Sejak awal, ia telah menghalangi sosok ketua mafia terbesar dan terkaya di negara Megapolis. Bahkan, ia mengatainya dengan kata ‘gembel’!
“Tu… Tuan… Maafkan ketidaktahuan saya…” Si pria langsung bersujud memohon ampun.Orang-orang yang ada di sekitar mereka menatapnya dengan aneh. Bagaimana bisa seseorang dengan tampilan jas mewah bersujud pada laki-laki berpakaian lusuh? Apa yang terjadi?“Jangan pernah lengah atas semua perintah atasanmu.…” Alan kembali menatap nametag pria itu, “Dovioso.”Ia menepuk pundak pria itu dan menatap sosok yang sejak tadi bergetar ketakutan sebab ulah bawahannya itu.“Segera antar aku ke mobil. Aku harus segera bertemu dengan putri-putri Alex!”Beberapa menit kemudian, Alan baru saja memasuki pusat kota Midway City.Untuk menuju ke acara itu, ia harus bersabar. Beberapa antrian kendaraan tampak berbaris di depannya. Sepertinya ia akan memakan waktu untuk bisa sampai di sana.“Sial!” Alan mencari jalur tercepat dari peta online.Tapi saat ia sedang sibuk mencari jalur, tiba-tiba Rahu menelepon. Rahu adalah kepala perwakilan kelompok mafia yang saat ini dipimpin oleh Alan.[Maaf, Bos. Aku baru mendapatkan kabar dari mata-mata kita di lokasi. Sepertinya ada yang ingin macam-macam dengan putri keenam dari ketua kita.]“Siapa mereka!?” tanya Alan seraya mengepalkan tangannya.[Mata-mata kita bilang bahwa mereka adalah salah satu geng setempat. Sepertinya berita kematian Hood dan identitas putrinya sudah tersebar.]“Oke. Aku akan bergegas. Sepertinya aku baru mendapatkan jalur tercepat untuk sampai ke sana.”Alan menutup teleponnya. Ia membanting setir ke arah trotoar di kanannya. Lelaki itu terus memacu mobilnya di atas trotoar hingga menyingkirkan para pejalan kaki.“Maaf, tolong minggir!” Alan memacu mobilnya dengan cepat. Ia sama sekali tidak peduli dengan keberadaan para pejalan kaki.***Lampu blitz kamera terus menyala menyoroti beberapa aktris dan aktor yang berjalan di tengah-tengah pagelaran Gala Dinner.Banner besar yang menjadi background acara itu tampak megah dan berisi tentang informasi film yang digadang-gadang akan menjadi film terlaris sepanjang sejarah.Salah satu aktris yang mengenakan gaun silver dan berambut panjang yang di cat putih tampak berpose di hadapan para wartawan dan photographer yang hadir.Ia tersenyum dengan gaya khas-nya. Tatapan matanya tampak sombong dan angkuh, tapi bibirnya terus tersenyum ke arah para wartawan dan fans.“Permisi, ada yang memberitahukanku, katanya ayahmu baru saja meninggal dunia,” bisik seorang wanita yang diduga asisten pribadi sang aktris.“Oh, biarkan saja. Dia tidak penting untukku,” ucap aktris itu.“Tapi sepertinya ada surat yang di screenshot oleh security griya tawang bahwa akan ada seseorang yang datang untukmu. Sepertinya dia adalah anak buah ayahmu,” jawab asisten itu lagi.“Coba saja dia datang. Aku pasti akan membunuhnya!” Aktris itu tersenyum licik sambil tersenyum di depan cahaya-cahaya blitz kamera.Seketika, sang aktris dikerumuni para wartawan yang berusaha bertanya padanya.“Freya, apa menurutmu film ini akan mengalahkan pendapatan yang dimiliki oleh film-film yang tayang bersamaan dengannya?” Seorang reporter dari acara TV terkenal sedang melakukan interview dengan artis papan atas; Freya Hood.“Tentu saja. Kami sangat yakin sekali. Film ini akan menjadi nomor satu di box office tahun ini. Lihat saja, pemain-pemain di film ini sungguh luar biasa. Bertabur bintang. Dan naskah yang dimilikinya pun sungguh fantastis. Aku berani menjaminnya film ini akan meledak,” ungkap Freya Hood; putri keenam Alexander Hood, yang memiliki profesi sebagai artis di industri film terbesar di negara itu.“Wah, Anda sangat percaya diri sekali. Baiklah, terima kasih untuk Freya Hood telah meluangkan waktunya berbincang dengan para pemirsa movie mania di rumah.” Reporter itu mengakhiri sesi interview. Ia mengucapkan terima kasih pada wanita muda yang masih berusia 25 tahun, sama dengan usianya Alan.Setelah berlama-lama di acara pergelaran Gala Dinner, Freya merasa lelah dan hendak kembali istirahat di salah satu mini Van yang disediakan oleh asisten pribadinya.Tanpa dikawal oleh penjaga yang disewa, ia pergi sendirian melewati beberapa orang dan masuk ke dalam mini Van. Perempuan itu menghela napas sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia menenggak sebotol air mineral dingin dari kotak pendingin yang ada di dekatnya.“Dasar norak! Mereka memuja para artis layaknya dewa?! Apa aku seperti dewa bagi mereka?” Freya terkekeh dengan licik. Penampilannya yang begitu seksi dan menawan menjadikannya artis terseksi tahun ini.Bibir lembut yang melekuk indah, tubuh ramping dan proporsional seperti model, rambut bergelombang panjang tergerai bebas ke bawah, lentiknya bulu mata, serta pupil mata yang berwarna biru tua, semua hal itu menambah kesempurnaan tubuh Freya Hood.Ia sangat menyombongkan dirinya soal bentuk tubuh. Tapi hal yang paling ditonjolkannya adalah kemampuan berakting di depan kamera. Freya tampak seperti orang lain saat kamera mulai mengambil gambarnya. Ia pintar sekali untuk persoalan akting itu.[Bos, kau sudah di mobil?]“Iya, aku sudah di sini. Lebih baik kau cepat ke sini. Apa masih ada acara lain yang harus dihadiri?”[Tidak ada. Semua sudah selesai. Beberapa artis juga sudah meninggalkan gedung.]“Bagus. Kalau begitu cepat kemari agar kita bisa pulang. Aku sudah rindu untuk berendam di bathtub mahalku.”Freya menutup panggilannya. Ia menunggu di dalam mobil sambil melihat beberapa berita tidak penting di sosial media.“Permisi, apa ini mini Van milik Freya Hood?” Tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu supir dan bertanya kepada perempuan itu.Freya tampak terkejut karena seharusnya mobil itu bersifat pribadi. Tapi orang asing itu menjelaskan kalau ia adalah pengganti supir sebelumnya yang tiba-tiba saja meminta izin pulang.Akhirnya, Freya mengizinkannya untuk menggantikan supir sebelumnya. Sejujurnya ia merasa tidak apa-apa karena itu merupakan salah satu pekerjaan asisten pribadinya. Ia tidak pernah ambil pusing.“Asisten pribadi Anda minta dijemput di perempatan jalan dekat gedung pergelaran. Sebaiknya kita segera ke sana,” ungkap supir itu.“Ya-ya-ya… silahkan saja.” Freya terus menunduk dan fokus pada layar smartphone miliknya.Mobil Van pun meluncur. Tapi ketika hendak melewati perempatan jalan yang diberitahu oleh si supir, mobil tidak berhenti. Ia malah terus melaju dan menjauhi titik temu yang dibicarakan sang supir.Freya yang merasa mobil melaju semakin cepat pun semakin curiga. Ia mencoba mengirimkan pesan ke asisten pribadinya.[Hei, kenapa supir barunya tidak menjemputmu?][Menjemputku? Aku tidak menyuruhnya untuk menjemputku. Aku sekarang justru sedang berada di tempat parkir. Kau ke mana? Kenapa mobil Van-nya tidak ada?]“Oh, shit!” Freya bergumam dalam hati.“Apa kau punya nomor telepon si putri keenam?”[Aku akan mengirimkannya.]Alan tampak khawatir. Sepertinya ia tidak bisa sampai tepat waktu ke lokasi ‘Gala Dinner’. Dengan sedikit improvisasi, ia mengirimkan pesan kepada Freya Hood untuk tetap di dalam gedung. [Hei, maaf mengganggu. Tapi aku adalah kenalan ayahmu. Apa boleh aku meminta kepadamu? Tolong tetaplah di dalam gedung sampai aku tiba. Jangan sekali-kali keluar atau bercengkrama dengan orang asing. Kenapa? Karena kau dalam bahaya sekarang.]Pesan itu sampai ke layar smartphone milik Freya. Perempuan itu membukanya di tengah-tengah keadaannya yang tidak kondusif. Ia berpikir kalau orang yang mengirimkan pesan kepadanya adalah orang bodoh yang tidak tahu diri. Seenaknya saja orang asing yang tidak ia kenal menyuruhnya untuk tetap berada di dalam gedung. “Menyebalkan! Sudah mengganggu, ditambah lagi dia telat datang dan menyuruhku untuk tetap di dalam gedung?! Maa saja, tapi aku bukanlah anak kecil yang bisa seenaknya diperint
“Jadi, ini adalah tempatmu?” Alan memarkir mobilnya di basemen sebuah gedung apartemen mewah di pinggir kota yang terkenal dengan griya tawangnya. “Jangan bicara. Aku benci laki-laki yang banyak bicara seperti wanita!” Freya melangkah meninggalkan lelaki itu dengan wajah sinis. Ia menuju ke lift yang ada di seberang mobil Alan yang terparkir. Setelah memacu jantung di jalan tol beberapa jam lalu, saat ini perempuan itu merasa kembali tenang karena sudah sampai di tempatnya. Ia juga meminta kepada asisten pribadinya untuk jangan ke unit griya tawangnya dulu. Ia butuh memperjelas keperluan lelaki aneh yang tiba-tiba datang mengaku sebagai orang suruhan ayahnya. Alan pun mengikuti perempuan itu untuk masuk ke dalam lift. Tidak ada pembicaraan. Keduanya saling menjaga jarak. Tampak di pantulan dinding lift yang terbuat dari cermin, keduanya saling mencuri pandang. Tapi mereka ragu untuk memulai pembicaraan.Lelaki itu takut mengganggu kenyamanan perempuan di dekatnya. Akhirnya yang ia
“Ini adalah tempatnya.” Dengan mengenakan earphone di telinga, Freya menghubungi lelaki yang sudah berada di belakang gedung tua. Ia pun juga baru tiba di seberang gedung itu. Dengan mobil Alan, ia mendekati pintu masuk gedung yang sudah dijaga oleh para pria berjas hitam. Mereka tampak kaku dan berbadan kekar. Tapi itu bukan masalah. Freya tetap masuk tanpa rasa takut. “Freya Hood… akhirnya kau datang juga.” Seorang pria agak lebih tua menyambutnya tepat di depan lobi gedung. Saat Freya turun dari mobil, ia melihat ke seluruh penjuru gedung. Tampaknya kacamata yang ia kenakan adalah milik Alan. Di setiap sisi sudut kacamata terdapat kamera kecil yang merekam dan melihat keadaan yang dilihat oleh Freya. “Aku akan masuk ke dalam gedung.” Setelah Freya memberitahu jumlah para mafia busuk itu, ia pun diajak masuk oleh si pria yang menyambutnya. Di sisi belakang gedung, Alan menyelinap menggunakan rompi anti peluru dan perlengkapan bersenjata lengkap. Ia seperti pemburu yang ingin me
“Ini rumah ibumu?” Alan terkejut dengan luasnya rumah ibu seorang artis. Mungkin luasnya bisa disamakan dengan luas lapangan bola. “Dia sangat suka berkebun dan membuat beberapa pendopo. Tidak mungkin, ‘kan aku memberikannya apartemen. Dia mungkin akan menggantung setiap tanaman di setiap sudut ruangan dan di balkon apartemen.” Freya teringat dengan awal pertama kali ia mengajak ibunya menginap di griya tawangnya. Banyak sekali tanaman yang diletakkan di setiap sudut unitnya. Perempuan itu mengajak Rose dan Alan masuk ke dalam. Tidak ada penjaga di gerbang masuk. Tidak ada bodyguard yang berjaga di setiap sudut rumah. Lelaki itu merasa Freya terlalu santai. Bahkan sebagai seorang artis, ia tidak memiliki bodyguard untuk mengawalnya. Klek!“Freya?” Fanny; ibu di artis menyambut mereka.Alan menelan ludah, namun cepat-cepat ia membuang pandangannya dari sosok perempuan paruh baya yang cantik itu.Bagaimana tidak, di usianya yang sudah menginjak kepala 5, wajahnya masih begitu cantik.
“Freya, to–tolong hentikan.” Alan menelan salivanya. Denyut jantung yang semula berirama santai tiba-tiba berpacu cepat. Perempuan itu melepaskan genggaman Alan pada tangannya dan kembali meraba dada lelaki itu yang hanya berbalut kaos tipis saja. Gerak tangan perempuan itu sungguh meninggalkan jejak yang membuat Alan terus menatap bibir Freya yang terus terbuka kecil. Tanpa peringatan, Freya berjinjit untuk menyamai tinggi Alan yang jauh diatasnya. Ia terus melihat bibir Alan yang tampak mungil dan tenang. Sambil melingkarkan kedua tangannya ke belakang pundak lelaki itu, Freya mencoba mengendus sedikit harumnya leher Alan. Saat ia ingin menuju ke bibir mungil itu, dengan sigap Alan memalingkan kepalanya. Mata Freya membesar sambil menghentikan aksinya. Ia melihat ekspresi Alan yang tampak tidak peduli padanya. “Sebaiknya kau segera tidur. Aku juga akan kembali ke kamarku.” Lelaki itu melepaskan genggaman tangan Freya yang masih memeluk erat dirinya dengan perlahan. “Apa aku tid
“Kau akan menyesal telah menodongkan pistol itu,” ungkap Alan. “Aku tahu kau berasal dari gangster Falsehood.” Pria itu mendekatkan dirinya ke Alan. Ujung pistol semakin mendesak punggung lelaki yang tampak tenang. “Baiklah, terserah kau saja.” Alan membuang napas panjang. Lelaki itu mulai berbalik dengan cepat dan menepis lengan pria yang menodongkan pistol dengan begitu cepat. Gerakan mengelak Alan disertai dengan serangan cepat ke arah leher pria yang mulai kehilangan keseimbangannya. Belum sempat ia menekan pelatuk, pria itu telah tergeletak tidak sadarkan diri di lantai lift. Alan segera mengatur posisi pria itu seakan-akan ia pingsan secara natural sebelum pintu lift terbuka. Lelaki itu pun mengambil beberapa barang di dalam saku jaket yang dikenakan pria yang menyerangnya, setelah itu ia keluar dari lift. Untungnya tidak ada orang yang menunggunya di luar. “Ada penyusup. Tolong patroli di dalam gedung.”Alan memberi perintah ke anak buahnya. Ia bergegas menuju ke studio tal
“Kita harus menghentikan acara ini sekarang!” pikir Alan. Tapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Bila ia memaksa ke kru talk show, maka anak buah Jerome Legolas pasti tidak akan membiarkannya. “Dengan cara apa? Kita sedang siaran langsung di televisi. Bila kita hentikan, orang-orang yang menonton di luar sana pasti akan bertanya-tanya,” jawab Rose. Perempuan itu melihat mata bosnya yang seakan mengatakan ‘tolong hentikan acaranya!’ dengan begitu jelas. Freya tidak bisa lagi bersabar dan berusaha tenang setelah mendengar ocehan dari pria sok kenal di sampingnya. “Tolong matikan jaringan listrik gedung ini. Kita harus menghentikan acaranya.”[Baik, Bos.]Alan meminta kepada para anak buahnya. Tapi saat mereka ingin mengerjakan perintah Alan, tiba-tiba jaringan listrik di ruangan itu mati total. Alhasil, kamera, lampu, dan semua yang bersumber dari listrik tidak bisa menyala. Anehnya, siaran langsung yang sedang berlangsung di televisi tetap berjalan. Sebuah siaran pendek menggantikan
“Kita sedang dibuntuti.” Alan membanting setir dan menuju ke sisi lain kota Midway City. “Apa kita tidak bisa langsung ke rumah mama saja?” Freya tampak khawatir. “Jarak mereka sangat dekat. Sepertinya ada mata-mata mereka di sepanjang jalan Midway City. Kita harus mengelabui dan membuat mereka kebingungan dengan tujuan kita,” pikir Alan. Mobil Van terus melaju ke disi barat kota Midway City. Ini adalah daerah yang asing bagi Alan, tapi ia tidak punya pilihan lain selain membawa para perempuan itu pergi menjauh. Tidak lama berselang, beberapa mobil yang membuntuti mereka terlihat di kaca spion. Alan memacu lebih cepat mobilnya agar jarak mereka dengan para pengejar tetaplah jauh. Rose yang duduk di samping bosnya terus bicara kecil sambil menggenggam secarik kertas yang ia remas. Perempuan itu sangat panik hingga tatapan matanya kosong melotot ke arah jok depan. “A–apa kali ini kita akan mati?” Rose tidak berani menatap yang lain. “Rose, tenangkan dirimu. Bila kita mati, aku aka