkan Rendra masih ingat kejadian lampau yang mengingatkan Afi pada masa indah di bangku sekolah."Abang keren, bisa ingat semuanya. Afi aja udah lupa," ucap Afi."Kamu baru tahu Abang keren?" Afi hanya tersenyum dan tak membalas ucapan Rendra."Hai, bro! Tumben makan di sini! Ucap lelaki dengan berpakaian sama gagahnya dengan Rendra mendekati Rendra dan menyapa Rendra."Saya ingin mencoba
"Fi, udah mandi? 15 menit lagi Abang sampai." Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Afi. Ia yang sedang memakai baju hendak bersiap, seketika menerbitkan senyumnya karena Rendra telah mengabari bahwa ia akan sampai."Aduh, yang mau jalan! Ikut dong!" ucap Yuna menggelayut di pundak Afi."Ayo!" ajak Afi."Nanti jadi obat nyamuk," grundel Yuna."Bentar lagi kamu juga nyusul. Kerja yang betul, pasti jodoh datang dengan sendirinya." Afi mengambil bedaknya dan menyapu wajahnya dengan olesan makeup yang natural. Tanpa hiasan berlebih, ia sudah terlihat cantik."Mbak cantik!" puji Yuna."Terimakasih, Yuna juga cantik." Telepon bergetar, pesan dari nomor Rendra masuk ke ponsel Afi."Aku di ruang tamu, aku tunggu!" Afi segera menyambar tasnya dan pamit pada Yuna untuk segera menemui Rendra.Yuna ikut ke depan mengantar Afi. Tampak Rendra sedang berbincang di depan ruang tamu dengan Ibu Panti dan beberapa anak-anak yang lain."Sudah lama, Bang?""Nggak, ayo! Abang dah izin tadi sama Ibu Panti. Ya