Leon menatap Kevan dengan kening berkedut. Leon merasa tidak senang saat Kevan memerintahnya sesuka hati. Akibatnya, Leon menolak tegas. "Kenapa harus saya, Van? Kan bisa suruh orang lain aja!"Seumur hidupnya, Leon tidak pernah menerima perintah dari siapapun. Apalagi yang memberikan perintah hanyalah seorang Kevan yang dipandang rendah oleh Leon. "Paman, masa gitu aja harus aku jelasin?"Kevan menatap Ziyad sambil menunjuk Leon dengan dagunya. Sikap arogan Kevan membuat Ziyad terheran-heran."Tuan Leon, Anda kan sekarang Presdir Hanindra Orion Dreamland. Anda tau, kan?Perusahaan Wijaya Corp pemasok furniture berbahan kayu. Maka secara otomatis, semua kerja sama yang berkaitan sama Tuan Miguel jadi tanggung jawab Anda langsung."Leon tersentak. Dia teringat rapat dewan komisaris tempo hari. Semua yang dikatakan oleh Ziyad benar adanya.Leon adalah seorang Presiden Direktur Hanindra Orion Dreamland. Di mana dia adalah pemegang tampuk kekuasaan anak perusahaan HHC yang bergerak di bi
Angga datang dengan 6 orang petugas keamanan. Mereka semua menatap Kevan dan menunggu perintahnya."Tuan Muda, semua satpam udah di sini," kata Angga. Kevan mengangguk. Tapi dia tidak memberikan perintah."Aku masih punya hadiah buat mereka berdua. Tunggu sebentar lagi!"Angga dan semua satpam mengerti. Kemudian, terdengar beberapa orang berceloteh."Masa iya sih, Bu Nulla mantan pacar Tuan Muda Kevan?!""Iya, ya ... rasanya aku nggak percaya! Tuan Muda Kevan pasti punya kriteria pacar yang sempurna.""Bu Nulla pasti ngaku-ngaku!""Itu bener. Aku serius. Mana ada sih Tuan Muda yang milih pacar asal-asalan? Nggak cantik, nggak jelas latar belakangnya dan punya skandal panas pula!"Semua itu adalah tanggapan beberapa orang. Semua orang di ballroom tidak percaya dengan ucapan Nulla yang menurut mereka terlalu mengada-ada. Kevan puas mendengarnya. Itu artinya, reputasi Nulla sudah hancur. "Eh, Bu Nulla! Kamu nggak waras, ya? Segitunya mau naik kasta atas sampai buat kebohongan. Apa kamu
Kevan berhasil membuat nama baik Miguel rusak di depan umum. Dia tidak berhenti mencecar Miguel."Apa Pak Miguel mau menepis semua bukti yang terpampang jelas di video?" tanya Kevan.Kevan tersenyum lebar. Dia melihat Miguel tidak berdaya.Nulla tidak diam saja. Nulla emosi. Dia mengangkat gaunnya, lalu berjalan menuju Kevan. Sesampainya di depan Kevan, Nulla mengangkat tangan kanannya. Semua orang yang berada di sekitar Kevan langsung mengambil sikap. Ziyad segera menangkap tangan Nulla, lalu memegangnya kuat-kuat. "Bu Nulla, jaga sikap Anda! Jangan buat malu diri Anda sendiri!" Ziyad menegur Nulla dengan keras. "Mau nampar aku?!" tanya Kevan, dia menatap Nulla dingin sambil tersenyum sinis. "Berani banget kamu, Nulla Hanifah!"Seolah tidak peduli lagi dengan reputasinya, Nulla berteriak di depan wajah Kevan. "Kevan, kamu bener-bener keterlaluan! Kamu udah kelewat batas!"Nulla adalah sekretaris andalan Miguel. Maka sudah seharusnya dia berpihak pada Miguel. Itulah yang dilakukan
Kevan melihat Miguel melangkah pergi. Dia dengan tenang mengambil sikap tegas.Kevan berteriak, "Kamu mau ke mana, Pak Miguel?! Kamu nggak akan bisa kabur. Karena semua akses ke luar dari hotel ini udah ditutup."Usai Kevan berteriak, Martinus pun memberikan perintah kepada anak buahnya. "Sekarang!" serunya. Seketika itu juga, muncul seorang pria berpakaian rapi mencekal pergelangan tangan Miguel. Tanpa disadari, pria itu sejak tadi sudah berada di dekat Miguel. Dia adalah seorang intel atau polisi reserse yang menyamar dan berbaur diantara para tamu.Semua orang mengalihkan perhatian kepada Miguel. Pewaris tunggal keluarga Wijaya tersebut pun pasrah. "Bawa dia ke kantor polisi sekarang!" perintah Martinus selanjutnya. "Siap, Jenderal!" seru polisi reserse tersebut. Lagi, Kevan berteriak sambil menunjuk Nulla. "Bawa cewek itu juga!" Martinus hampir saja lupa dengan Nulla. Untungnya, di dekat Nulla ada satu polisi reserse lagi. Polisi itu segera memegangi pergelangan tangan Nulla.
Julian dan Livy sudah menginjakkan kaki mereka di bangunan mansion utama. Mereka berada di halaman depan. Livy membuka dan memakai kacamata hitamnya berulang kali agar bisa memainkan kedua mata indahnya. Dia melihat-lihat bangunan megah nan cantik sambil sesekali mengucapkan kata-kata takjub. Karena yang Livy tahu, semua ini adalah milik Kevan Hanindra. Livy berseru memuji rumah besar Kevan. "Julian, rumah Kevan bagus banget! Suasananya masih asri dan banyak bunga di sini. Cantik banget."Ismail datang tergopoh-gopoh menghampiri sepasang suami istri keluarga Hanindra. Namun begitu berdiri di hadapan Julian, dia justru terdiam dan wajahnya berubah murung. Ismail tahu, kedua orang itu bukanlah orang biasa. "Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Anda berdua cari siapa, ya?" tanya Ismail dengan logat Sunda yang kental.Ismail mencoba untuk bersikap lembut dan sopan kepada kedua tamu tersebut. Karena memang sifat aslinya seperti itu. Ismail diam-diam berpikir. 'Apa mereka berdua ini majikan
Mata bulat Ciara melotot. Dia tidak percaya dengan perkataan Livy. Karena pada dasarnya, Ciara tidak pernah percaya pada perkataan orang asing. Dia memilih untuk percaya pada ucapan yang ke luar dari mulut Kevan sendiri."Kenapa?! Kamu nggak percaya?!" Livy tahu Ciara ragu dengan semua perkataannya. "Mau liat buktinya, nggak? Saya ada banyak buktinya."Livy mengeluarkan handphone canggihnya. Dia mengutak-atiknya sebentar. Sementara itu, Ciara menahan diri untuk tidak terlibat emosi. Dia juga menahan dadanya yang mulai terasa sesak. Ciara memainkan pikirannya. 'Kuat! Aku harus kuat! Aku yakin, Kak Kevan nggak kayak gitu. Karena Kak Kevan tuh cowok baik-baik. Aku inget banget, dia sendiri yang bilang mau nikahin aku kalo urusannya udah selesai.' Ismail mengambil alih kursi roda Rudi. Dia berhasil menenangkan hati Rudi dengan baik. Sedangkan Bima memainkan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Kevan. Namun, ponsel Kevan tidak aktif. Bima tidak kehabisan akal. Dia mulai mengetik pesan si
"Dokter Erisa!" Bima berteriak memanggil dokter pribadi Ciara. Terdengar langkah beberapa orang berlari menuju ruang tamu. Mereka adalah Erisa dan Lily Amira. Begitu melihat wajah pucat Ciara, Lily bertanya, "Nona, kenapa?" Lily panik. Namun, tidak dengan Erisa. Dia mencoba untuk tenang. Erisa memeriksa Ciara. Lalu, menoleh kepada Lily. "Sus, tolong ambil obat jantung Nona sekarang!"Lily berlari menuju kamar tidur Ciara. Kesempatan itu digunakan Julian dan Livy untuk menyerang Ciara lagi. Julian berdiri, lalu berjalan menuju Ciara. Dia mengeluarkan selembar cek dari saku celana. Kemudian, melemparkannya kepada Ciara."Apa ini?!" Felicia mengambil cek yang terjatuh di paha Ciara. "Rp 20 miliar?! Apa maksudnya, Tuan?!"Ciara menahan rasa sakit pada jantungnya. Pikirannya dipenuhi bayang-bayang Kevan. Dia percaya bahwa Kevan tidak seburuk apa yang dikatakan Julian dan Livy. Namun setelah melihat semua bukti, timbul keraguan di hati Ciara.Ciara memikirkan Kevan sepenuhnya. 'Sekaran
Ciara masih bergelut dengan pikirannya. Antara percaya dan tidak, tetapi ucapan paman dan bibi Kevan terbukti. Julian dan Livy bukan sekedar mengumbar omong kosong. Namun, sepasang tamunya itu memberikan beberapa foto sebagai bukti bahwa Kevan memiliki beberapa teman perempuan yang Ciara yakin mereka ada selingkuhan Kevan.Bima menunjukkan sebuah video viral di internet kepada Felicia. "Maaf, Nyonya Felicia." Bima memberikan handphone kepada Felicia. "Cowok ini Kevan, kan? Saya udah lama lihat video viral ini. Tapi, saya sungkan nanya ke Kevan."Felicia dan Ciara bergegas melihat video di handphone Bima. Sesaat kemudian, mereka saling melempar tatapan kebingungan. Ciara terbengong-bengong. "Iya, dia Kak Kevan. Lokasinya di Universitas Golden Baubau, tepat saat hari wisuda Kak Kevan."Lokasi video viral tersebut memang benar di Universitas Golden Baubau. Kevan terlihat sumringah di hari wisudanya. Dia masuk ke sebuah mobil mewah bersama seorang laki-laki yang merupakan sahabat satu-sa