Danisa berusaha bersikap biasa saja saat berada di dalam mobil berdua dengan atasan dinginnya ini. Dia mengambil paper bag yang sudah ia persiapkan dari apartemennya tadi. Kemudian beralih pada Daren yang masih fokus menatap jalanan yang ada di hadapannya. “Pak, Aku minta maaf. Aku baru ingat jika belum mengembalikan jas milik Bapak saat Bapak tolong saya malam itu.”Danisa mengulurkan paper bag yang ia bawa pada Daren, kemudian tatapannya beralih menuju kursi penumpang di bagian belakang mereka. Danisa berniat menaruh paper bag yang dibawanya tadi ke bagian bangku belakang, karena berpikir Daren yang saat ini sedang mengemudi. Daren melirik sekilas paper bag yang Danisa taruh di bagian bangku belakang, sebelum akhirnya dia membuka suara.“Tak perlu kau kembalikan. Aku bukan orang miskin, yang hanya memiliki satu jas saja.” Daren menjawab dengan nada sombongnya. Bahkan sama sekali dia tidak melirik pada Danisa yang menghela nafas atas jawaban atasannya tersebut. “Astaga, seperti
“Hai, kalian sudah datang?” Tanya Riana, Mama Daren yang tiba-tiba muncul di antara pembatas ruang tamu dan ruang tengah rumah besar itu.Riana terdiam di tempatnya, ketika menyadari siapa wanita yang Daren bawa malam ini untuknya.Riana sama sekali tidak menyangka, jika wanita yang Daren bilang akan dijadikan istrinya itu adalah sekretarisnya sendiri.Danisa yang berada dalam situasi ini pun seketika tidak nyaman. Dia khawatir, jika kehadirannya malam ini mendapatkan penolakan dari Nyonya besarnya tersebut.“Sayang, apa kau tidak salah?” Tanya Riana tak percaya. Sungguh, dirinya sama sekali tidak menyangka jika wanita pilihan putranya itu jatuh kepada sekretarisnya sendiri.Berbeda dengan Danisa yang dibuat cemas dan khawatir jika penolakan yang akan ia dapatkan dari Nyonya besarnya kepadanya. Justru Daren masih berada pada sikap tenangnya yang sama sekali tidak menunjukkan sebuah rasa kekhawatiran.“Hm. Seperti yang Mama lihat, saya akan menikah dengannya. Dan Daren pastikan, jika
Hampir saja Danisa tersedak saat mendengar kalimat Riana yang meminta dirinya dan Daren menikah minggu depan.Dia sama sekali tidak menyangka, jika Nyonya besarnya itu akan mendesak untuk segera menikah secepatnya. Memangnya bisa menikah dalam waktu yang begitu cepat? Bahkan ia sangat tahu jika membutuhkan banyak persiapan yang harus mereka lakukan untuk melakukan sebuah acara pernikahan. Danisa masih terdiam, belum mampu mencerna situasi yang terjadi di meja makan tersebut. Berbeda dengan Daren, pria itu lebih bisa bersikap tenang tanpa menunjukkan sikap berlebihan seperti dirinya.“Kau setuju kan, Danis, jika kalian menikah minggu depan?” tanya Riana, yang tidak ingin kehilangan kesempatan saat putranya memutuskan untuk menikah yang berarti dirinya akan segera memiliki seorang cucu sebagai generasi penerus putranya. Wanita berusia lebih 50 tahunan itu menatap lekat kepada Danisa agar setuju dengan rencananya untuk menikah segera.Danisa menjadi bingung, dia menatap pada Daren yang
Meski Riana bingung dengan keadaan yang terjadi di ruang makan mewahnya tersebut, dia tetap berusaha menetralisir diri untuk menguasai keresahan yang tiba-tiba terjadi dalam dirinya.Dia bangkit dari duduknya, dengan mengulas Senyum manisnya. Riana melangkah menghampiri Marissa yang sudah datang ke rumah mewahnya itu.Marissa, wanita yang berencana akan diperkenalkan Riana kepada Darren-putranya itu berdiri mematung.Dia sedang terkejut atas kehadiran wanita yang dia hina saat melakukan perawatan di sebuah salon kecantikan termewah di pusat kota.Bukan hanya Marissa yang terkejut, Danisa juga terkejut saat mendapati wanita yang sama dilihatnya saat di salon tadi siang. tapi dia berusaha menetralkan diri, meski sejujurnya penuh tanda tanya. Entah kebetulan macam apa ini, Danisa pun tidak mengerti. Tetapi dia berusaha bersikap tenang, dengan mengulas senyum tipis saat melirik pria yang duduk di hadapannya itu tidak menanggapi kehadiran tamu yang datang tersebut.“Tante….” Marissa menol
“Kita ngobrol dulu di ruang keluarga. Mama ingin lebih kenal dekat dengan Danisa. Siapa ahu juga Danisa dan Riana bisa saling kenal lebih dekat,” ajak Riana, setelah makan malam di antara mereka itu berakhir. Dia menatap ke arah Danisa dan juga Marissa secara bergantian. Alih-alih mengurai rasa tidak nyaman yang terjadi dalam dirinya terhadap Marissa. Justru dia ingin mengajak Marissa dan Danisa untuk saling mengenal sehingga menjadi sebuah teman yang akrab.Daren membuang nafas kasar, dia tidak menanggapi lebih memilih fokus pada benda pipih yang sedang dipegangnya itu. Danisa mengulas senyum manisnya, ketika diajak bercengkrama dengan Nyonya besarnya tersebut.“Tentu saja, Ma. Danisa ikut saja mau mama,” jawab Danisa ramah. Sedangkan Marissa yang mendengar jawaban dari wanita asing itu pun semakin terbakar oleh amarah. Dia sama sekali tidak menyangka, jika harus berurusan dengan wanita yang sama sekali tidak dikenal dan sudah ia hina tadi siang.Wanita yang ada di hadapannya itu
Danisa terdiam saat mendengar apa yang Daren katakan padanya barusan. Rumah Sakit? untuk apa juga Daren mengajaknya ke rumah sakit? Atau jangan jangan … Pikiran Danisa seketika berpikir jika sang atasan sedang sakit. Hingga akhirnya Danisa menoleh cepat karena khawatir jika memang apa yang terlinas dalam benaknya itu benar adanya. “Pak,” panggil Danisa cepat. Daren yang sedang mengemudi mobilnya itu hanya menjawab dengan deheman singkat.Masih fokus pada jalan di depannya, pria tersebut bahkan sama sekali tidak menoleh pada Danisa yang sudah memanggil. “Bapak sedang tidak sakit kan? Setahuku selama ini Bapak baik-baik saja,” Tanya Danisa yang tiba-tiba cemas dengan atasannya tersebut.“Ck. Aku kira aku orang penyakitan,” jawab Daren melirik sinis. Pada wanita yang sedang duduk di kursi penumpang di sampingnya itu.“Ish, aku hanya bertanya. Karena sejak bekerja dengan bapak selama ini yang aku lihat Bapak tidak pernah sakit dan terlihat baik-baik saja.” Danisa kembali menjawab, d
Manusia Menyebalkan ~ Reno“Terima kasih, Bapak sudah antara saya,” ujar Danisa saat mobil yang membawanya itu menghentikan laju tepat di lobi apartemennya. “Hm. Persiapkan dirimu. Pagi jam delapan aku jemput.” Sebelum Danisa benar-benar meninggalkan mobilnya, Daren kembali berpesan pada wanita tersebut.Danisa yang mendengar pesan dari Daren membola malas. Dirinya bukan orang yang pelupa, hingga harus diingatkan terus-terusan. “Ingatan aku masih bagus, Pak. Kalau aku pelupa, tidak akan bisa tiap hari aku akan mengingatkan scedule yang bahkan harus me-rescedule jadwal bapak yang sering bapak minta untuk diganti mendadak.”“Aku hanya mengingatkan, Danis.” Daren menatap datar wanita yang sedang memegang garang pintu mobilnya. Wanita ini selalu bisa menjawab. Daren yang berkata satu kalimat, harus dijawabnya beberapa kalimat oleh Danisa. “Iya, Bapak. Dan aku juga berharap agar Bapak tidak melupakan jika Aku ini cerdas.”Danisa melebarkan senyumnya, menunjukan deretan gigi putihnya y
Danisa menghempaskan tubuhnya langsung ke atas ranjang. Suasana hatinya menjadi semakin tak baik-baik saja saat bertemu dengan Reno yang sudah berhasil merusaknya. Danisa berpikir, apa dirinya harus pindah dari apartemen ini? Tapi, bila satu tahun sudah dibayarkan. Akan membutuhkan banyak uang lagi jika dia harus pindah. “Aku lupa, bukankah sebentar lagi aku akan menikah. Pasti aku akan tinggal di rumah mewah Pak Daren. Jadi aku tidak akan jumpa lagi sama Reno yang menyebalkan itu.” Danisa menepuk keningnya sendiri, saat teringat dirinya seminggu lagi akan menikah dengan Daren- atasannya sendiri. “Apa mungkin, Nyonya Riana akan menyiapkan secepat itu rencana pernikahannya?”Mendadak Danisa menjadi ragu, saat mengingat cepat itu waktu yang disampaikan oleh Nyonya Besar Riana itu. “Ah, ngapain harus pusing. Bukankah tadi Nyonya Riana bilang jika aku tak perlu memikirkan persiapan pernikahan. Karena dia sendiri yang akan melakukannya.” Danisa memilih bangkit dari atas ranjang, dia