85 #POV IRFANMobil sudah siap di halaman untuk mengantarkan dua bidadari ke kantor masing-masing. Aku menunggu di depan setelah mesin mobil kupanasi.Dela keluar menggendong Zaqi sambil menenteng tas, aku mengambil alih tas keperluan anakku. LaluZaqi kugendong sebentar supaya bundanya duduk dengan nyaman, setelah itu bayi lucu itu kuserahkan.Aku celingukan menunggu Mbak Nung yang belum keluar. Tadi sepertinya sudah siap berangkat, apa masih mengeringkan rambut, ya?Langkahku merasuk kedalam, aku berpapasan dengan Mbak Nung di depan pintu. Rambutnya sudah nampak kering."Semalam dompetnya tertinggal di kamar," bisiknya.Mbak Nung masuk ke dalam, aku membuntutinya dari belakang. Lalu kuambil dompetku yang ada di nakas."Jangan lupa nanti tidak turun di terminal lo, langsung ke Wonosari." Suaranya manja sambil mendorong tubuhku keluar kamar.Aku mengangguk, sekilas kulirik istri keduaku. Mbak Nung kelihatan anggun, aku bukan membedakan dengan istri pertama, tapi aku harus mengaku
86. Esoknya kami hanya bertiga berangkat ke kantor, formasi tidak lenkap. Aku iseng menanyakan Fara, rasanya aku sudah berhari-hari tidak bertemu dengan balita kriwil itu.Kata Mbak Nung Fara badannya panas, nanti akan diantar ke dokter sama Nenek, sama mbak baru yang menemani kemanapun pergi."Mbak baru?" tanyaku."Iya, Dik. Kucarikan embak-embak untuk ngurus Fara dan Ilham," jelas Mbak Nung."Oh, pantesan aku lihat Fara ada teman bermain." Aku manggut-manggut."Iya, Dik. Fara dah mulai TK, biar ada yang antar jemput," imbuhnya."Tak tearasa Fara sudah besar, ya Mbak. Sebentar lagi SD." Aku menggumam.Ketika melintasi Terminal Jombor, mobil tidak berhenti. Mbak Nung akan diantar sampai tujuan, aku juga tidak tanya karena sudah diberi tahu Mbak Nung kemaren.Hari ini aku ada janjian penting dengan pemilik rumah, kita akan diajak ke Notaris yang ditujuk. Semoga urusanku dilancarkan dan dimudahkan Nya. Aamiin. Tepat jam istirahat, Diana menjemputku. Mobilnya sudah parkir di halaman ka
87 "Di?" Sapaku, tidak sabar ingin segera menyapa orang yang selalu memberikan solusi."Siap, Nyonya Besar." Goda Diana, membuatku geli. Ada-ada saja anak ini."Kamu boleh mengajakku kemana saja, Mas Irfan pergi mengantar Ibu ke Surabaya." Aku menantang."Kakakmu yang janda itu juga ikut?" ketus Diana."Iya lah, semua keluarga cemara ikut, kecuali aku," jelasku."Sebaiknya kamu dirumah saja, kalau ikut suamimu tidak bebas.!" sentaknya."Maksudnya apa, Di?" Aku langsung cemberut."Pesona kakak iparmu, Del, membahayakan suamimu." ujarnya.Diana terkekeh, tertawanya sinis seakan mengejekku, aku semakin cemberut. Aku mencoba mencerna kalimat wanita gigih itu, tapi tidak kutemukan."Ok, besok pulang dari kantor aku jemput, ya.""Deal" jawabku.Setelah sepakat untuk acara besok, tidak lama kemudian hubungan komunikasi kami terputus.***Malam kulewati berdua dengan buah hatiku, Zaqi.Ternyata aku tidak bisa tidur, membayangkan kira-kira Mas Irfan sedang apa ya disana?.Sambil menunggu jawa
Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah
bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana
Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj
"Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se
Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka