Setelah selesai periksa, mereka memilih untuk makan di kantin rumah sakit. Reisa sudah kelaparan jika harus menunggu pulang atau makan di luar. Sehingga, dua mangkuk soto kini tersaji di meja. Juga, ada bakso, sosis bakar, kentang goreng, dan segelas besar es jeruk. Andra hanya mengusap dada ketika melihat pesanan sebanyak itu. Dia tak menyangka jika sang istri akan menghabiskan semua dalam sekejap. "Lu yakin mau lahiran di sini?""Aku udah cocok sama dokter Andini.""Rei, ntar kalau adek lahir, lu maunya kita gimana?"Andra memberanikan diri untuk bertanya. Berbulan-bulan dia memendam rasa galau tentang masa depan mereka. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk menanyakan itu."Aku belum tau." Reisa menatap Andra dengan lekat. Sejujurnya dalam hati, ada sedikit rasa yang mulai tumbuh untuk laki-laki itu. Namun, bertemu dengan Dimas tadi membuatnya meragu.Pertemuan mereka tadi mungkin merupakan takdir Tuhan. Namun, bisa menjadi sebuah pilihan hidup atau cobaan yang baru. Dim
Paviliun Gemma, lantai tiga kamar nomor tiga nol lima, dua hari pasca persalinan.Pintu kamar tempat Reisa dan bayinya dirawat terbuka. Mereka keluar ruangan dan bersiap-siap untuk pulang. Selama persalinan di rumah sakit, dia ditemani banyak orang, termasuk Sarah.Dalam kondisi seperti ini, keluarga memang tempatnya pulang. Selama ini mereka mungkin sibuk dengan aktivitas masing-masing dan jarang berkirim kabar. Sehingga mungkin silaturahmi menjadi sedikit renggang. "Mau pulang ke mana ini, ke rumah papa atau ke rumah Andra?" Wisnu bertanya saat melihat putrinya kebingungan menentukan pilihan."Ke rumah ... papanya adek," jawab Reisa malu-malu. Suaranya lirih bahkan hampir tak terdengar. Andra tertawa kecil. Kini laki-laki itu tahu bahwa dialah pemenangnya. Mereka saling berpandangan kemudian tersenyum. Wisnu mengangguk dan menepuk bahu Andra dengan cukup keras lalu berpesan. "Jaga Reisa baik-baik ya, Ndra. Om percaya padamu." Andra mengangguk, mengiyakan dan menyanggupi apa yan
Dua pasang mata itu saling bertatapan. Tidak ada rasa ragu dalam hati mereka. Momen inilah yang paling ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk kedua calon pengantin. "Ananda Andra Hardian. Aku nikahkan dan kawinkan engkau, dengan putri kandungku Reisa Andriana dengan mas kawin sebuah cincin emas ... tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Reisa Andriana binti Wisnu Anggara anak kandung bapak, dengan mas kawin sebuah cincin emas tunai!" Dalam satu tarikan napas, susunan kalimat itu lancar Andra ucapkan saat menggenggam erat tangan Wisnu. "Gimana para saksi? Sah?""Sah!"Begitulah para saksi berkata. Semua orang mengucap syukur atas kelancaran ijab kabul hari ini. Para keluarga bahkan berkumpul untuk menyaksikannya. Setelah bayi mereka lahir, semua telah menyetujui bahwa mereka akan menikah. Tempat pelaksanaanya telah disepakati yaitu di rumah yang ditempati sekarang agar si bayi tidak rewel karena harus beradaptasi dengan suasana baru. Rendra Putra. Itulah nama yang diberikan un
Andra menggeliatkan tubuh saat sinar matahari masuk melalui celah jendela. Rasanya dia tidak mau beranjak dari peraduan. Nyenyak sekali tidurnya setelah semalaman banyak menghabiskan tenaga untuk memadu kasih dengan Reisa.Perlahan Andra membuka mata. Tampaklah seraut wajah cantik berdiri di hadapannya sembari membuka gorden. Matanya melirik jam di dinding yang jarumnya menunjukkan angka sembilan. Ternyata dia bangun kesiangan kesiangan hari ini."Bangun, Ndra." Reisa mendekati Andra di sudut tempat tidur sembari mengusap rambut suaminya yang terjuntai di kening, lalu menepuk pipinya berulang kali. Andra meraih tangan istrinya, mengecupnya lembut. "Males. Enakan rebahan. Main perang-perangan sama lu," jawab Andra asal. Benar, dia memang masih mengantuk. Tubuhnya terasa pegal. Jika boleh memilih, boleh dia ingin tidur saja seharian.Mendengar ucapan suaminya tadi, Reisa tertawa geli. Sepertinya sangat mustahil mengharapkan Andra akan berlaku romantis kepadanya seperti di cerita lain
Andra membuka pintu ruangannya lebar-lebar. Seorang lelaki paruh baya masuk bersama dengan seorang wanita cantik. "Christian.""Andra." Mereka berdua berpelukan. Lama tak berjumpa, terakhir kalinya waktu opening restorannya waktu itu. Andra sempat memperkenalkan Reisa kepada semua rekan bisnis dan kenalannya. Namun, buru-buru pulang karena ada bisik-bisik yang tak enak didengar, sehingga wanita itu tersinggung. "Sama siapa?" tanya Andra saat melihat sosok cantik mengekori Christian. "Helena. Saya sepupunya Christian," ucap gadis itu sembari mengulurkan tangan. "Andra," jawabnya sembari menyambut tangan itu. Helena merasa senang saat jemari mereka bertautan. Wanita itu sengaja berlama-lama menggenggam jemari Andra dan tak mau melepaskannya begitu saja. "Ehem." Christian yang sejak tadi memperhatikan mereka mulai memberikan kode. Lelaki itu melihat bahwa Andra merasa tidak nyaman jika diperlakukan berlebihan seperti itu, sehingga menegur Helena. "Ayo, kita ngobrol dulu." And
Susi, salah satu asisten rumah tangga mereka, berulang kali menggosok bekas noda di baju majikan mereka tidak juga hilang. "Mpok Nah. Ini gak bisa ilang.""Ah masa?""Tuh, liatin dah. Dari tadi aye kucek, masih nempel aja.""Apaan ntu?" tanya Inah sembari melihat ke arah baju yang disodorkan oleh Susi. "Nih, ada noda bekas apaan gitu. Baju Den Andra, kagak bisa ilang," jelas Susi. Inah mengambil baju itu, lalu memperhatikannya dengan seksama. Memang benar ada bekas samar tetapi tetap saja terlihat jelas. "Ini bekas apaan, yak?" tanya Inah."Taulah. Aye juga kagak ngarti." Susi mengangkat bahunya. Tangannya beralih ke mengambil pakaian lain, memasukkan satu persatu ke dalam mesin cuci. Lalu memberikan detergen dan memencet beberapa tombol untuk mengatur lamanya proses pencucian. Mesin itupun bergerak otomatis. "Ntar dibawa ke londri aja kali yak. Biar si Nok yang anter. Ini pan baju kerja Aden."Inah meletakkan bajunya ke ember dan memisahkannya dengan pakaian lain."Iye, Mpok. Di
VINZ ICE CREAMDi sinilah Reisa berada, duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang sudah familiar baginya. Lelaki yang tadi tak sengaja ditabrak saat turun dari eskalator. Dimas sedikit memaksa untuk menemaninya makan siang. Padahal Reisa sudah tidak berselera untuk makan. Bahkan makanan yang tadi dibungkus untuk dibawa pulang, mungkin saja sudah dingin dan rasanya kurang enak. Reisa mengaduk minumannya untuk menutupi rasa gugup. Segelas Bubble Drink menjadi pilihannya, bersama dengan seporsi French Fries. Dia menyeruputnya sedikit demi sedikit supaya tidak cepat habis. Sepertinya perbincangan mereka akan berlangsung lama."Kok diem aja? Lu malu sama gue?" Dimas tersenyum melihat tingkah wanita dihadapannya. Reisa seperti orang linglung dan tak tahu harus berbuat apa. "Eh, enggak."Gesture tubuh Reisa sangat kentara sekali. Dia terlihat salah tingkah dan malu."Gimana kabar?" tanya Dimas."Kali sekeluarga sehat," jawabnya. Mendengar itu, raut wajah Dimas berubah. Dalam benak lela
"Kamu tadi ke kantor?" tanya Andra. Tangannya bergerak membuka dasi, lalu kancing baju. Dia memasukkan baju kotor ke dalam keranjang di kamar mandi, yang terhubung langsung dengan kamar mereka. "Iya."Andra menuang segelas air putih dan meminumnya pelan. Matanya menatap lekat ke arah Reisa untuk melihat situasi. Nampaknya suasana hati sang istri sedang tidak baik saat ini. Nada suaranya ketus dengan wajah masam."Kok gak bilang gue?" Andra meletakkan gelas di nakas, lalu mengambil ponsel dan membalas pesan yang masuk. Hari ini dia mengabaikan semua panggilan telepon, bahkan dari istri sendiri. Christian adalah pelanggan tetap hotel mereka. Budget yang dia keluarkan untuk acara tahun ini tidak sedikit. Jadi, Andra memilih untuk turun tangan langsung dalam mengerjakannya. Dia tidak mau main-main kali ini. Service terbaik akan mereka berikan agar tidak mengecewakan. Jika selesai nanti, Andra ingin membawa anak istrinya bertamasya ke sesuatu tempat. Dia sudah merencanakan semuanya.