Dengan bodohnya Zeira bertanya, "berapa ronde apa mas?""Ronde buat adik untuk Azka." Jawab Anjas tanpa malu."Mas..." Geram Zeira, ia merasa malu karena Asep dan Indri ada di depan.Bahkan pria paruh baya itu sudah tersenyum mendengar ucapan tuannya. Baru kali ini, Asep melihat Anjas bahagia dan tersenyum manis. "Kenapa sayang? kan enggak ada salahnya kita buat adik untuk Azka." Anjas mengulang ucapannya.Zeira memasang wajah cemberut, tapi menggemaskan. Sehingga Anjas mengecup bibirnya sekilas."Jangan bahas itu lagi dong mas, malu ada paman Asep sama bi Indri." Bisik Zeira di telinga Anjas.Anjas tersenyum, "iya sayang, tapi sampai rumah! Langsung masuk kamar ya?" Ucapnya."Hm.." sahut singkat Zeira.Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Anjas sudah melihat mobil mewah tersusun rapi di halaman rumahnya. Itu artinya, para kerabat dan rekan bisnisnya sudah menunggu kedatangan mereka.Selama Zeira di rumah sakit, Anjas tidak mengizinkan siapapun untuk datang menjenguk istrinya.
"Bagaimana rasanya sayang? Nikmat kan?" Tanya Anjas ketika Zeira ke luar dari kamar mandi.Zeira memasang wajah cemberut dan sorot mata kesal, "nikmat apaan? Kata mas, rasanya manis seperti madu! Tapi ternyata rasanya asin-asin gimana, gitu!" Hahahaha, Anjas tertawa puas. Bahkan ia sulit untuk bicara, ditambah lagi wajah Zeira yang begitu lucu dan menggemaskan. Ditariknya tangan Zeira, lalu dibawanya ke dalam dekapannya."Rasanya memang seperti itu sayang! Hanya cintamu yang semanis madu." Dikecupnya kening Zeira.Tangan Zeira menepuk manja dada bidang suaminya, "mas menipuku," ucapnya.Hahahaha, Anjas kembali tertawa. Dipeluknya Zeira dengan erat hingga keduanya tertidur pulas dan bangun saat waktu menunjukkan pukul 11 malam."Nyonya kenapa datang kemari?" Tanya pelayan Indri saat melihat Zeira melangkah menuju dapur."Bibi sendiri, kenapa belum tidur?" Bukannya menjawab, Zeira justru balik bertanya. Peraturan di kediaman Wijaya, jam 10 malam pelayan sudah istirahat. Jika ada yang
Dua bulan telah berlalu, Anjas dan Zeira menjalani hari-harinya dengan penuh kebahagiaan. Bahkan Anjas selalu membawa anak dan istrinya ke kantor. Semua karyawan selalu iri melihat keromantisan mereka. Berbeda dengan Saddam, pria tampan itu bukannya iri, tetapi cemburu dan sakit hati melihat Anjas dekat dengan Zeira. Tok...tok...tok... "Permisi pak." Saddam menjulurkan kepada dari balik pintu. "Apa laporannya sudah selesai?" Tanya Anjas. "Sudah pak." Saddam menaruh map yang ia bawa di atas meja kerja Anjas. "Oke, jangan lupa siapkan berkas untuk meeting besok.""Baik pak, kalau begitu saya permisi." Sebelum Saddam ke luar, ia melirik Zeira yang sedang menemani Azka bermain di sofa.Dan hal itu tertangkap oleh mata Anjas, namun ia berusaha berpikir positif. Anjas tahu, kalau Saddam waktu dulu berusaha mendekati Zeira. Tetapi setelah mengetahui Zeira adalah istri bosnya, Saddam tidak mungkin lagi mencintai Zeira. Itulah yang ada dalam pikiran Anjas saat ini."Mas lihat apa?" Tanya
"Cukup Bella, kamu tidak perlu banyak bicara." Protes Susan.Bella tersenyum kecut, ia melangkah mendekati Susan. "Adikku sayang, kamu tidak boleh bicara seperti itu kepada kakakmu," ucapnya."Biarkan aku mengatakan sesuatu yang penting kepada Zeira." Lanjut Bella."Tidak ada hal penting, semua ucapanmu adalah bohong." Protes Susan.Bella tersenyum, "kali ini aku tidak berbohong Susan, kepergian nyonya Maria untuk selamanya karena seseorang."Zeira terkejut mendengar nama ibunya terucap dari mulut Bella, "maksud kamu?" Desak Zeira."Apa kamu, benar-benar ingin tahu penyebab kematian ibumu?" Tanya Bella."Jangan dengan dia Zeira." Susan menarik tangan Zeira agar menjauh dari Bella.Hahahaha, Bella tertawa. "Aku tahu, kalau kamu takut Susan." Zeira melepaskan tangannya dari genggaman Susan. Ia melangkah menghampiri Bella, "bicaralah dengan jelas Bella, jangan membuat teka teki seperti ini." "Oke, aku akan mengatakannya. Ibumu tiada! Itu karena dia." Bella menunjuk ke arah Barata yang
Dua hari telah berlalu, Zeira sama sekali tidak ke luar dari kamar. Bahkan sarapan, makan siang dan makan malam selalu diantar pelayan ke sana.Wanita cantik satu anak itu, hanya duduk di atas kursi. Matanya menatap kosong ke arah kolam renang, melalui kaca jendela. Ia benar-benar kecewa setelah mengetahui siapa ayah kandungnya."Selamat sore sayang," ucap Anjas yang baru muncul dari pintu.Zeira memutar kepala ke arah datangnya suara, "Sore mas." Anjas melangkah menghampiri Zeira, dikecupnya kening istrinya itu dengan lembut, "Kamu cantik banget sayang." Puji Anjas untuk menghibur.Zeira tersenyum, "Terima kasih mas." "Sayang." Anjas menuntun Zeira bangkit dari kursi, lalu membawanya duduk ke sofa. Digenggamnya kedua tangan Zeira dengan penuh perasaan.Zeira mengerutkan kening melihat tingkah Anjas, "Mas mau ngapain?" ucapnya."Sayang, temui Susan ya?" ucap Anjas dengan wajah memohon."Mas, untuk saat ini aku tidak ingin bertemu dengan siapapun. Sudah cukup mereka menipuku dan memp
Satu Minggu telah berlalu, di mana saat ini Zeira dan Anjas sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.Usah Anjas membujuk Zeira selama ini, kini membuahkan hasil. Hati wanita cantik itu akhirnya luluh dan mau menemui ayah dan adiknya.Tok....tok....tok...."Masuk." Suara dari dalam ruangan."Selamat pagi." Sapa Anjas sambil membuka pintu.Susan yang sedang membantu ayahnya untuk duduk, refleks melihat ke arah pintu. Bibirnya menyunggingkan senyum terindah saat melihat Anjas dan Zeira. Kaki jenjangnya melangkah menghampiri Zeira."Kakak." Susan langsung memeluk Zeira. Ia menumpahkan air mata di pundak wanita cantik itu. "Maafkan aku dan ayah kakak." Lanjutnya.Zeira mengangkat tangan untuk membalas pelukan Susan, "Hm....aku sudah memaafkan kamu dan ayah." Zeira juga menumpahkan air mata di pundak Susan. Begitu juga dengan Barata, pria tua itu duduk bersandar di tempat tidur sambil meneteskan air mata melih kedua putrinya berpelukan.Jika Barata tahu, kalau Zeira adalah anak dari man
Pagi yang cerah, secerah hati Zeira. Wanita cantik satu anak itu selalu tersenyum manis, kebahagiaan terpancar dari wajahnya.Tentu Zeira bahagia, saat ini ayah dan adiknya tinggal satu atap dengannya. Walupun hatinya terkadang sedih mengingat ibunya yang sudah jauh di surga. Tetapi Zeira berusaha untuk melupakannya, ia ingin memulai hidup yang baru bersama keluarga dan suaminya.Saat ini semuanya sedang berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama."Uek...uek..." Tiba-tiba Anjas mual."Ada apa mas? Mas kenapa?" Zeira mengikuti Anjas yang berlari menuju kamar mandi."Sepertinya aku lagi masuk angin sayang." Jawab Anjas."Wajah kamu juga pucat mas, aku panggilin dokter ya?" Zeira khawatir dengan kondisi kesehatan suaminya. Apalagi akhir-akhir ini, Anjas sering mual saat makan dan bangun pagi."Enggak usah sayang, aku cuma masuk angin." Tolak Anjas, ia memang paling malas berurusan dengan dokter. Karena Anjas takut dengan jarum suntik."Gak mas, kali ini kamu gak boleh menolak. Do
Suasana hati Anjas tidak secerah cuaca pagi ini. Bella sudah menunggu di sana saat ia tiba di kantor.Wanita cantik berhati licin itu datang ke sana, untuk membicarakan tentang hasil kerja sama mereka. Biasanya Anjas selalu meminta Irene untuk mentransfer uangnya setiap bulan. Tetapi beberapa hari yang lalu, Anjas melarang Irene untuk mentransfernya."Selamat pagi pak Anjas." Sapa Bella dengan wajah serius."Selamat pagi, silahkan duduk." Anjas mempersilahkan Bella dan kedua rekan kerjanya untuk duduk."Hem..." Anjas berdehem sebelum membuka mulut, "apa ada hal penting nyonya Barata?" tanya Anjas dengan berpura-pura tidak tahu."Iya, benar sekali. Kami datang kemarin untuk membicarakan tentang hasil kerja sama kita." Jawab Bella."Oh, tunggu sebentar." Anjas bangkit dari tempatnya, melangkah menuju meja kerjanya lalu meraih sebuah map berwarna biru dari dalam laci.Ia kembali menghampiri Bella ke sofa, ditaruhnya map biru itu di atas meja, tepat di hadapan Bella."Nyonya Bella bisa me