Share

Kepergiaan Bapak

Uang hibah dan sedekah disalurkan sore hari. Mas Hasan sudah berangkat ke masjid dan pesantren yang sedang dibangun. Bapak mempercayakannya pada aku dan Mas Hasan dengan dibumbui sedikit drama. Mamah dan ketiga ipar agak keberatan. Mamah malah dengan terang-terangan berburuk sangka, saat aku hendak membagikan uang ke tetangga yang fakir miskin, dhuafa dan para asatidz di kampung ini.

“Orang miskin itu lebih mudah dirayu setan. Nggak nutup kemungkinan, nanti pas penyaluran, dia masukin sebagian ke sakunya.“

Mamah berkata seperti itu dengan wajah menyeringai. Rika dan Nuri pun tersenyum puas. Jangan tanya bagaimana aku. Dadaku jejal, amarah mulai naik ke ubun-ubun. Rasanya ingin kuremas lambe tajam ibu mertuaku itu.

“Kenapa diem? Kesindir, ya? Baguslah kalau kamu tersindir.“

Mamah kembali menyulut emosi. Aku hanya mendengkus, menatapnya dengan datar, menyelami isi mata tuanya.

“Udahlah biar Nuri aja yang bagiin. Nuri kan amanah.“ Nuri menimpali. Senyuman dan tatapannya seakan mengejekku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status