Share

Senjata Makan Tuan

"Mas, kamu sedang apa?" tanya Hana pura-pura tidak tahu.

Bara yang sudah selesai bersiap langsung menghampiri istrinya yang sedang duduk di atas sofa, lalu dia ikut duduk di atas sofa dan memeluk istrinya tersebut.

Jijik sekali rasanya Hana mendapatkan pelukan dari Bara, tetapi dia pura-pura menikmati pelukan dari suaminya. Dia bahkan terlihat tersenyum dengan sangat manis di mata Bara.

"Aku baru selesai bersiap mau kerja, kamu butuh apa?"

Mual sekali Hana mendengar apa yang dipertanyakan oleh Bara, karena kata-kata yang keluar dari bibir pria itu terdengar begitu manis sekali.

"Aku ingin menghubungi temanku, Mas. Apakah kamu melihat ponselku?"

"Kamu lupa ya, Sayang. Kamu kan' dulu mengalami kecelakaan, jadi ponselnya juga hilang saat kamu kecelakaan waktu itu."

"Benarkah?" tanya Hana merasa tidak percaya.

"Iya, Sayang. Itu benar, memangnya kamu mau menghubungi siapa? Biar aku yang telepon, biar kamu bisa langsung ngobrol sama orang itu."

"Sama teman-teman aku, Mas. Masa pakai ponsel kamu sih, kamu memangnya tidak bisa membelikan aku ponsel baru?"

Bara terlihat kesal mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya, kalau dia memberikan istrinya ponsel, sudah pasti nanti akan ada bi Heni yang membantu Hana untuk menggunakan ponselnya.

Itu tidak boleh dibiarkan, Hana dan juga bi Heni harus dijauhkan dari yang namanya ponsel. Bisa bahaya kalau nanti mereka memegang ponsel, pikir Bara.

"Kamu itu saat ini sedang tidak bisa melihat, lebih baik kamu tidak menggunakan ponsel. Toh tidak berguna juga," ujar Bara.

Hana langsung tertawa di dalam hati, jelas sekali jika Bara terlihat ketakutan saat dia menanyakan masalah ponsel. Bi Heni sudah bercerita kepada dirinya, tentu saja dia tahu kalau Bara begitu takut kalau di rumah tersebut ada ponsel ataupun telepon.

"Begitu ya, Mas. Oke deh, aku nggak papa nggak main ponsel. Tapi, bolehkah aku minta diantar ke rumah sakit?"

"Mau ngapain ke rumah sakit? Ini bukan jadwalnya kamu check up, kamu check up-nya minggu depan loh!"

"Bukan mau check up, Mas. Kepala aku sakit banget, tadi kan' yang keluar darahnya lumayan banyak. Kepala aku pusing, terus takutnya kenapa-kenapa kalau tidak diperiksa."

Bara menghembuskan napas berat, dia bahkan terlihat memutarkan bola matanya seraya memijat kepalanya yang terasa pusing.

''Ya udah, nanti kamu ke rumah sakit sama Hesti. Dia yang akan mengantar kamu berobat, oke!"

Hana sudah menduga jika dia pasti akan disuruh pergi dengan Hesti, karena Hesti adalah kekasih dari Bara yang juga pasti akan menjaga dirinya agar tidak berdekatan dengan dunia luar.

"Baiklah, nanti aku akan pergi dengan Hesti."

"Bagus! Sekarang Mas berangkat kerja dulu, kamu Mas antarkan ke ruang makan. Kamu segeralah sarapan, Mas tidak bisa sarapan di rumah. Harus segera ke kantor, ada meeting penting."

"Iya, Mas. Terima kasih ya, atas waktunya."

"Iya, Sayang," ujar Bara yang langsung menuntun istrinya agar segera melangkahkan kakinya menuju ruang makan.

Saat tiba di ruang makan, Hana bisa melihat kalau di sana sudah ada Hesti. Wanita itu terlihat sedang menyiapkan sarapan. Wanita itu juga terlihat sedang menyiapkan susu hangat untuk Bara.

Ya, Hana tahu persis kalau Bara begitu menyukai susu hangat. Tidak seperti dirinya, Hana lebih menyukai meminum jus buah saat pagi hari. Karena hal itu bisa memperlancar sistem pencernaannya.

"Duduklah, karena Hesti akan menemani kamu untuk sarapan."

"Iya, Mas," jawab Hana patuh.

"Mas langsung berangkat ya," ujar Bara. Lalu, dia menolehkan wajahnya ke arah Hesti. "Nanti setelah Nyonya sarapan, tolong antarkan dia ke rumah sakit. Tolong jaga istri saya baik-baik," ujar Bara.

Mulut Bara boleh saja berkata seperti itu, seperti orang yang begitu menyayangi istrinya. Akan tetapi, dia langsung menghampiri Hesti dan memeluk wanita itu. Tanpa ragu bahkan dia memberikan ciuman yang begitu mesra di bibir selingkuhannya tersebut.

Mata Hana terasa memanas, dia tidak menyangka jika Bara akan melakukan hal seperti itu di depan dirinya. Walaupun dia sadar, kalau saat ini pasti Bara menyangka dirinya masih buta.

Setelah mereka berciuman, Hesti nampak mendekatkan bibirnya ke cuping telinga Bara. Lalu, dia berbisik tepat di telinga pria itu.

"Minum dulu susu hangatnya sampai habis, atau mau susu yang ini?"

Hesti nampak menggoyang-goyangkan dadanya, Bara langsung tersenyum penuh arti seraya mengusap kedua dada wanita itu.

Hana langsung memalingkan wajahnya, dia tidak menyangka akan menyaksikan hal seperti itu. Pria yang begitu dia cintai ternyata mampu melakukan hal sekeji itu.

Setelah puas berbisik-bisik dengan Hesti dan meminum susunya, Bara kembali menghampiri Hana. Lalu, dia berpamitan kepada wanita itu dan mengecup kening wanita itu dengan begitu lembut.

"Mas berangkat dulu, kalau butuh apa-apa langsung bilang sama Hesti aja."

"Hem," jawab Hana.

Bara nampak pergi, setelah kepergian Bara Hana pura-pura mencari gelas yang ada di atas meja makan.

"Nyonya mau apa? Biar saya siapkan," ujar Hesti yang langsung duduk di samping Hana tanpa ragu-ragu.

"Saya mau minum jus buah, apakah kamu bisa membuatkan saya segelas jus buah?"

"Bisa," jawab Hesti yang langsung bangun dan melangkahkan kakinya menuju dapur.

Hana memperhatikan apa yang dilakukan oleh Hesti, karena memang jarak dari ruang makan ke dapur sangatlah dekat. Jadi, Hana bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu

Wanita itu ternyata memasukkan buah-buahan ke dalam blender tanpa dikupas. Lalu, wanita itu menuangkan air mendidih ke dalam blender tersebut. Lalu, Hesti juga terlihat memasukkan garam yang begitu banyak.

Setelah buah-buahannya hancur, Hesti memindahkan jus buah buatannya itu ke atas gelas dan langsung menghampiri Hana.

"Silakan diminum jus buahnya," ujar Hesti sambil menyimpan gelas tersebut di dekat Hana. Lalu, wanita itu kembali duduk di dekat Hana.

Hana benar-benar geram sekali terhadap Hesti, karena wanita itu terlihat sekali ingin menghancurkan dirinya. Hesti terlihat sekali ingin membuat dirinya celaka.

Hesti menuangkan jus buah itu di dalam gelas anti panas, otomatis dia jika meraba gelas itu tidak akan terasa panas. Namun, ketika jus buah itu masuk ke dalam mulutnya, pasti akan membuat lidah dan bibirnya melepuh.

"Terima kasih, Hesti," ujar Hana.

Hana pura-pura terlihat hendak mengambil segelas jus buah tersebut, tidak lama kemudian Hana malah mendorong jus buah itu sampai tumpah ke pangkuan Hesti.

"Argh! Panas! Ininya panas dan sakit!" teriak Hesti yang langsung bangun dan berlari ke dalam kamar mandi.

Wanita itu terlihat begitu kesakitan sekali, Hana merasa puas dengan apa yang dia lihat saat ini.

"Ini baru permulaan," ujar Hana disertai senyum penuh kepuasan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status