Share

Citrakara Murka

USAI berkata begitu, Tumanggala langsung menyesal. Ia sadar betul jika nada bicaranya tadi terdengar menyindir. Sebuah penyesalan datang terlambat. Ucapan yang sudah keluar tak mungkin ditarik kembali.

Sementara paras cantik Citrakara sontak berubah. Tatapan mata perempuan itu jadi berkilat-kilat tajam. Ujung bibirnya terungkit sedikit.

"Apa maksud Kakang berkata begitu?" tanya Citrakara dengan nada tak senang.

Tumanggala menelan ludah. Ia sadar betul telah salah bicara. Untuk beberapa lama prajurit itu jadi serba salah sendiri.

"Mmm, maksudku...."

Belum sempat Tumanggala menuntaskan ucapan, Citrakara sudah mendengus kasar dan berlalu. Perempuan itu melengos sebelum kembali naik ke pembaringan.

Seolah semua itu belum cukup, Citrakara mengempaskan tubuhnya dengan keras ke atas tilam. Ranjang kayu sampai bergoyang dan berderit keras karenanya.

Begitu tubuhnya berbaring di atas tilam, Citrakara langsung menyambar bantal dan menutupi kepala. Tumanggala jadi garuk-garuk kepala meliha
Kebo Rawis

Hukum yang berlaku di kerajaan-kerajaan bercorak Hindu pada masa lalu berlandaskan pada kitab Manawa Dharmasastra, bagian dari Sad Wedangga yang merupakan batang tubuh kitab suci Weda. Salah satu yang diatur dalam Manawa Dharmasastra adalah larangan berhubungan intim dengan istri orang lain (paradara). Saya belum menemukan referensi mengenai larangan sama bagi lelaki-perempuan yang masih lajang dan atau tidak terikat pernikahan.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status