"Kapan? Mau sekarang?" Naya lagi lagi balik bertanya bukannya menjawab."Ayo! Siapa takut!" Faris segera berdiri dan menatap mata adiknya dengan serius. "Ya udah, sana ganti baju, jangan lupa bawa Atm. Kita beli perlengkapan si kembar buat oleh oleh," usul Naya sambil berdiri pula dari duduknya dan melangkah menaiki tangga. "Nay ...! Kamu serius kan ngajak aku malam ini, jangan bercanda loo, ya?!"Faris tak percaya saat mendengar adiknya dengan begitu cepat mengiyakan permintaannya untuk bertemu baby twins. "Serius la, Mas. Ini aku mau ganti baju, walau kamu nggak ikut pun, aku harus ke sana malam ini," jawab Naya tanpa menghentikan langkahnya.Mendengar ucapan sang adik, Faris pun berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya, hingga hampir menabrak Naya."Maaf, aku buru buru." ucapnya sambil terus melangkah cepat menaiki tangga dan masuk, kemudian menutup pintu kamarnya. Tak peduli dengan mata sang adik yang sudah melotot."Buru buru mau ke mana, perginya kan bareng aku juga?!" Na
"Nay, tolong kamu tidurkan Ghina."Faris memberikan bayi perempuan yang masih tidur pada Naya, untuk meletakkannya di box berwarna pink di kamar. Pintu yang di buka sudah dengan amat sangat dan sangat pelan itu, masih menimbulkan suara juga.Hingga menimbulkan suara kecil dari dalam box bayi berwarna biru. "Aduh ...." seru Faris yang kemudian melangkahkan kaki menuju ke box yang berisi anak lelakinya."Dia tampan, sangat tampan."Ada senyum yang menghiasi bibir Faris saat melihat anak lelakinya tertidur dengan pulas."Mas, anakmu ...."Terdengar suara Ghina yang nampaknya mau mulai menangis lagi. Hingga cepat cepat Naya mengangkat lagi Ghina dari boxnya dan segera meletakkan kembali ke tangan Faris. Ghina tak jadi menangis, hanya menggerakkan kaki dan badannya seperti sedang gelisah, tangan dan kakinya terus bergerak tak mau tenang."Nay, mungkin Ghina lapar, karena capek tadi habis nangis. Tolong siapkan susu dong, please," pinta mas Faris pada adiknya.Naya langsung bangkit ke ku
"Assalamualaikum"Sapaan Ivana saat membuka kamarnya, ketika baru saja pulang selesai dari piketnya di rumah sakit, tak ada jawaban. Namun tampak di hadapannya sebuah pandangan yang menyejukkan hati.Naya yang tertidur sambil memeluk box ranjang milik Ghani. Sedangkan Faris tertidur di kasurnya bersama Ghina.Takut kedatangannya mengganggu yang sedang tertidur, dengan berjingkat agar tak menimbulkan suara, Ivana melangkah kembali turun ke lantai bawah."Va ...!" sapa Nenek membuat langkahnya berbelok menuju dapur."Nenek ...." Ivana meraih dan menciumi punggung tangan Nenek."Kamu baru pulang, sudah sarapan belum? Rizalnya ke mana, kok nggak kelihatan?" cecar Nenek tanpa menoleh pada cucu perempuannya itu."Belum, tadi lepas piket langsung pulang, Rizal langsung balik lagi, ada pasiennya yang mau di operasi, jadi harus stand by." Ivana menjawab sambil memperhatikan apa yang di lakukan Nenek."Kalau gitu, bantu Nenek masak, yuk! Buat sarapan, lagian kita kan ada tamu, Faris dan Naya
"Mas ...! Di sini!" Rizal melambaikan tangannya pada Mas Faris yang sedang celingak celinguk mencari sosoknya. Resto depan rumah sakit memang terkenal ramai bila di jam jam istirahat kantor. Jadi tak heran kalau tadi Faris sempat bingung mencari keberadaan Rizal yang tertutup oleh ramainya pengunjung."Apa kabar, Mas?" Rizal berdiri dan mengulurkan telapak tangannya, menyalami Mas Faris yang sudah berdiri di depannya."Baik, terima kasih, Rizal. Maaf kalau aku ganggu waktu kamu, sedang tak terikat pasien kan?" ujar Faris sambil menerima ajakan jabatan tangan Rizal."Untuk dua jam ke depan aku bebas. Mas mau aku pesankan makanan atau minuman?" tawar Rizal ramah. Sambil kembali duduk berhadapan dengan Faris.Mas Faris kemudian memesan yang dia inginkan pada seorang pelayan yang kebetulan sudah berdiri di sampingnya menunggu pesanan Faris."Rizal, sebelumnya, aku mau berterima kasih, karena kamu sudah bersedia, siap siaga menjaga anakku dan Ivana saat sedang hamil. Aku bersyukur akhir
Ada yang berbeda dari penampilan panti saat ini, halaman depannya yang luas kini terpasang tenda berwarna hijau dengan berhiaskan pita berwarna warni di setiap sudut dan dia antara sudut ke sudut. Beberapa mobil dan pick up seliweran tak berhenti menaikkan dan menurunkan barang.Ya! Besok adalah hari pernikahan antara Ivana dan Rizal. Wajar bila dirayakan dengan meriah.Tampak pula mobil Papa Adi yang baru datang bersama Mama Via, membawa serta tiga orang wanita dan satu lelaki yang turut bersamanya."Dam! Ivana di mana?" tanya Papa Adi pada Ayah Damar yang sedang berkomunikasi di telpon dengan arah membelakanginya. Di teras rumah.Ayah Damar yang juga telah menyelesaikan hubungan ponselnya segera berbalik arah begitu mendengar Papa Adi bertanya keberadaan Ivana.Akan tetapi Ayah Damar sejenak termangu saat tahu siapa yang sedang berdiri bersama Mama Via. "Mak ...!" panggil Ayah Damar yang melangkah mendekati wanita tua berkerudung seadanya itu. Tak peduli pada Papa AdiKemudian me
"Sah ....?!" tanya Ayah Damar yang sedang memegang erat tangan Rizal pada saksi yang berada di antara dua sisi meja yang berhadapan. Dengan memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, secara bergantian."Sah ...!" sahut beberapa orang yang hadir di acara ijab kabul antara Rizal dan Ivana. Dengan semangat karena bahagia."Alhamdulillah ...!" seru para tetamu undangan dan sanak saudara."Aamiin, aamiin ...!" Kembali terdengar saling bersahutan saat seorang ulama yang sengaja di undang membacakan doa atas pernikahan Rizal dan Ivana yang baru saja terjadi. Dengan khidmat, yang di ikuti para undangan.Setelah selesai dengan doanya. Kemudian Ulama tersebut memberikan tanda pada Ayah Damar, untuk memanggil pengantin perempuannya agar mendampingi pengantin pria. Ayah Damar memberikan tanda juga pada Naya yang berada di ujung tangga.Dengan di jemput Mama Via dan Bulek Tina, Ivana tampak manglingi sekali, sangat cantik walau pun dengan menggunakan make up sederhana di balut gaun pengantin hi
Sementara itu di sebuah kedai es krim yang letaknya pas berada di depan gedung tempat Ivana dan Rizal melangsungkan acara pernikahannya. Terlihat seorang wanita yang berpenampilan seksi, mengenakan kaca mata, dengan segelas es krim di atas meja di hadapannya.Tak ada yang luput dari pengintainnya karena tanpa di sadari oleh siapa pun, kamera yang ia letakkan di atas meja sedang merekam semua dengan sempurna.Juga saat Faris keluar dari gedung bersama Naya, Mama Via dan seseorang yang tak di kenalinya, Namun, bukan itu yang sedang jadi pusat perhatiannya, dia fokus pada lelaki yang telah menolak dirinya, yang sedang menggendong seorang bayi.Bella! Perempuan yang sedang memata matai itu tampak sangat marah, saat melihat Faris menggendong bayi. Kemudian dengan sangat gusar dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang.[Hallo, aku harap kamu bisa segera mengikuti ke mana perginya sebuah mobil berwarna hitam yang barusan keluar dari gedung itu.][Baik, Nyonya. Akan saya lak
Pagi ini semua sudah kembali normal, kecuali Ivana dan Rizal yang mulai harus membiasakan diri semuanya berdua. Keluarga Ibu Ana sudah kembali semalam pulang ke desa, di antar oleh supir pribadi keluarga Agung. Pernak pernik pernikahan di halaman dan dalam rumah pun sudah bersih, hanya menyisakan beberapa ucapan dan sisa karangan bunga dari para relasi Ayah Damar dan Rizal."Pagi ...! Ayah, sudah sarapan belum?" tanya Ivana yang sedang menuruni tangga, pada hari pertama dengan status yang berbeda. "Sudah, kemarin!" jawab Ayah Damar yang masih asyik mengutak atik ponselnya, dengan muka yang serius, Namun menjawab sembari menggoda Ivana."Ih, Ayah bisa aja," jawab Ivana dengan pipi yang blushing. Meneruskan langkahnya ke arah dapur."Kamu tuch yang aneh, jam lima pagi gini, nanya sarapan. Belum ada yang ke dapur, Va.""Mau aku buatin sarapan?" tanya Ivana."Buatlaah yang enak, sekarang ada suamimu yang akan menilai masakanmu."Lagi, Ayah Damar masih betah saja menggoda Ivana."Rizal