Share

Balasan Istri Buta
Balasan Istri Buta
Author: Cucu Suliani

Gelap

"Mas! Mas Bara! Kamu di mana, Mas?!"

Hana berteriak dengan begitu kencang memanggil nama suaminya, dia baru saja sadar dan membuka matanya. Namun, dia tidak bisa melihat apa-apa.

Semuanya nampak gelap, dia yang seperti berada di dalam gua yang begitu dalam. Tidak ada cahaya sedikit pun, sehingga dia tidak bisa melihat apa pun.

"Kenapa, Sayang? Kenapa kamu berteriak-teriak?"

"Mas Bara, kamu ke sini, Mas. Sini, jangan jauh-jauh dari aku."

Hana meraba-raba ke arah mana pun, dia berusaha untuk mencari suaminya. Pria yang sudah tiga tahun menikah dengan dirinya.

"Ya, Sayang. Ini, Mas."

Bara nampak menghampiri istrinya yang terbaring di atas ranjang pasien, lalu dia memeluk istrinya dengan begitu erat sekali.

"Kenapa gelap, Mas? Kenapa gelap?"

Bara mengernyitkan dahinya, ini adalah siang hari. Cahaya begitu terang, dia merasa bingung karena istrinya terus saja mengeluh gelap.

"Gelap? Terang kok, Yang. Ini siang loh," ujar Bara.

"Tapi, Mas. Aku nggak bisa lihat apa-apa, kaki Aku juga merasa sakit dan kaku untuk digerakkan. Sebenarnya ada apa ini?"

"Sabar, Sayang. Mungkin karena kamu baru sadar dari koma, makanya penglihatan kamu belum normal. Jadinya semua terasa gelap, kakinya juga akan susah digerakkan. Karena sudah sangat lama kamu tidur di ranjang pasien," jawab Bara.

"Koma? Baru sadar? Maksudnya?" tanya Hana dengan tubuh yang bergetar hebat.

"Ya, Sayang. Kamu koma selama enam bulan, koma setelah kamu melahirkan putri cantik kita."

"Putri? Putri cantik?" tanya Hana.

"Ya, Sayang."

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Bara, Hana terdiam. Dia seolah sedang mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi, hingga tidak lama kemudian bayangan-bayangan apa yang sudah terjadi terlintas di kepalanya.

Enam bulan yang lalu Hana seperti biasanya bekerja di ruangannya, Bara yang merupakan asisten pribadi sekaligus suami dari Hana tentunya ikut membantu pekerjaan wanita itu.

Saat waktu istirahat tiba, Bara pergi keluar untuk memesankan makanan. Tidak lama kemudian pria itu datang kembali dengan membawa makanan kesukaan istrinya.

"Kita makan dulu, Sayang. Ini sudah sangat siang, kamu itu kalau udah kerja lupa segala-galanya, ingat, di dalam perut kamu ada baby kita yang membutuhkan nutrisi."

Hana menghentikan pekerjaannya, lalu dia mengelus lembut perut buncitnya. Wanita itu kini sedang mengandung, usia kandungannya 7 bulan. Dia merasa begitu bahagia sekali.

Kehidupannya dirasa sempurna walaupun dia tidak mempunyai kedua orang tua, dia begitu bahagia karena bisa menikah dengan pria yang begitu dia cintai, Bara.

Dia juga merasa bahagia karena kini dia tengah mengandung buah hatinya dengan Bara, dokter berkata kandungannya sangat sehat dan sekitar 2 bulan lagi dia akan memiliki bayi. Tentunya itu sangat menyenangkan bagi Hana.

"Tapi, Sayang. Kayaknya aku mau shalat dulu deh, boleh, kan?" ujar Hana.

Rasanya belum tenang kalau dia belum melaksanakan kewajibannya terhadap Sang Khalik, untuk urusan makan bisa belakangan.

"Tentu saja boleh, kamu shalat duluan aja. Nanti aku nyusul," ujar Bara.

"Iya," jawab Hana.

Setelah berpamitan kepada suaminya, Hana pergi dari ruangannya. Dia melangkahkan kakinya menuju mushola kantor yang berada di lantai dasar.

Namun, malang tidak bisa dihindari. Saat dia hendak mengambil air wudhu, dia terpeleset dan jatuh. Wanita itu nampak meringis kesakitan, tidak lama kemudian dia menjerit karena ada darah yang keluar dari inti tubuhnya.

"Tolong! Siapa pun tolong aku, tolong!" jerit Hana.

Tidak lama kemudian banyak orang yang menghampiri, Hana dengan cepat dibawa ke rumah sakit setelah ada karyawan yang dengan cepat menelpon Bara.

"Bagaimana keadaan istri dan calon buah hati kami, Dok?" tanya Bara.

"Kondisi istri anda tidak baik, kondisi calon buah hati kalian juga sangat lemah. Nyonya Hana harus dengan cepat melakukan operasi," jelas Dokter.

"Lakukan saja apa pun yang terbaik untuk mereka, Dok." Bara berkata dengan lesu.

Setelah menandatangani surat persetujuan operasi, akhirnya Hana dibawa ke ruang operasi. Bara tidak ikut masuk, dia beralasan jika Bara panik dan tidak mampu menemani istrinya.

Hana hanya sendirian di dalam sana, tidak ada yang memberikan kata-kata penyemangat untuk wanita itu. Karena memang Hana merupakan anak yatim piatu, tapi dia memang memiliki harta warisan yang banyak.

"Mas, di mana baby cantik kita?" tanya Hana setelah dia dipindahkan ke ruang perawatan.

"Baby kita sangat lemah, Yang. Dia ada di ruang NICU, di dalam incubator."

Hana menangis, Bara dengan cepat memeluk istrinya dan berusaha untuk menenangkan hati istrinya tersebut.

"Sabar ya, Sayang. Anak kita lahir prematur, kata dokter dia butuh perawatan selama satu bulan di rumah sakit. Karena anggota tubuhnya belum sempurna," ujar Bara.

"Aku sedih, Yang. Kasihan sekali baby kecil kita," ujar Hana.

"Ya, aku juga sedih. Sebaiknya sekarang kamu istirahat saja, agar kamu bisa cepat pulih. Jangan sedih lagi, aku yakin baby kita pasti akan cepat pulih."

"Hem!" ujar Hana.

Selama 3 hari dia mendapatkan perawatan di rumah sakit, setelah itu dokter mengatakan jika Hana boleh pulang. Namun, baby cantik yang dia beri nama Hani belum bisa dia bawa pulang.

"Yang, rasanya aku tidak ingin pergi ke manapun. Aku ingin selalu dekat dengan putriku," ujar Hana ketika dia hendak pulang ke kediaman Aditama.

"Tidak bisa seperti itu, Sayang. Kamu harus pulang dan beristirahat, agar kamu sehat dan asinya tetap mengalir dengan deras. Kamu bisa datang setiap hari untuk menjenguk putri kita," ujar Bara.

"Baiklah, ayo kita pulang." Hana sudah masuk ke dalam mobil, dia duduk di bangku penumpang.

"Kamu pulang saja terlebih dahulu dengan sopir, aku lupa belum memberikan asi yang sudah kamu pompa kepada suster."

"Aku tunggu kamu, palingan ngasih asinya juga cuma sebentar doang."

"Pulang dulu saja, Yang. Ada hal yang harus aku kerjakan terlebih dahulu, aku ingin memastikan apakah putri kita nyaman berada di sini atau tidak."

"Baiklah, aku pulang. Kamu cepatlah menyusul," ujar Hana.

"Ya, Sayang." Bara mengecup kening istrinya, lalu dia masuk ke dalam rumah sakit.

Selepas kepergian Bara, pak sopir langsung melajukan mobilnya menuju kediaman Aditama. Namum, saat di pertengahan jalan tiba-tiba saja pak sopir terlihat begitu panik.

"Kenapa, Pak?" tanya Hana.

"Anu, Nyonya. Remnya blong," jawab Pak sopir.

"Loh! Kok bisa?" tanya Hana yang mulai panik.

"Entahlah, Nyonya. Saya juga bingung," ujar Pak sopir yang berusaha untuk mengendarai mobilnya sebaik mungkin.

Sayangnya, mobil itu oleng dan melaju tanpa kendali. Hingga tidak lama kemudian mobil itu menabrak pembatas jalan dengan begitu kencang.

"Aaargh!" jerit Hana.

Padahal dia sudah memakai sabuk pengaman, tetapi tubuhnya seakan melayang dan kepalanya terbentur dengan begitu kencang. Kapalnya berdarah dan pandangan matanya mengabur.

"Mas Bara, tolong aku." Kata itulah yang keluar dari bibirnya sebelum dia hilang kesadaran.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status