Baru saja Zeira menjatuhkan bokongnya di sisi ranjang, tiba-tiba Anjas muncul dari balik pintu."Kenapa kamu langsung pergi ? Apa karena kamu tidak menyukai, kalau aku membayar semua tagihan rumah sakit adikku ?" Todong Anjas."Iya, aku tidak menyukainya" sahut Zeira dengan lantang. "Jika aku menyukainya ! Bagaimana ?" Tanya Anjas."Terserah kamu saja" Zeira berbaring di atas tempat tidur, ia menarik selimut lalu menutupi tubuhnya.Anjas tersenyum sebelum masuk ke kamar mandi. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa gemas melihat sikap Zeira. Padahal selama ini ia merasa kesal, bahkan berniat untuk berpisah dengan wanita cantik itu.Setelah membersihkan tubuhnya dari kamar mandi, Anjas turun ke ruang makan untuk makan malam. Di sana ia meminta seorang pelayan untuk menyiapkan makanan dan mengantarnya ke kamar.Tentu sikap manis Anjas membuat hati kecil Riana bertanya-tanya. Hubungan keduanya sedang tidak baik, tetapi kenapa Anjas justru meminta pelayan untuk mengantar makanan Zeira ke kama
Waktu menunjukkan pukul 6 sore saat Anjas tiba di kediaman Wijaya. Pria tampan itu terlambat pulang karena ada urusan penting. Sedangkan Zeira sudah satu jam yang lalu tiba di rumah."Papah" Azka berlari mengejar Anjas yang baru masuk dari pintu utama."Jagoan papah" Anjas mencium kedua pipi putranya. "Um.... wangi" lanjutnya."Iya dong pah, kan udah dimandikan mama" jawab Azka."Oh, mama yang mandikan ya ?" Anjas seolah-olah terkejut. "Papah juga mau dong dimandikan sama mama" lanjutnya sambil melirik genit Zeira.Azka yang polos, langsung berlari menarik tangan Zeira. "Mama, mandikan papah dong" ucapnya dengan nada memohon.Zeira menjatuhkan kedua lutut ke atas lantai, untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Azka. Ia menungkupkan kedua telapak tangannya di wajah anak menggemaskan itu. "Sayang, papah itu sudah besar, jadi udah bisa mandi sendiri" ucapnya dengan lembut."Azka juga sudah besar, tapi masih dimandikan sama mama dan ibu Indri" protes Azka."Tapi sayang......"Azka sege
Hanya 5 menit, Bella sudah kembali. Wanita cantik berhati iblis itu, membersihkan noda jus yang ada di gaunnya dengan air.Bella sama sakit tidak marah dan kesal, justru ia terlihat senyum saat ke luar dari kamar mandi. Bella meraih gelas anggurnya, lalu mengajak Anjas bersulam."Oh iya, bagaimana kondisi pak Hendra saat ini ?" Tanya Anjas."Ya" Bella mengedikkan bahu. "Masih seperti itu" ucapnya."Mungkin sebaiknya pak Hendra berobat ke luar negeri saja" usul Anjas.Bella menganggukkan kepala, "rencana saja juga seperti itu" Setelah 30 menit berbincang-bincang, Bella mulai merasa pusing, penglihatannya juga tiba-tiba berkunang-kunang. Sehingga ia tidak bisa melihat Anjas dengan jelas."Kamu kenapa ?" Tanya Anjas, karena Bella memijat kening dengan jarinya."Aku tidak tahu, kepalaku tiba-tiba pusing" sahut Bella."Aku bantu ke kamar ya ?" Tanya Anjas. "Hm..." Sahut Bella bersama anggukan kepala.Anjas menuntun Bella ke luar dari ruangan itu, ia membawanya masuk ke dalam lift menuju
Zeira hanya mondar mandir, ia ragu untuk mengetuk pintu kamar mandi. Ingin kembali ke tempat tidur, tapi ia penasaran dengan Anjas."Kalau mau mandi denganku, masuk saja. Ngapain berdiri di situ?" Suara Anjas terdengar dari dalam.Zeira terkejut, tentu ia bingung kenapa Anjas tahu dia ada di sana ? Setelah diperhatikan, ternyata pintu kamar mandi tidak tertutup rapat. Itu sebabnya Anjas melihat Zeira mondar mandir dari sela-sela pintu."Siapa yang mau mandi sama kamu?" Protes Zeira dengan wajah kesal."Terus, kamu ngapain dari tadi di situ ?""Aku mau ke toilet" dalih Zeira. Anjas tersenyum di dalam sana, ia ke luar dari bathtub lalu membersihkan tubuhnya di bawah aliran shower. Saat ia membuka pintu, Zeira menerobos masuk dan langsung mengunci pintu dari dalam."Jangan lama-lama, aku menunggumu" ucap Anjas untuk menggoda Zeira.Zeira memayungkan bibir, "aku memang bodoh, kenapa aku harus memikirkannya?" Sesal Zeira pada dirinya sendiri.Setelah 15 menit dalam kamar mandi, akhirnya Z
Zeira dipindah ke ruangan khusus, seluruh tubuhnya terpasang selang, bahkan ia bernapas dari alat bantu. Anjas yang melihatnya dari balik kaca, tak kuasa menahan air mata. Wanita yang bersikap tegas beberapa hari terakhir ini, kini terbaring lemah di atas tempat tidur. Anjas hanya bisa berdoa kepada tuhan, semoga Zeira bisa melewati masa kritisnya."Maaf tuan" ucap Indri dengan hormat. "Ini ada telepon dari tuan muda Azka" lanjutnya sambil menyodorkan ponselnya kepada Anjas.Anjas meraih ponsel dari tangan Indri, "iya sayang" ucapnya."Papah di mana? Mama juga gak ada di rumah" suara khas bangun tidur dari seberang sana.Tentu Anjas bingung untuk menjawab putranya, "oh, sebentar lagi papa pulang sayang. Ini papah udah di jalan mau pulang" "Mama di mana pah?" "Mama masih kerja sayang, nanti kita temui mama, ya?" Anjas memutuskan sambungan teleponnya dengan Azka.Anjas meminta Indri dan dua pengawal untuk berjaga di rumah sakit. Sedangkan ia kembali ke kediaman Wijaya untuk menemui p
Anjas menagis meraung-raung seperti anak kecil. Ini pertama kalinya ia merasakan cinta, tapi justru wanita yang dicintainya pergi untuk selamanya."Nyonya" teriak Indri dari pintu sambil menggendong Azka.Indri bergegas menghampiri tempat tidur, tubuhnya gentar dan kedua matanya mengeluarkan cairan bening. Bahkan ia tidak sanggup untuk membuka mulut.Sementara Azka langsung memeluk tubuh ibunya, "mama, bangun mama" Butiran bening dari kedua mata Azka, menetes membasahi wajah cantik Zeira.Suasana di ruangan itu semakin sedih, Anjas mengusap air matanya. Ia berusaha kuat demi putranya. "Sayang papah" ucap Anjas, dipeluknya Azka dengan erat."Mama kenapa tidur terus papah?" Tanya Azka sambil menagis tersedu-sedu.Anjas hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Azka, ia benar-benar tidak berdaya saat ini.Anjas meminta Indri untuk membawa Azka kembali ke kediaman Wijaya, sementara ia masih tetap di sana untuk mengurus Zeira.Semuanya mengurus urusannya masing-masing, kini han
Dengan bodohnya Zeira bertanya, "berapa ronde apa mas?""Ronde buat adik untuk Azka." Jawab Anjas tanpa malu."Mas..." Geram Zeira, ia merasa malu karena Asep dan Indri ada di depan.Bahkan pria paruh baya itu sudah tersenyum mendengar ucapan tuannya. Baru kali ini, Asep melihat Anjas bahagia dan tersenyum manis. "Kenapa sayang? kan enggak ada salahnya kita buat adik untuk Azka." Anjas mengulang ucapannya.Zeira memasang wajah cemberut, tapi menggemaskan. Sehingga Anjas mengecup bibirnya sekilas."Jangan bahas itu lagi dong mas, malu ada paman Asep sama bi Indri." Bisik Zeira di telinga Anjas.Anjas tersenyum, "iya sayang, tapi sampai rumah! Langsung masuk kamar ya?" Ucapnya."Hm.." sahut singkat Zeira.Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Anjas sudah melihat mobil mewah tersusun rapi di halaman rumahnya. Itu artinya, para kerabat dan rekan bisnisnya sudah menunggu kedatangan mereka.Selama Zeira di rumah sakit, Anjas tidak mengizinkan siapapun untuk datang menjenguk istrinya.
"Bagaimana rasanya sayang? Nikmat kan?" Tanya Anjas ketika Zeira ke luar dari kamar mandi.Zeira memasang wajah cemberut dan sorot mata kesal, "nikmat apaan? Kata mas, rasanya manis seperti madu! Tapi ternyata rasanya asin-asin gimana, gitu!" Hahahaha, Anjas tertawa puas. Bahkan ia sulit untuk bicara, ditambah lagi wajah Zeira yang begitu lucu dan menggemaskan. Ditariknya tangan Zeira, lalu dibawanya ke dalam dekapannya."Rasanya memang seperti itu sayang! Hanya cintamu yang semanis madu." Dikecupnya kening Zeira.Tangan Zeira menepuk manja dada bidang suaminya, "mas menipuku," ucapnya.Hahahaha, Anjas kembali tertawa. Dipeluknya Zeira dengan erat hingga keduanya tertidur pulas dan bangun saat waktu menunjukkan pukul 11 malam."Nyonya kenapa datang kemari?" Tanya pelayan Indri saat melihat Zeira melangkah menuju dapur."Bibi sendiri, kenapa belum tidur?" Bukannya menjawab, Zeira justru balik bertanya. Peraturan di kediaman Wijaya, jam 10 malam pelayan sudah istirahat. Jika ada yang