Share

Penglihatan yang Sudah Kembali

Mendengar suara adzan yang berkumandang membuat Hana terbangun dari tidurnya, dengan begitu perlahan dia duduk dan menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.

Lalu, wanita itu nampak meraba-raba ke arah samping. Dia berusaha untuk mencari suaminya, tetapi dia merasa kalau kasur itu kosong.

"Mas Bara, kamu di mana?" tanya Hana.

Terdengar seperti ada orang yang sedang bergerak di atas sofa, tetapi tidak ada ucapan yang terdengar. Hana merasa heran, jika saja bisa melihat, Hana pasti tahu sebenarnya ada apa di sofa dan ada siapa.

"Mas! Apa kamu sedang tidur di atas sofa? Atau kamu sedang di kamar mandi?" tanya Hana.

Tidak ada sahutan sama sekali, Hana yang merasa penasaran berusaha untuk turun dari tempat tidur. Dia memakai sandal yang selalu dia simpan di dalam laci nakas, lalu dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan begitu perlahan dan juga hati-hati.

Tanpa Hana tahu, Bara dan juga Hesti sedang berada di atas sofa. Keduanya baru saja selesai berolah raga yang menghasilkan peluh dan juga kenikmatan, keduanya sedang duduk sambil berpelukan.

Kedua orang itu memang terlihat begitu bejat, dengan teganya keduanya melakukan hal itu di dalam kamar utama. Di mana sudah ada Hana.di sana.

"Mas! Dia nyari kamu tuh," ujar Hesti dengan bisikan.

Bara malah mencebikkan bibirnya, pria itu benar-benar terlihat tidak peduli sama sekali kepada istrinya.

"Bodo amat," ujar Bara yang langsung mencubit ujung dada wanita itu.

Hesti nampak kegelian, Bara malah sengaja meremat dada wanita itu. Hesti yang tidak tahan langsung melompat turun dari sofa dan tanpa sengaja Hana terdorong oleh Hesti.

"Argh!" teriak Hana.

Hana yang tidak siap mendapatkan dorongan langsung terjatuh, kepala wanita itu nampak terbentur pada tembok kamar. Tangannya bahkan tanpa sengaja menghempaskan pas bunga sampai pecah.

"Mas Bara, sakit! Tolong Hana!" teriak Hana sambil memejamkan matanya dengan kuat.

Sudah buta, kini tiba-tiba saja dia mendapatkan dorongan. Rasanya penderitaan yang sudah sangat lengkap sekali, Hana sangat sedih. Terlebih lagi tidak ada Bara yang menolongnya.

"Mas! Tolong dia gih," bisik Hesti.

"Bodo amat, biarkan dia mati sekalian." Bara menimpali ucapan Hesti dengan bisikan juga.

Pria itu sudah benar-benar seperti orang yang tidak punya hati, pria itu sudah benar-benar buta. Dia tidak merasa kasihan sekali melihat istrinya menderita, dia malah berharap kalau istrinya itu mati dalam seketika.

Hana meringis menahan sakit, tidak lama kemudian Hana bahkan terdengar menangis. Karena ternyata kepalanya kini mengeluarkan darah, Hana paling sedih kalau sudah terluka dan juga berdarah.

"Ya Tuhan, ini sakit sekali," ujar Hana seraya berusaha untuk membuka matanya.

Wanita itu merasa kaget, karena saat dia membuka matanya, sekelilingnya yang awalnya terlihat begitu hitam, kini samar-samar terlihat nyata.

Suasana kamarnya dia lihat sudah berubah, kamar yang dulunya terlihat bercat putih kini berubah menjadi cat abu-abu. Semua barang yang ada di dalam kamar itu juga sudah berubah, walaupun masih dalam posisi yang sama.

Tidak lama kemudian, Hana terlihat lebih kaget lagi kala dia melihat Hesti dan juga Bara yang kini dalam keadaan polos. Bara dan Hesti terlihat menatap dirinya dengan tatapan mengejek dan menghina.

"Ya Tuhan, sepasang manusia ini benar-benar tidak tahu malu. Aku harus apa, Tuhan?"

Ingin sekali rasanya Hana menghajar kedua manusia biadab itu, tetapi dia sadar kalau saat ini posisinya sedang lemah. Dia harus bersabar, dia tidak boleh salah melangkah.

Hana memutarkan otaknya, dia berpikir dengan begitu keras. Hingga tidak lama kemudian, dia memutuskan untuk pura-pura buta. Dia harus membalas dendam kepada suaminya dan juga Hesti secara perlahan.

"Mas! Kamu ada di sini tidak? Kalau iya, tolong aku."

Hesti mencubit pelan lengan Bara, Bara nampak tidak suka, tetapi dengan cepat dia mendorong tubuh Hesti agar keluar dari dalam kamar utama. Lalu, Bara menghampiri Hana setelah dia menutup pintu kamar mereka.

"Ya ampun, Sayang. Kenapa kamu bisa berada di lantai seperti ini? Kamu jatuh?" tanya Bara yang berpura-pura perhatian kepada istrinya.

Hana merasa mual mendengar apa yang dikatakan oleh Bara, terlebih lagi kini dia melihat suaminya dalam keadaan polos setelah berpeluh dengan wanita lain.

"Iya, Mas. Aku jatuh," jawab Hana yang dengan sengaja menggeser pecahan pas bunga ke arah kaki Bara.

"Maaf, Sayang. Tadi Mas habis dari luar, jadi tidak memperhatikan kamu. Apa sangat sakit? Mau ke rumah sakit?"

"Tidak apa-apa, benturannya tidak terlalu keras kok. Nanti aku minta bi Heni buat obatin, sekarang tolong bantu aku untuk bangun."

"Iya, Sayang." Bara nampak membantu istrinya untuk berdiri. "Aduh!" keluh Bara ketika dia menginjak pecahan pas bunga itu.

"Kenapa, Mas?" tanya Hana.

"Kaki Mas terkena pecahan beling, sakit banget loh ini."

"Maaf ya, Mas. Karena aku kamu jadi terluka," ujar Hana.

"Tidak apa-apa, kamu duduk aja dulu. Mas mau mandi, mau ngobatin lukanya juga, mau minta tolong bi Heni juga buat bersihin pecahan belingnya,'' ujar Bara sambil menuntun istrinya untuk duduk di atas sofa.

Rasanya Hana ingin muntah ketika duduk di atas sofa tersebut, karena dia mencium bau yang begitu khas. Bau yang akan keluar ketika Bara selesai berpeluh dengan dirinya.

"Kamu duduk anteng-anteng, ya. Mas mau minta bi Heni buat bersihin pecahan belingnya,'' ujar Bara.

"Iya, Mas. Tapi, tadi pas Mas nuntun aku untuk duduk di sofa, kok aku merasa langsung bersentuhan dengan kulit Mas. Memangnya Mas gak pake baju?" tanya Hana.

Jijik sekali rasanya saat Hana menatap tubuh Bara, tubuh pria itu masih dipenuhi dengan keringat. Rambutnya juga terlihat berantakan, banyak tanda merah keunguan di leher dan dada pria itu.

"Eh? Anu, Yang. Mas kegerahan, jadi buka baju."

"Oh!" hanya itu yang mampu Hana katakan.

Bara terlihat salah tingkah, lalu pria itu memakai bathrobe dan keluar dari dalam kamarnya. Dia berteriak dengan begitu kencang memanggil nama bi Heni.

Setelah itu, pria itu kembali ke dalam kamar utama dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Hana tersenyum kecut melihat akan hal itu, dia merasa jika nasibnya kini benar-benar sangat sial.

"Ya Tuhan! Aku ada di dalam kamar ini saja kalian bisa melakukan hal itu, lihat saja, Mas. Aku pasti akan membuat kamu menyesal," ujar Hana.

Wanita itu terdiam sejenak, lalu dia berpikir dengan begitu keras. Dia harus meminta bantuan, dia harus segera mengambil semua aset yang sudah dialihkan oleh Bara.

"Aku harus bertindak dengan cepat, jika tidak pasti mas Bara akan membuang aku terlebih dahulu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status