Untuk pertama kalinya aku bertatapan dengan ayah kandungku, rambutnya sedikit ikal mirip denganku. Tubuhnya tidak tinggi, sejajar dengan istrinya yang memakai sepatu hak tinggi mahal. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa melihat tatapannya yang terharu. Aku hanya sebagian kecil benih yang terbuang di rahim wanita pelacur, anaknya tapi bukan berarti keluarga. Jadi tidak ada keharusan terharu ketika bertemu. Kami orang asing yang kebetulan memiliki darah yang sama. "Bagaimana caranya kamu menemukan ayah kandungku?" tanyaku berbisik pada Roan. "Itu agak sulit, tapi temenku membantu dan melakukan tes DNA ke beberapa orang." "Temenmu yang ngasih kita liburan?" "Benar." "Wah, sepertinya dia orang yang hebat." "Masih lebih hebat aku." "Baiklah aku percaya, kalau begitu kasih tahu apa yang harus aku lakukan ketika bertemu ayah kandung?" "Meluapkan emosi? Terharu?" "Aku nggak ada perasaan terharu semacam itu.""Kamu memang wanita dingin. Kalau begitu lakukan sesukamu." Roan men
Sejak kecil Roan terbiasa bertengkar dan berselisih pendapat dengan orang tuanya, ia yakin kali pun mereka akan segera baikan. Seperti biasa, ia hanya perlu menunggu kemarahan reda lalu merayu dan pasti akan dimaafkan. Namun, rupanya Rin adalah orang yang tidak sabaran. Mendatangi sendirian dan berakhir mengenaskan. Rin terlihat menyayangi kedua orang tuanya. Wanita yang biasanya cuek terhadap kasih sayang itu bisa menangis dan sedih. Roan cukup terkesima. Sekarang, mereka sudah meluluhkan hati kedua orangtuanya seperti yang diperkirakan Roan. Semarah apapun orang tuanya, jika menyangkut cucu yang akan 7 bulanan pasti luluh juga. Roan merayu dan bilang tidak tahu cara menggelar acara 7 bulanan, meminta bantuan orang tuanya untuk menyiapkan. Tak disangka ternyata mereka memikirkan acara itu jauh sebelum Roan meminta. Begitulah orang tua, tetap peduli dengan darah dagingnya.Sekarang Roan senang melihat Rin tampak bahagia, senyumnya cerah membantu Mama menyiapkan acara. "Ini ditaruh
Roan tahu yang menyatukannya dengan Rin adalah bayi mereka. Ia juga sadar setelah ini Rin akan membencinya. Wanita itu akan merasa hancur saat tahu anak mereka telah meninggal. Ia yang membunuhnya dan tidak bisa memenuhi janji. Selama ini ada hal penting yang Roan lupakan, yakni ungkapan cinta. Ia tidak pernah mengungkapkan cinta pada Rin padahal mereka selalu bersama dan sangat harmonis, ia pikir tanpa diucapkan pun Rin sudah tahu. Sekarang Roan menyesal, ia ingin mengungkapkan betapa ia mencintai Rin lebih dari apapun. Termasuk darah dagingnya sendiri. Ia menerima Rin apa adanya tanpa meminta ada yang diubah. Ia sangat bahagia memiliki Rin dalam hidupnya. "Roan!" Mama berteriak melihat Roan duduk di lantai, ia berlari bersama Papa dan langsung berjongkok. "Bagaimana keadaan Rin dan anak kalian?" tanya Mama. Roan tidak bisa melihat ke arah Mama, ia menunduk dan menangis. Tak bisa berkata-kata. Ia melihat tangannya yang penuh darah, lewat tangan ini juga ia menandatangani perset
Dari dulu Mama selalu memberi jalan terbaik dan menjauhkan segala sesuatu yang bisa membuat Roan terluka. Dilimpahi kasih sayang dari semua orang membuat Roan tumbuh menjadi pribadi yang baik. Ia peka dan peduli terhadap sesama. Hatinya juga hangat. Namun, terkadang jalan yang diberikan Mama tidak selalu benar. Contohnya ketika ia harus kehilangan Yua. Tapi lambat laun Roan sadar bahwa Yua memang bukan jodohnya. Tuhan menyuruhnya menunggu sampai Rin datang, membuat kebahagiaannya lengkap. Roan pikir kisahnya sudah happy ending ketika mereka saling menerima, serius dengan pernikahan dan berkomitmen terus bersama. Apalagi bayi mereka akan hadir menjadi pelengkap rumah tangga. "Rin, udah ya, bayinya harus dibawa ke inkubator lagi." Roan berusaha mengambil bayi Yua dari gendongan Rin. "Bayi kita sehat kok, nggak perlu dibawa ke inkubator. Lihat pipinya gembul kayak gini." Rin wanita cerdas, sangat sulit menipunya. Membuat Roan harus hati-hati. "Tapi kamu belum sehat, tadi aku bilan
Kepercayaan ibarat tali yang saling mengikat hubungan, Roan mempercayakan banyak hal padaku lebih dari sekretarisnya yang lain. Sementara aku percaya dengan semua perintah Roan. Kami bekerja sama, saling percaya dan mendukung. Hubungan profesional itu perlahan berubah spesial sejak menjadi suami istri, kami calon ayah dan ibu. Semua terasa sempurna ketika cinta hadir, saling memahami dan melengkapi. Aku pikir begitu, nyatanya hubungan kami sangat rapuh. Mudah ratak tanpa tatanan yang tepat.Kehilangan bayi sangat menyakiti hatiku, sikapku yang dingin berubah hangat sejak hamil. Lebih dari apapun. Aku terluka dan hancur. "Pergi kamu! Aku nggak mau lihat kamu lagi!" Aku melempar buah di samping ranjang. Roan terdiam di tempat, pulang dari kantor langsung menuju rumah sakit. Aku sudah mengetahui semuanya. Roan membunuh anak kami padahal sebelumnya dia sudah berjanji.Andai tidak ada rasa cinta, mungkin tidak akan seperih ini. Anak itu hadir dari kesalahan satu malam. Tidak sengaja di
Nenek dan kakek juga mengeluh padaku. Belum lagi Pakde. Mereka semua mengandalkanku yang saat itu belum genap berusia 16 tahun."Rin, bapakmu menggadaikan rumahnya Mbah. Petugas bank tadi ke sini. Kamu kirim uang ya buat nyicil angsuran." Pesan dari Pakde. "Iya, Pakde. Bulan ini Rin akan kirim uang lebih." Pada akhirnya aku tidak jadi membeli kue dan hanya bisa membeli donat. Memandangnya di dalam kamar pembantu yang sempit. Aku mengambil lilin putih di dapur dan merayakan ulang tahun sendirian."Ulang tahun ke 16, semoga aku bisa ngrasain punya keluarga." Aku meniup lilin itu, air mata jatuh begitu saja. Padahal aku jarang sekali rapuh. Sekuat apapun diriku, saat itu aku masih remaja yang butuh kasih sayang. Aku makan donat dengan penuh harapan suatu hari nanti tidak kesepian lagi. Masa-masa yang begitu keras dan berat. Menjadi anak yang tumbuh sendirian tanpa bimbingan siapapun. Mimpiku berpindah ke saat aku mencari kosan dan pindah. Betapa hujan membuatku demam tanpa ada yang
Sudah tiga minggu Roan tidak menghubungi. Setiap waktu aku melihat ponsel berharap ada pesan darinya. Sayangnya kosong, dia aktif tapi tidak mengirim pesan. Padahal kami suami istri.Aku mengembuskan napas berat dan menaruh ponsel di atas meja rias, pelayan sedang mendadaniku. Tadi malam aku sudah berbicara banyak dengan ayah. Katanya beliau ingin aku mencoba memimpin hotel.Aku sudah bilang bahwa jurusanku berbeda dengan hotel, pekerjaanku sebelumnya juga sekretaris di perusahaan teknologi. Pasarku adalah penggunaan ponsel. Tidak mengerti sama sekali tentang perhotelan. Aku takut tidak bisa. "Rin cerdas, Ayah yakin Rin bisa." Ayah terlalu berekspektasi tinggi, apalagi bunda. Sekarang saja bunda mengurus pakaianku, menyewa stylish dan membelikan baju baru. Terlalu berlebihan padahal aku hanya mau ke hotel untuk melihat-lihat. "Bun, aku kan cuma ke hotel buat lihat-lihat, kayaknya nggak perlu pakai baju berlebihan." Bunda memberikan pakaian formal yang dibuat desainer, sepatu dan t
Pura-pura menurut dan baik pada keluarga Yua, menikah pura-pura dengan Roan dan menjadi babu Roan selama 4 tahun. Demi uang, demi hidup nyaman, demi apartemenku. Dulu aku sanggup melakukan apapun.Bisa dibilang aku berani menjual batin demi sesuap nasi. Memang menyakitkan tapi ketika mendapat bayaran aku akan puas dan bahagia. Mendapat upah dari kerja keras itu menyenangkan.Sekarang aku dipaksa menjadi anak orang kaya, lucu sekali. "Tenanglah di sini. Paman Robert dan Tante akan menyusul." Rendy berjalan mondar-mandir tidak bisa tenang, sementara tanganku diikat setelah mengigit telinganya hingga berdarah. "Roan akan menemukan tempat ini, pemilik perusahaan teknologi sangat cepat mendapat informasi, Ren. Jadi kamu nyerah aja." Mendengar itu Rendy semakin gelisah, ia menggigit jemarinya. Di saat seperti ini aku tidak bisa memprovokasi Rendy. Aku takut dia nekat membunuhku. Rendy berjongkok di depanku, matanya bingung. Dia hanya asal menculik tanpa perencanaan. Dia khawatir aku ke