Share

Dikejar Pria Tak Dikenal

“Apa kau punya nomor telepon si putri keenam?”

[Aku akan mengirimkannya.]

Alan tampak khawatir. Sepertinya ia tidak bisa sampai tepat waktu ke lokasi ‘Gala Dinner’. Dengan sedikit improvisasi, ia mengirimkan pesan kepada Freya Hood untuk tetap di dalam gedung.

[Hei, maaf mengganggu. Tapi aku adalah kenalan ayahmu. Apa boleh aku meminta kepadamu? Tolong tetaplah di dalam gedung sampai aku tiba. Jangan sekali-kali keluar atau bercengkrama dengan orang asing. Kenapa? Karena kau dalam bahaya sekarang.]

Pesan itu sampai ke layar smartphone milik Freya. Perempuan itu membukanya di tengah-tengah keadaannya yang tidak kondusif.

Ia berpikir kalau orang yang mengirimkan pesan kepadanya adalah orang bodoh yang tidak tahu diri. Seenaknya saja orang asing yang tidak ia kenal menyuruhnya untuk tetap berada di dalam gedung.

“Menyebalkan! Sudah mengganggu, ditambah lagi dia telat datang dan menyuruhku untuk tetap di dalam gedung?! Maa saja, tapi aku bukanlah anak kecil yang bisa seenaknya diperintah!”

Mencoba untuk menenangkan diri, Freya tampak mengembuskan napas. Ia pun melanjutkan fokusnya pada supir mini Van yang mengajaknya jalan-jalan. Ia berpikir kalau dirinya sedang diculik. Supir yang berada di belakang kemudi adalah orang asing.

Tapi untungnya ia bukanlah perempuan cengeng yang berteriak ketika sedang diculik. Freya bergegas mengirimkan lokasi aktualnya ke asisten pribadinya. Ia meminta Rose, asisten pribadinya, untuk melapor ke pihak berwajib.

“Bukankah kita seharusnya berhenti di perempatan jalan tadi?” tanya Freya mengernyitkan dahinya.

Ia mencoba menahan emosinya. Tapi di tangan kanannya sudah ada botol air mineral ukuran satu liter yang baru diambil di kotak pendingin. Ia tampak bersiap-siap untuk memukul supir itu.

“Oh, maaf. Aku harus isi bensin dulu. Kita pasti akan kembali ke sana,” ungkap si supir.

“Pom bensin berada di pinggir jalan tadi. Saat ini kita sedang berada di jalan tol. Apa kau tidak bisa berbohong lebih baik lagi?” Freya mulai kesal.

“Oh, jadi kau sudah tahu. Maaf, tapi aku harus menculikmu; Freya Hood.” Supir itu tampak tersenyum.

Tapi Freya tidak tinggal diam. Ia mengayunkan botol air mineral itu ke kepala si supir. Tapi sebelum sempat melakukannya, supir itu sudah mengintip dari kaca dashboard. Ia membanting setir mobil untuk mengacaukan keseimbangan Freya. Dan itu pun berhasil! Freya goyah dan botol itu terjatuh.

“Brengsek!” Freya langsung mencekik supir itu dari belakang untuk menghilangkan fokus menyetirnya.

“Ku–kurang ajar! Lepaskan!” Supir terpaksa membanting setir ke kiri dan membuat mobil masuk ke area hijau di pinggir tol.

Perlahan mobil menabrak pepohonan dan membuat supir itu terbentur gagang setir mobil. Untungnya Freya bisa menahan benturan yang lumayan keras itu.

“Si–sial….” Ia berusaha menarik pintu samping dan keluar dari dalam mobil. Jalannya tampak sempoyongan.

Dari kejauhan tampak ada satu mobil mini Van berwarna hitam yang berhenti di pinggir tol. Ada beberapa orang berjas hitam yang turun dan menggenggam senjata api. Mereka mengerubungi Freya yang masih belum fokus.

“Freya Hood; putri dari Alexander Hood. Kau akan membayar apa yang dilakukan oleh ayahmu terhadap adik kandung bos kami!” Pria itu tampak bicara dengan nada tinggi.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti sama sekali.” Freya tidak paham dengan ucapan pria aneh yang mengenakan kacamata hitam itu.

“Kau akan mengerti setelah ikut dengan kami!” Ia memerintahkan beberapa orang lagi untuk menyeret paksa perempuan itu.

Tapi…

Ketika Freya hendak diseret, tiba-tiba sebuah mobil berwarna silver masuk menerobos area hijau di pinggir jalan tol. Mobil terus melaju hingga menabrak sebagian orang berjas hitam. Saat pintu mobil bagian depan terbuka, Freya melihat sosok lelaki yang tampak asing.

“Hei, masuklah.” Alan Dominic berhasil tepat waktu.

“Siapa kau?!” Freya enggan masuk ke dalam mobil.

“Masuk saja! Atau kau ingin mati di sini?!” Alan berteriak. Ia memaksa perempuan itu.

“Oke, fine!” Akhirnya Freya menurut.

Alan memacu mobilnya dengan cepat tanpa pedulikan para pria berjas hitam yang mencegat jalannya. Ia tidak segan-segan menabrak mereka. Mobil sport itu pun kembali ke jalan tol. Alan menancap dalam-dalam pedal gas agar bisa kabur dari kejaran para pria berjas hitam itu.

“Oke! Aku mulai kesal! Siapa kau? Dan siapa mereka?!” Freya membentak lelaki di sampingnya.

“Aku adalah orang yang mengirimkanmu pesan tadi.” Alan menoleh ke arah perempuan yang tampak sedang gusar.

“Oh, jadi kau orangnya! Tanpa adanya salam kenal atau menyisipkan nama, kau berani menyuruhku untuk tetap tinggal di dalam gedung?! Kau pikir aku apa? Anak sekolah dasar?!” Freya mengamuk.

Alan tampak terkejut. Ia menjadi pelampiasan perempuan itu. “Tenanglah dulu. Kita fokus dulu ke mereka.”

“Memangnya siapa mereka?” tanya Freya.

“Mereka hanyalah geng jalanan bernama Wolf Gang. Kami baru saja bentrok tadi malam dengan mereka. Mungkin karena alasan itu mereka marah,” ungkap Alan. Sesekali ia melihat kaca di atap tengah untuk melihat ke belakang.

“Wolf Gang? Maksudmu geng preman jalanan?” Freya asal menebak.

“Bisa dibilang begitu.” Alan menyalip beberapa mobil di depannya dan terus menjaga jarak lebih jauh dengan mobil Van hitam yang tadi berhenti di pinggir jalan.

“Apa kau suruhan ayah? Asistenku bilang bakal ada orang suruhan ayah yang datang menemuiku.” Freya asal menebak lagi.

“Kau benar. Aku suruhan ayahmu. Aku adalah Alan Dominic. Salam kenal,” jawab Alan.

Freya mulai sungkan untuk memulai pembicaraan. Ia lebih memilih mengabaikan Alan dengan tatapan dingin sambil melipat kedua tangannyanya di depan dada.

“Kita harus bicara dengan serius.” Tiba-tiba mobil berhenti setelah keluar lumayan jauh dari gerbang tol.

“Kau ingin bicara apa? Ingat statusmu! Kau hanya orang suruhan!” Freya menunjuk lelaki itu dengan telunjuknya.

“Ayahmu baru saja meninggal. Dia tewas malam tadi. Aku yakin kalau dia diracun oleh seseorang. Dan aku yakin itu bukan berasal dari anggota Wolf Gang yang kami bantai semalam. Ada konspirasi yang jauh lebih besar. Dan bila kau peduli, kau bisa ikut denganku untuk pulang.” Alan menceritakan semuanya.

“Pulang ke mana?” tanya Freya. Ia lebih peduli dengan tujuan ‘pulang’ yang dibicarakan Alan daripada berita ayahnya yang tewas.

“Ke tempatmu. Karena aku tidak punya tempat tinggal di kota ini,” ungkap Alan. Ia menatap perempuan di sampingnya dengan serius.

“Sebaiknya kau punya alasan yang bagus untuk dijelaskan di rumahku! Bila tidak, aku akan membunuhmu!” Freya mengancam.

“Bila aku tidak punya, aku tidak mungkin menyelamatkanmu,” sahut Alan kembali menyetir mobilnya.

“Cih! Kenapa jadi dia yang jutek?!” Freya bergumam dalam hati. Kedua matanya diputar sambil memalingkan wajahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status