“Tidak bu, tadi ada tabrak lari, dan saya membantunya” jawab Darto darto datar.“Oh, apa pasien sudah ditangani?” tanya Dokter Nova, sebenarnya itu bukan pertanyaan, secara khan sudah jelas, kalau di UGD itu pasti langsung ditangani, dokter Nova hanya ingin mencari bahan pembicaraan, dia ingin berbicara lebih lama dengan Darto, orang yang di kagumi dan diam-diam di cintai ini, apalagi sekarang satu lagi sisi Darto yang dia lihat, yaitu kebaikan hati, mau-maunya menolong orang lain, sampai ditunggui begitu.“Sudah bu” jawab Darto singkat, yang pada dasarnya seorang yang pendiam, apalagi dengan lawan jenis,“Bapak Darto!” teriak seorang suster dari arah ruangan UGD“Eh ya, saya” seru Darto sambil berlari mendekat ke arah suster yang memanggilnya.“Ah ini pak, si ibu sudah baik-baik saja, hanya luka ringan, sedang si adik harus di periksa lebih lanjut, dan dokter merekomkan untuk CT Scan, dan pihak keluarga harus persetujuan dan menyelesaikan keadministrasiannya dulu” tutur suster itu ra
Dokter Nova menghadapkan wajahnya kepada Darto, sedikit mendongak karena Darto yang tinggi, wajahnya sumringah, menunggu ucapan Darto selanjutnya, dengan posisi seperti itu, dokter Nova gemetaran, dadanya mau meledak, di lihat sepertinya Darto hendak minta tolong sesuatu.“Eh_maaf bu dokter, saya mau pinjam Hand Phone, soalnya tadi sepertinya jatuh, saat menolong korban” ujar Darto sopan, dia sedikit menjauhkan wajahnya, karena dirasa dokter Nova terlalu mendekatkan wajahnya, dia jadi jengah.“Eh_boleh_boleh, silahkan” sahut dokter Nova secepatnya dia menyerahkan Hand Phonya kepada Darto, setelah di buka sandinya dengan sidik jarinya, hatinya berdegup kencang, hatinya berlompatan sampai tangannya tremor dan sedikit berkeringat saat menyerahkan benda pipih itu, sedang disisi Darto tidak menyadari hal itu.Darto menekan nomor yang selalu di hafal di luar kepala, dan terbukti sangat bermanfaat dalam situasi seperti saat ini, saat Hand Phonya hilang, dia masih mudah menghubungi orang ini,
Sesampainya di depan gang, Darto memelankan kendaraannya, karena gangnya agak sempit, jadi saat berbelok dan hendak memarkirkan di garasi rumah harus ekstra hati-hati,NGUK NGUK NGUKDarto terperanjat, dia melihat dua ekor anjing mulutnya dilakban, dan kakinya di rantai jadi satu oleh pemilik sendiri,Sebagai sopan-santun Darto menyapa dan menanyakan apa yang sedang terjadi dengan kedua anjingnya itu.“Lho Koh, ada apa dengan si Blaky?” tanya Darto, yah pemilik kedua anjing itu seorang keturunan Tionghoa, sudah bertetangga sejak dia kecil,“nggak tahu mas, malam ini dia melolong terus, juga tingkahnya seperti anjing gila, aku khan malu sama tetangga, jadi aku lakband moncongnya, dan aku ikat kakinya agar tidak bersuara dan bertingkah, besok pagi aku periksakan ke dokter” cerocos kokoh itu“Oh, begitu ... mari Koh” Darto segera melanjutkan laju mobil memasuki gang, hari menjelang pagi, sebentr lagi subuh, saat sampai di rumah.***Pagi menjelang, seperti biasa Ninik dan mertuanya seda
“Ish, kalau nanti anak kakak sudah mbrojol, kakak baru tahu rasa” sahut Darmi. “Ish, kakakmu pastinya nanti lebih pinter dari kamu Darmi” sahut Zulaikha tiba-tiba sambil bawa makanan di taruh di meja. “Hayuk, kita sarapan dulu, bahasnya disambung nanti, tidak sungkan apa, sama janda, bahas gituan” gerutu Zulaikha. “Janda? siapa bu ....” seru Darto dan Darmi bersamaan. “Lha menurutmu ibu itu bukan janda ....” mata Zulaikha mendelik dengan mimik yang lucu, semua saling pandang, merekapun baru ngeh, dan tertawa bersama-sama. *** Darto sudah sampai di depan rumahnya sendiri, dia mengamati hasil renovasi, dia merasa puas dengan hasilnya, nanti sian dia membayar lunas, karena hari ini sudah selesai, kemungkinan dua hari lagi bisa balik kesini bersama istrinya, hatinya merasa senang sekali, karena dengan begitu, dia tidak jauh-jauh dari istrinya. Saat Asyik mengamati rumahnya, tiba-tiba muncul mbok Rah dari dalam, terlihat membawa kresek besar, nampak dia terkejut dengan kemunculan Da
Darto masuk ke kamar, dia duduk di tepi ranjang sambil mengamati berkas di tangannya, dia lihat satu-satu lagi berkasnya, seetelah dirasa tidak ada sesuatu lagi, kemudian dia bangkit dan dan membawa berkas itu, dia segera melangkahkan kakinya keluar dari kamar.“ASTAGHFIRULLAHHALADZIM!” teriak Darto kaget, saat membuka pintu sudah berdiri mbok Rah tepat di depan pintu, hatinya yang selama ini merasa kurang sreg dengan sosok mbok Rah, jadi semakin kurang berkesan dengan mbok Rah,“Eh, copot” seru mbok Rah tak kalah kaget, dia yang sedianya hendak membuka pintu, tiba-tiba pintu itu terbuka dan muncul Darto, dia pikir Darto sudah pergi, ternyata masih dalam kamar,“Ada apa mbok?” tanya Darto heran, melihat mbok Rah di depan pintu.“Eh_oh_ maaf mas Darto, saya mau membersihkan kamar” jawab mbok Rah gugup.Darto sedikit memicingkan matanya, dia agak heran saja, biasanya mbak Susi yang membersihkan kamar atas, sedang mbok Rah sebenarnya cukup melakukan hal-hal ringan, karena istrinya menga
Mbok Rah kembali ke dapur membantu Susi, “Sus, memang kamu kemarin lihat apa, kog sampai pingsan?” tanya mbok Rah, dengan ekor mata melirik tajam pada Susi “Eh_oh tidak lihat apa-apa mbok” jawab Susi, tangannya yang sedang mengiris sayuran gemetar mengingat peristiwa kemarin, dimana saat membuka kemar mbok Rah dia masih ingat betul, dia melihat pemandangan ganjil, ada minyak gosok melayang-layang di sekitar punggung mbok Rah, dengan posisi mbok Rah tengkurap, tapi dia tidak berani mengatakan apapun, dan harus berbuat apa sama mbok Rah, dia hanya bisa meningkatkan kewaspadaannya terhadap mbok Rah, dan berharap mbok Rah segera dijemput oleh keluarganya, “Sungguh kamu nggak lihat apa-apa’ tanya ulang lagi mbok Rah. “Sungguh mbok” suaranya gemetar, dia berusaha menutup ketakutannya, “Assalamualaikum” salam seseorang yang tiba-tiba sudah nongol di dapur, yah itu adalah tukang cat yang kemarin, hari ini sepertinya hari terakhir, tinggal finishing dan membersihkan area dari percikan-per
Dirasa tubuhnya tidak nyaman, kemudian dia bangkit dari sofa, berjalan ke kemar mandi belakang, kepalanya berputar-putar, tangannya terasa dingin, dengan terhuyung-huyung dia melangkah kakinya dengan tertatih, tangannya memegangi perut, ada yang terasa tidak nyaman, setelah sampai pintu kamar mandiHoek,hoek,hoekSusi muntah-muntah di kamar mandi, sambil memegangi perutnya, keringatnya sudah memenuhi dahinya, dia muntah sampai terakhir muntah hanya cairan sedikit kekuningan, terasa sedikit pahit,“Sus ada apa kamu?” tanya mbok Rah mendekati Susi, walau diam-diam berseteru, tapi harus tetap saling peduli di luarnya bukan? pikir mbok Rah“Oh, biasa mbok, magh aku kumat, aku lupa tadi minum es jeruk, padahal aku khan tidak boleh makan dan minum yang asam” ujarnya terengah-engah karena aktifitas muntah tadi.Susi segera mengambil obat maghnya yang selalu tersedia di tasnya, jaga-jaga kalau kambuh, sedang mbok Rah menuju Dapur untuk menyelesaikan pekerjaan memasak makanan untuk makan siang
Wanita itu merasa di abaikan, dia sedikit gemas dengan pria ini, bagaimana bisa dia diabaikan begitu, dia biasanya selalu di pandang dengan memuja dari para lelaki, dan dia ada kebanggaan dengan hal itu, kini dia tidak di pandang bahkan hanya dengan ekor mata sekalipun. Apalagi dia di panggil bu, ‘sejak kapan aku jadi ibunya’ gerutunya dalam hati.“Ah, ya, tapi hanya Mas Darto yang mudah saya temui, yang lain susah” tukas wanita itu.“Lagian kalau Mas Darto tidak mau menemui saya, saya bisa batalkan investasi saya” ceroxos wanita itu, yang ternyata seorang investor, dia dengan arogant ingin menekan Darto, dia ingin menklukkan Darto dengan kekuatan uangn.“Maaf Bu, yang ingin investasi khan anda sendiri, sedang mengenai investasi saya tidak tahu menahu, karena bukan bagian saya, sudah saya katakan tadi khan ....” timpal Darto sedikit menekankanTamu wanita terdiam, benar juga yang dikatakan Darto, sedangkan tamu pria tidak hendak berkata apapun terkait berdebatan kecil itu, dia sudah m