Bani Azhar duduk frustasi, diremas wajahnya yang tampan itu berkali-kali, dapat kulihat juga matanya yang bengkak sehabis menangis sejak tadi."Bapak, gak usah sedih lagi, semua ini memang sudah takdirnya, Pak, tapi saya janji setelah saya nanti jadi istri Bapak saya akan berusaha jadi istri yang baik sebaik Nila melakukannya," tuturku dengan yakin.Bani Azhar menoleh dengan wajah tak biasa. Sorot matanya sangat tajam dan meruncing.Aku menelan saliva, merasa ada sesuatu yang aneh sudah terjadi pada lelaki itu.Tapi meski begitu Bani Azhar tak mau berkata apa-apa, setelah aku bicara, ia memilih pergi ke kamar."Bani Azhar kenapa itu, Bu?" tanyaku cepat, setelah punggung lelaki itu menghilang.Alih-alih menjawab pertanyaanku, ibu juga ikut bangkit dan masuk ke dalam rumah."Mereka kenapa sih, Pak? Kok pada aneh gitu, Mila ngomong bukannya pada jawab malah pada melengos pergi," kesal aku berkata."Gak tahu juga," jawab Bapak pendek.Karena kesal dengan tingkah ibu dan Bani Azhar yang me
PoV Ibu."Ditangkap? Maksud Bapak, apa? Kenapa saya ditangkap?" Mila mulai tak santai.Spontan kakinya juga melangkah ke dekatku."Betul, Anda kami tangkap dengan tuduhan kasus pembunuhan berencana," tegas petugas polisi itu.Mila menggelengkan kepalanya cepat untuk menyangkal ucapan petugas."Enggak, itu gak bener, pembunuhan berencana bagaimana? Bisa-bisa nya kalian menuduh tanpa bukti.""Bu, tolong Mila, Bu, mereka salah sangka." Mila bersembunyi di belakangku.Aku bergeming. Rasanya periiih sekali hatiku ini."Tunggu dulu, Pak Polisi, sebaiknya kita bicarakan ini saja dulu, jangan asal tangkap saja, apa salah wanita ini?" sahut Parman."Kami punya buktinya, dan kami harap saudari Mila kooperatif, silakan nanti jelaskan semuanya di kantor."Kedua petugas itu lalu dengan paksa mulai memborgol tangan Mila."Eng-gak tunggu dulu Pak, saya gak bersalah, pembunuhan siapa yang kalian maksud?" Sekuat tenaga Mila memberontak, ia tak peduli walau tangannya sudah diborgol petugas."Pembunuh
"Apapun yang terjadi alasannya 'kan Bapak udah tahu, semua ini karena Mila ingin menyelamatkan, Bapak!" Mila bicara lagi, nada suaranya masih terdengar sangar."Tapi benar 'kan kamu yang sudah menyakiti Nila sampai tubuhnya lebam-lebam begitu?" "Emang iya, terus kenapa?" Mila menjawab jengkel.Sementara kepalaku bergeleng spontan, merasa tak percaya dengan apa yang kudengar.Jadi, luka lebam itu ...? Mila? Suamiku? Apa ini? Mereka tahu semuanya? Dan itu artinya mereka terlibat dalam kasus kematian Nila anakku?Aku tidak percaya, sungguh. Untuk apa mereka melakukan ini? Ya Tuhan, semoga aku hanya sedang bermimpi.Kutepuk-tepuk pipi ini berulang, tapi yang kudapati memang kenyataan pahit yang terpaksa haru kuterima."Bisa-bisanya kamu lakukan ini sama adikmu Mila." Suami bicara lagi, aku kembali menguping."Kalau Mila gak lakuin ini mana bisa Mila bawakan ginjal untuk menebus kesalahan Bapak, coba Bapak pikir, emang harus dengan cara apa lagi selain dengan cara ini?"Teg.Jantungku sep
Bab 41 BBani Azhar yang sedang terisak di atas pusara Nila mengangkat wajahnya. Ia terlihat sangat tak percaya dengan apa yang kuceritakan.Jelas saja menantuku tak percaya, apa yang terjadi ini memang seperti di luar logika.Kakak dan bapak sendiri tega menyakiti bahkan sampai menghilangkan nyawa keluarga sendiri.Sulit untuk dipercaya tapi nyatanya ini memang ada. Dunia sudah tua, kita hidup pada zaman di mana nyawa tak lebih berharga dari sekedar obsesi.Dengan mudah mereka saling bertikai dan menikam hingga pertumpahan darah adalah hal yang lumrah terjadi."Ibu gak mungkin salah, Nak, apa yang Ibu dengar itu memang nyata adanya.""Tapi ... untuk apa mereka melakukan ini, Bu?""Itulah yang harus kita cari tahu, Nak, kemarin mereka bilang mereka lakuin ini untuk menyelamatkan bapak, tapi Ibu sendiri bingung, menyelamatkan apa?"Bani Azhar bergeming sambil ikut berpikir."Oh ya Nak, Ibu ingin tanya, apa betul kamu sudah menodai Mila?"Wajah Bani Azhar berubah pias, ia lalu menunduk
PoV Bani Azhar"Ada, sebentar Ibu ambilkan dulu."Ibu bangkit mengambil foto itu dari dalam lemari, lalu memberikannya padaku."Ini Nak, simpanlah foto ini, barangkali ini akan membantumu."Kaget bukan main, saat kulihat foto itu, wajah yang kulihat di sana adalah wajah yang tak asing bagiku."Ini Sarah, Bu?""Iya, ini sahabatnya Nila.""Kalau ini Sultan tahu Bu, ini Sarah ART baru Sultan.""Hah? Sarah melamar di rumahmu?""Iya, tapi Sultan gak tahu kalau Sarah yang ada di sana adalah Sarah sahabatnya Nila, dia juga gak cerita apa-apa sama Sultan."Kening ibu mengerut dengan mata setengah menyipit."Sarah melamar di rumahmu dan dia gak cerita apa-apa? Soal kepergian Nila pun dia gak cerita?"Aku menggeleng serius."Kenapa dia gak cerita? Ini dia kerja di rumahmu kebetulan atau gimana? Padahal Sarah tahu betul kamu adalah suaminya Nila."Aku dan ibu kembali berpikir keras.Jujur, aku gak tahu menahu soal Sarah ini, tapi Nila memang pernah cerita dia punya sahabat dan kakak perempuan. A
"Tap-pi, Pak-""Aku bersumpah akan membuat hidupmu menderita di dalam penjara!"Air mata Mila spontan terurai deras. Berkali-kali kepalanya juga menggeleng membela diri.Kutengok bapak mertua, sedang duduk di pojokan sel. Tak ada kata atau ucapan apapun dari beliau, wajahnya tampak digelimangi rasa sesal."Aku akan mengurus kasus ini sampai selesai di pengadilan, jadi kau bersiaplah menjawab pertanyaan petugas dengan jujur," ucapku sebelum akhirnya aku dan ibu pergi dari sana.-Selesai dari pengadilan aku pergi menemui pengacara terbaik di Majalengka.Ia lah yang nanti akan membantuku mengurus semuanya."Baik, Pak, saya akan berusaha semampunya," tegas pria itu bicara seraya menjabat tanganku.Selesai menemui pengacara aku dan ibu mertua langsung pulang.Di jalan tak hentinya aku merasa sedih sebab tak tega melihat ibu mertua harus menerima kenyataan pahit seperti ini.Suami dan anaknya berkhianat dan bahkan yang membuat beliau amat terpukul adalah saat harus menerima kenyataan bahwa
Ibu mertua kembali duduk."Sarah adalah sahabatnya Nila, Bu.""ART baru kita lebih tepatnya." Aku menimbrung."Si Sarah? ART baru kita? Dia sahabatnya Nila?""Iya Bu, dan namanya ikut tertulis pada surat-surat bukti kejahatan Mila."Ibu lagi-lagi terperangah dan menggeleng tak percaya."Ya Tuhan ... apalagi ini?""Ayo Sultan, kita gak bisa nunggu lagi, kita harus pergi ke rumahnya Sarah sekarang juga." Ibu mertua kembali bangkit dan bergegas menuju rumah Sarah.Aku dan ibu akhirnya mengekor.Tok tok tok.Tak ada jawaban.Ibu mertua mengetuk lebih kencang.Tok tok tok."Iyaaa, tunggu sebentar." Suara seorang perempaun asing kudengar.Tak lama pintu terbuka."Eh Masitah, aku kira siapa, ayo masuk, tumben nih," kata wanita tua seumuran dengan ibu mertuaku.Kami disuruh masuk lalu duduk di kursi rumahnya."Sarah mana, Nah?""Sarah ada lagi mandi, bentar lagi selesai kok."Wanita tua itu yang kuyakini itu adalah ibunya Sarah lalu kembali bangkit dan mengambil air minum untuk kami.Tak lama
2 hari kemudian. Pengacara meneleponku, ia mengatakan tentang hasil autopsi yang sudah keluar.Kami semua diundang datang ke kantor polisi untuk dijelaskan lebih rinci tentang hasil autopsi jenazah Nila.Ibuku menangis histeris ketika mendengar hasil autopsi dibacakan.Nila dinyatakan meninggal dalam keadaan tidak wajar, ginjalnya sudah hilang sebelah, terdapat banyak luka lebam di tubuhnya yang diduga hantaman benda tumpul, penyidik juga menemukan adanya benturan di kepala Nila yang menyebabkan pendarahan hebat.Hasil autopsi menyatakan Nila meninggal pada saat pengambilan ginjal sebab kekurangan pasokan darah. Semua itu selaras dengan kesaksian yang diberikan Sarah kemarin lusa."Kurang ajar! Mana wanita biadab itu?! Izinkan saya bertemu dengannya, Pak." Ibuku murka. Beliau memaksa petugas agar membawanya bertemu dengan Mila dan Sarah."Bu sabar dulu, urusan kita belum selesai." Aku mencoba menahan tapi ibuku tak bisa dihentikan."Kau selesaikan saja dulu Sultan, sementara itu Ibu a