Urusan gaun sudah usai. Daren selalu setuju dengan keputusan mamanya tersebut. Sedang Danisa, dia kembali beraktivitas seperti semula. Waktu yang mereka butuhkan untuk pesta yang Riana buat semakin dekat. Dua hari lagi, mereka akan melangsungkan pesta yang akan Daren dan Danisa lakukan. Tetapi, Riana sangat kesal, saat mendapati putranya itu terus saja pulang larut malam. Hari ini, Riana yang memang selalu menunggu kepulauan sang putra. Selayaknya seorang istri menunggu kepulauan suaminya. Akan tetapi, kali ini yang Riana lakukan bukan untuk suaminya. Dia menunggu kedatangan putra kesayangannya yang sudah berbuat banyak padanya hanya untuk kebahagiaannya semata. Kini, waktu sudah menunjukkan tepat pukul sebelas malam. Riana belum kunjung mendapati sang putra kembali ke rumahnya. Dia sangat cemas, Daren yang belum kembali. Membuat dia berpikir jika Danisa pun akan sama pulang di jam yang sama dengan putranya itu. Hal itu semakin membuat Riana menjadi gemas. Karena khawatir jika
Sambutan pertama yang Daren dapatkan setiba di rumah adalah tatapan tajam dari sang mama yang tengah menunggu kehadirannya. Waktu yang sudah malam, pernikahan yang tinggal menghitung hari masih membuat Daren harus bekerja hingga larut malam. Kesal dan cemas, pasti itu dirasakan oleh Riana. Namun, kekesalannya itu semakin meningkat kala mendapati Daren kembali dalam keadaan kusut dan menyetir mobilnya seorang diri. “Kau bandel sekali, Daren. Bukankah sudah berulang kali mama bilang, jika kau pulang larut. Pulanglah bersama Leo!” Bukan nada sambutan ramah yang Daren dapatkan. Melainkan sang mama yang biasa sayang dan ramah padanya. Kali ini berubah galak selayaknya seekor singa yang mengaung hendak memaksa mangsanya. Daren harus bersabar, kala mendapati sikap mamanya dalam mode cemas berlebih. Dia tahu, tidak pernah menginginkan kehilangan karena hanya dirinya yang dimiliki di negara ini. Daren menghela nafas panjang, kemudian menghembuskan secara perlahan. Dia harus berusaha mena
Malam yang semakin larut, Daren baru saja keluar dari kamar mandinya dengan celana selutut dan bertelanjang dada. Setelah menaruh asal handuk yang dikenakannya untuk mengusap rambut basahnya. Daren memilih mengambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas untuk menghubungi seseorang.Panggilan pertama, kedua, ketiga belum juga diangkat. Dan berhasil membuat Daren membuang kasar nafasnya karena sedikit kecewa, sebab panggilan telepon yang dia lakukan tidak diangkat.Dia melirik pada jam yang menempel pada dinding kamarnya, menunjukkan waktu yang sudah pukul 12.00 malam. Menyadari waktu yang sudah tidak sore, dia pun menghembuskan nafas kasarnya.“Pasti sudah tidur. Makanya dia tidak angkat panggilan teleponku,” kata Daren ketika tersadar waktu yang sudah sangat larut. Baru saja Daren hendak meletakkan ponselnya. Benda pipih itu sudah berdering, menunjukkan nama seseorang yang sebelumnya sempat ia hubungi.“Bapak ada apa hubungi aku?” Tanya seorang wanita di seberang panggilan yang
“Apa semua sudah siap?” Tanya Riana saat melihat sebuah gedung pernikahan yang sudah dihiasi rapi pada sebuah hotel mewah di pusat kota Singapura. Riana sangat puas, saat melihat hasil kinerja pihak WO yang sudah bekerja dengan sangat baik tersebut.Meski waktu persiapan yang dilakukan oleh mereka sangatlah singkat. Dengan banyaknya uang yang ia gelontorkan, mampu membuat semua yang ia inginkan itu berjalan sesuai dengan yang ia harapkan dengan sangat mudah. Menatap ke sekeliling area. Senyum wanita yang masih sangat cantik itu merekah memindai ke segala penjuru atas keindahan dan kemewahan yang tersaji dari setiap desain dekorasi yang begitu sempurna. Semua mata yang memandang pasti akan dibuat takjub dengan pesta dadakan yang dibuatnya ini. Victoria, salah satu pihak WO terbaik yang ada di kota itu menatap kehadiran Riana yang sudah berdiri tepat di sampingnya.Victoria dapat melihat, kekaguman yang terpancar dari kedua mata Riana saat memindai hasil dekorasi oleh anak buahnya t
Langkah Daren terhenti saat mendengar bisik-bisik percakapan tamu yang datang di acara pernikahannya tersebut. Menatap dari belakang, Daren sama sekali tidak mengenal wanita yang sedang membicarakan dirinya itu. Wajar Darem tidak mengenal tamu yang sedang membicarakan dirinya itu. Karena memang Daren yang sama sekali tidak pernah mau tahu dengan wanita mana pun. Bahkan. Karya wanita yang dia kenal dan sering beriteraksi dengannya saat di kantor hanya Danisa. Sedang karyawan yang lain, Daren sama sekali tidak pernah peduli. Hanya melihat wajah, setelah itu Daren sama sekali tidak pernah tertarik dengan yang lain. Jika karyawan wanita menyapa, jangankan menjawab. Bahkan Daren sama sekali tidak melirik sama sekali. Jadi, hal wajar jika Daren tidak mengenal karyawan wanita yang bekerja di perusahaannya tersebut. “Pak,” panggil Leo. Panggilan yang Leo lakukan berhasil mengalihkan perhatian para wanita yang sedang bergunjing tentang Daren. Daren tahu siapa yang memanggil, ia pun menj
Acara berlangsung dengan sangat sakral. Tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang berlangsungnya acara pernikahan tersebut. Semua tamu undangan yang hadir, terenyuh dalam keheningan berlangsungnya ijab kabul yang Darren ucapkan untuk Danisa. Meski hanya sebatas nikah kontrak. Tapi, Riana menyiapkan semuanya dengan sangat baik. Bukan hanya pemuka agama yang hadir. Karena memang Riana yang tidak tahu perjanjian yang terjadi antara Riana dan juga Danisa. Semua dokumen yang Riana pinta pun turut ada sebagai pelengkap sebuah pernikahan yang dilangsungkan untuk beda negara tersebut. “Selamat ya, Sayang. Mama sangat bahagia sekali hari ini. Keinginan terbesar mama untuk melihat Daren menikah sudah terlaksana,” kata Riana pada sang putra kesayangan. Bukan hanya kesayangan, karena yang Riana punya sebagai keluarga adalah Daren seorang setelah penghianatan yang dilakukan oleh sang suami sebelumnya. Riana memeluk sang putra penuh kelegaan. Begitu juga Daren, dia membalas pelukan sang mama
“Tamu sudah mulai kembali. Sebaiknya kau naik ke kamar yang sudah mama siapkan. Kau pasti lelah melewatkan hari panjang ini,” kata Riana pada Danisa saat tamu yang hadir mulai pamit undur diri dari pesta mewah yang ia buat. Daren dan Leo terlihat masih berbincang dengan Mr. Alex dan Mr. David.Keduanya adalah partner kerja yang solid bagi Darren dalam hal pengembangan perusahaan masing-masing. “Tapi Daren belum naik, Ma. Dia masih berbincang dengan temannya. Tak enak, kalau aku naik duluan,” jawab Danisa. Dia melirik di mana Daren sedang berbincang. Merasa tak nyaman kalau harus ke kamar hotel lebih dulu. Maka Danisa memutuskan untuk menunggu pria yang sudah sah menjadi suaminya tersebut. Suami sesungguhnya bagi Riana. Tetapi bagi Danisa adalah suami kontrak 10 miliar selama 9 bulan nanti lamanya. Yakin sekali jika proses yang akan mereka jalani nanti akan berhasil. Bahkan Danisa masih khawatir, jika program yang akan mereka lakukan tidak sesuai ekspektasi. “Justru karena Daren
Tangan Danisa menjadi ragu, mengulur untuk mengambil salah satu pakaian yang menggantung di dalam lemari tersebut. Matanya membulat sempurna saat mendapati model baju lingerie kehabisan bahan yang ada di dalam lemari itu semua. Dari yang berwarna marun, dengan model yang sangat transparan dengan tali kecil yang menggantung di bahu. Banyak sekali model yang ada di dalam lemari tersebut. Tetapi mengapa tak ada satupun yang bisa membuatnya nyaman untuk tidur. Memang hal biasa di menggunakan pakaian setengah bahan jika sedang di kamar atau di apartemennya seorang diri. Yang menjadi masalah Danisa kali ini adalah dia yang harus satu kamar dengan Daren, suaminya. “Mana mungkin aku harus tidur dengan pakaian seperti ini dengan Pak Daren? Pasti Nyonya Riana melakukan ini semua karena berpikir dengan menggunakan pakaian seperti ini dengan harapan agar aku dan Pak Daren bisa langsung malam pertama dan cepat punya anak,” kata Danisa berguman pada dirinya sendiri. Meski dengan kesal, tanga