Memiskinkan Bara, itulah tujuan Hana saat ini. Maka dari itu, setelah Hana mengambil semua aset berharga milik Bara, dia langsung pergi ke rumah sakit. Dia ingin agar semua harta Bara dialihkan atas nama dirinya.Saat dia sudah berada di depan pintu ruang perawatan Hesti dan juga Bara, wanita itu terdiam karena mendengar Hesti yang sedang menjerit-jerit kesakitan."Mas! Ini bagaimana? Kenapa inti tubuhku sakit sekali?""Kamu aja yang nggak becus jaga diri sendiri, masa itu aja bisa sakit kaya gitu? Udah gitu, bau lagi. Hiiih! Itunya kenapa merah begitu? Benyeyeh dan mengeluarkan darah serta nanah, kamu itu memangnya tidak pernah merawatnya?"Hana yang mendengar ucapan Bara langsung mengintip dari jendela, dia merasa penasaran kenapa pria itu marah-marah seperti itu. Ternyata Bara sedang melihat inti tubuh Hesti, walaupun dia melihatnya dari ranjang pasien yang dia tempati, tetapi sepertinya Bara bisa melihat dengan jelas inti tubuh wanita itu
Walaupun Hana sudah merasa cukup puas dengan apa yang dia lakukan terhadap Bara dan juga Hesti, tetapi tetap saja dia merasa tidak tenang sama sekali. Dia masih memikirkan tentang putri cantiknya, dia takut jika sepasang suami istri yang mengambil putrinya tersebut tidak menyayangi putrinya dan malah memasukkan putrinya ke panti asuhan. Tadi malam dia malah hanya tidur sebentar saja, makanya pagi ini dia terlihat begitu lesu sekali. Sarapan yang sudah disiapkan oleh bi Heni hanya dia tatap tanpa dia sentuh. "Kok melamun saja? Apalagi yang kamu pikirkan?" Hana langsung tersadar dari lamunannya, lalu dia menolehkan wajahnya ke arah suara. Hana tersenyum karena ternyata yang datang adalah Bram, pria Itu membawa berkas di tangannya yang entah apa. "Aku kepikiran Hani, Om. Aku takut dia kenapa-napa," jawab Hana. "Sudah, jangan terlalu mengkhawatir
Hari ini keadaan Bara dan juga Hesti sudah mulai membaik, walaupun area inti Hesti masih belum kering, tetapi setidaknya tidak ada bau yang tidak sedap di sana.Begitupun dengan Bara, walaupun dia belum bisa berjalan dengan baik, tetapi kakinya sudah tidak terasa sakit lagi. Hanya saja, Bara masih kesusahan untuk berjalan. Dia harus menggunakan tongkat jika mau berjalan atau hanya pergi ke kamar mandi."Mas, ini sudah hari ketiga dan Hana belum datang ke sini? Padahal, biasanya dia selalu datang tiap hari. Dia kenapa ya, Mas?" tanya Hesti.Hesti merasa ada yang salah dengan Hana, bisa-bisanya wanita itu tidak datang ke rumah sakit. Padahal, biasanya Hana selalu ingin berdekatan dengan Bara."Entahlah, duluan aku hanya meminta dia untuk tinggal di rumah saja. Mungkin karena itu," jawab Bara.Walaupun dia merasa tidak yakin dengan jawabannya, tetapi itulah yang dia katakan kepada Hesti. Lagi pula Hana adalah wanita buta, sering keluar dari rumah juga akan membahayakan dirinya dan juga o
Di satu sisi Bara merasa pangling melihat Hana, karena wanita itu benar-benar terlihat cantik sekali. Penampilannya juga sangat berubah, wanita itu terlihat memakai baju mahal dan juga memakai perhiasan mahal. Padahal, dulu Hana selalu memakai baju sederhana. Dia juga tidak pernah memakai perhiasan, karena wanita itu berkata tidak betah kalau memakai perhiasan.Nyatanya, dulu Hana selalu memakai pakaian sederhana karena menghargai Bara sebagai suaminya. Dia tidak mau kalau Bara merasa rendah diri kala berdampingan dengan dirinya."Mas cepat katakan mau apa? Kenapa tadi terlihat begitu marah? Apa ada hal penting yang ingin kamu sampaikan kepadaku?"''Tentu saja ada, kamu tidak bisa membuangku begitu saja walaupun kamu mengatakan sudah menceraikan aku. Karena walau bagaimanapun juga perusahaan ini sudah kamu percayakan kepadaku," ujar Bara."Hanya aku percayakan, bukan berarti aku berikan kepada kamu."Bara menyeringai, dia masih mengira kalau perusahaan tersebut masih atas nama diriny
"Mas! Mas Bara! Kamu di mana, Mas?!"Hana berteriak dengan begitu kencang memanggil nama suaminya, dia baru saja sadar dan membuka matanya. Namun, dia tidak bisa melihat apa-apa.Semuanya nampak gelap, dia yang seperti berada di dalam gua yang begitu dalam. Tidak ada cahaya sedikit pun, sehingga dia tidak bisa melihat apa pun."Kenapa, Sayang? Kenapa kamu berteriak-teriak?""Mas Bara, kamu ke sini, Mas. Sini, jangan jauh-jauh dari aku."Hana meraba-raba ke arah mana pun, dia berusaha untuk mencari suaminya. Pria yang sudah tiga tahun menikah dengan dirinya."Ya, Sayang. Ini, Mas."Bara nampak menghampiri istrinya yang terbaring di atas ranjang pasien, lalu dia memeluk istrinya dengan begitu erat sekali."Kenapa gelap, Mas? Kenapa gelap?"Bara mengernyitkan dahinya, ini adalah siang hari. Cahaya begitu terang, dia merasa bingung karena istrinya terus saja mengeluh gelap."Gelap? Terang kok, Yang. Ini siang loh," ujar Bara."Tapi, Mas. Aku nggak bisa lihat apa-apa, kaki Aku juga merasa
"Bagaimana, Sayang? Apa kamu sudah ingat semuanya?" tanya Bara ketika melihat istrinya yang malah asik melamun.Pria itu mengusap puncak kepala istrinya dengan begitu lembut, lalu Bara mengecup kening istrinya. Dia terlihat begitu perhatian dan juga pengertian terhadap istrinya tersebut.Mendengar pertanyaan dari Bara, Hana seakan tertarik ke alam nyata. Dia tersadar dari lamunannya dan menganggukkan kepalanya dengan cepat."Iya, Mas. Aku ingat, aku melahirkan Hani secara prematur karena jatuh saat hendak mengambil air wudhu. Aku juga ingat kalau aku kecelakaan saat hendak pulang ke rumah kita, lalu di mana putri kita Mas? Bagaimana keadaannya sekarang?"Hana begitu rindu kepada putri kecilnya, dia berharap jika putri kecilnya baik-baik saja. Dia berharap jika putri kecilnya kini tumbuh dengan baik, walaupun selama enam bulan ini dia koma dan tidak bisa merawat putri kecilnya."Nanti saja kita bicarakan untuk masalah Hani, Sayang. Sekarang lebih baik aku panggil dokter dulu untuk meme
Hari ini dokter mengatakan kalau Hana sudah boleh pulang, dia merasa lebih baik kalau tinggal di rumah sendiri, karena pasti akan lebih nyaman daripada tinggal di rumah sakit. Walaupun memang kakinya belum bisa lancar dalam berjalan, dia bertekad akan berusaha untuk belajar berjalan kembali. Dia juga akan berusaha sabar dalam menghadapi kenyataan hidup, dia akan berusaha untuk bisa melihat walaupun tanpa mata. "Yang sabar ya, Nyonya. Kami akan segera menghubungi kalau ada pendonor mata untuk Nyonya," ujar Dokter sebelum Hana pulang. "Ya," ujar Hana. Setelah itu, Hana dibawa pulang oleh Bara menuju rumah mewahnya, kediaman Aditama. Hana langsung diantarkan ke kamar utama, Bara bahkan membantu wanita itu untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Mas, katanya kita mau ke kuburan? Mau nyekar ke makam putri kita, kok aku malah diajak pulang?' "Aku tahu kalau kamu pasti merindukan putri kita, tapi saat ini keadaan kamu sedang tidak baik-baik saja. Nanti kalau sudah benar-benar
Beberapa saat sebelumnya.Bara baru saja pulang, bi Heni, pelayan yang sudah bekerja selama tiga puluh tahun lamanya di sana nampak membukakan pintu untuk Bara. Lalu, wanita itu menurunkan barang-barang yang dibawa oleh Bara menuju kamar Hesti.Semenjak Hana mengalami kecelakaan, Bara membawa Hesti dan mereka selalu tidur di dalam kamar utama. Bi Heni sempat melayangkan protesnya, tetapi Bara langsung mengancam bi Heni.Bara berkata jika dia memiliki kuasa yang besar, jika bi Heni melawan Bara, maka pria itu akan membunuh bi Heni. Pria itu bahkan semenjak saat itu tidak pernah memperbolehkan bi Heni untuk keluar dari rumah.Bahkan, bi Heni tidak diperbolehkan untuk memegang ponsel. Bara juga memutuskan semua sambungan telepon yang ada di kediaman Aditama, dia memutuskan semua akses yang bisa digunakan untuk berkomunikasi.Rumah mewah itu bahkan dijaga oleh beberapa pengawal, baik di depan ataupun di belakang rumah tersebut. Pria itu sangat licik.Wanita itu menurut, dia tak lagi melay