Happy Reading
*****Meninggalkan sejuta luka dan tanya, Ayumi kembali melajukan motor skuter miliknya. Kali ini, tidak ada tempat yang dituju. Sang gadis menyusuri jalanan yang mulai sepi tanpa tahu arah. Mengikuti arah hati dan tangannya. Sesekali menambah kecepatan karena merasakan sesak kian mengimpit dada.Sesakit itu hati sang gadis. Air mata terus turun tanpa diperintah semakin membuat orang iba jika melihat keadaan Ayumi sekarang.Di tempat berbeda, Ramlan mendekati sang istri berniat menanyakan keberadaan si bungsu. Namun, lagi-lagi kalimat pedas dan kemarahan yang didapat."Cari saja sendiri. Kalau bukan karena kesalahan Ayah, Yumi tidak akan pergi selarut ini." Sang istri melirik jam dan meninggalkan Ramlan sendirian di ruang tengah.Lelaki itu tengah sibuk dengan ponsel. Menghubungi siapa pun yang sekiranya mengetahui keberadaan si bungsu. Namun, semua nomor yang dihubungi tidak mengangkat panggilnya. "Ya Allah. Kemana anak itu pergi?"Mencoba menghubungi seseorang yang sangat dekat dengan putrinya, panggilan Ramlan terangkat."Ya, Om?" ucap seseorang di sebarang sana."Apa Ayumi menghubungi Nak Prima?" tanya Ramlan."Tidak, Om. Maaf, saya sangat sibuk hari ini, jika bertanya tentang Ayumi saya tidak punya waktu," balas Prima sengit.Kening Ramlan berkerut. Sosok lelaki yang saat ini berbicara dengannya tidak pernah berkata seperti sekarang. "Apa kalian bertengkar, Nak?""Sekali lagi, maaf. Saya dan Ayumi sudah tidak memiliki hubungan lagi. Assalamualaikum." Panggilan diputus sepihak membuat Ramlan melongo di tempat."Astagfirullah," ucap lelaki paruh baya itu. Rasa penyesalan mulai merayap, tak seharusnya Ayumi mendengar pertengkarannya tadi sore.*****Deburan ombak di malam hari, menemani tangis pilu Ayumi. Gadis itu memilih pergi ke pantai setelah lelah berkelana tanpa arah dan tujuan. Malam yang semakin pekat membuat tak ada seorang pun yang mengunjunginya.Sang gadis berteriak sekencang mungkin menumpahkan segala macam kesedihan di dalam hati, tangisnya kembali pecah. Selalu dan akan menjadi tempat pelarian teraman ketika hati Ayumi dilanda kesedihan. Pantai adalah tempat favoritnya menumpahkan segala macam keluh kesah."Allah, betapa tak adilnya Engkau. Menuliskan takdir kesedihan ini datang secara bersamaan tanpa persiapan apa pun. Tidak adakah jalan keluar yang bisa aku tempuh saat ini? Mengapa ... mengapa harus aku yang menerima semua ini? Bisakah aku memilih untuk tidak menerima semua ujian ini?"Setelah menumpahkan semua keluh kesahnya, sang gadis tertawa terbahak. "Tidakkah ini lucu?" kata Ayumi selanjutnya. "Aku mengira hidupku adalah yang paling bahagia dan sempurna. Nyatanya, semua adalah semu."Puas menumpahkan air mata dan keluh kesah. Sang gadis terduduk di pasir pantai tanpa alas sama sekali. Angin malam yang berembus cukup kencang tak membuatnya mundur atau memilih pulang. Ayumi tetap menikmati deburan ombak hingga matanya mulai lelah meronta untuk segera diistirahatkan.Sejenak, gadis berjilbab yang wajahnya banyak terdapat bekas jerawat itu memejamkan mata. Tak sadar, seseorang telah duduk di sampingnya. Seseorang itu telah lama mengamati segala tingkah yang dilakukan Ayumi."Kenapa malam-malam ada di tempat seperti ini?" sapa seseorang itu yang berjenis kelamin laki-laki.Menoleh pada sumber suara, secepat mungkin Ayumi menghapus jejak air mata. Tak ingin lelaki yang duduk di sampingnya ini mengetahui segala tangis kesedihannya.Sadar jika sang gadis berusaha menutupi yang terjadi tadi, lelaki yang tak lain adalah atasan Ayumi itu tersenyum. Setelahnya, lelaki itu diam menunggu jawaban yang akan dikeluarkan sang gadis."Sejak kapan Bapak ada di sini?" Bukannya menjawab, Ayumi malah memberikan pertanyaan."Apa sangat penting kamu mengetahuinya?"Ayumi mengangguk, memaksakan senyuman walau jejak air mata jelas-jelas terlihat di wajah.Tak ingin menambah beban kesedihan bawahannya, sang atasan menjwab, "Sejak kamu mengeluarkan semua unek-unek itu. Kamu boleh menceritakan apa masalahmu padaku."Membuang muka, Ayumi kembali mengusap jejak air matanya. "Harusnya Bapak tidak mencampuri urusan pribadi saya. Ini sudah di luar jam kantor. Jadi, apa pun yang didengar dan dilihat, tidak seharusnya ditanyakan lagi. Tanggung jawab Bapak sebagai atasan kepada bawahan, hanya sebatas jam kantor. Jadi, tolong jangan menanyakan apa pun.""Begitu, ya?" tanya sang lelaki, "apakah aku akan membiarkan seseorang yang aku kenal sendirian di pantai di jam seperti ini? Di mana rasa empatiku sebagai lelaki yang seharusnya melindungi wanita?""Tidak perlu bersikap peduli dan melindungi, Pak. Orang tua bahkan keluarga saya saja tidak ada yang peduli dengan keberadaan saya saat ini. Sudahlah, jangan lagi mencampuri urusan pribadi saya." Ayumi hendak berdiri meninggalkan lelaki itu, tetapi tangannya di cekal."Maaf, jika aku sengaja mendengarkan semua keluh kesahmu tadi. Tidak ada maksud apa pun. Aku cuma berpikir, tidak mungkin meninggalkan seseorang yang aku kenal apalagi perempuan di tempat seperti ini." Kalimat sang atasan terhenti. Dia menatap Ayumi lekat, berusaha melihat ekspresi dan reaksi selanjutnya."Sekarang sudah pukul dua dini hari dan tidak ada seorang pun yang terjaga di pantai ini. Kalaupun ada orang, hanya sekelompok berandal dan pemabuk pastinya. Aku cuma tidak ingin terjadi sesuatu padamu.""Saya bisa melindungi diri sendiri, Pak," jawab Ayumi ketus."Jika begitu, pulanglah. Aku akan mengikuti dari belakang untuk memastikan keamananmu sampai rumah. Sangat rawan seorang perempuan masih berada di luar rumah di jam-jam seperti ini.""Tidak, saya tidak ingin pulang. Biarkan saya sendiri di sini. Bapak pergilah, tidak perlu menghiraukan keberadaan saya.""Tidak bisa, Yumi," suara sang atasan naik satu oktaf mendengar sikap keras kepala sang bawahan."Aku tidak bisa membiarkan seorang perempuan malam-malam sendirian di pantai seperti keadaanmu sekarang. Mengertilah, ini bukan tentang status dan tanggung jawab sebagai atasan pada karyawan. Semua yang aku lakukan untuk kebaikanmu dan tanggung jawabku di hadapan Allah yang harus melindungi perempuan."Ayumi membulatkan bola mata, memprotes apa yang dikatakan oleh sang atasan."Jangan protes," ucap lelaki itu, "Begini saja. Ambil ini, kamu bisa menggunakannya untuk istirahat jika kamu tidak ingin pulang. Aku tidak memiliki banyak waktu. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, gunakan kamar ini. Kamu bisa pulang setelah suasana hatimu membaik. Resort tak jauh dari pantai." Lelaki itu menunjuk bangunan bertingkat yang terlihat berkilauan tak jauh dari tempat keduanya berdiri."Apakah saya bisa ijin tidak bekerja besok, Pak?" tanya Ayumi. Dia sudah memutuskan untuk menerima tawaran yang baru saja diberi sang atasan."Lakukan yang kamu mau. Aku akan memberimu ijin. Tapi ingat, jangan melakukan hal-hal gila demi menghilangkan sumpek pikiranmu."Sebelum pergi, lelaki itu sempat memegang pundak Ayumi dan mengatakan kalimat-kalimat penyemangat. Tentu saja, semua kalimat itu diangguki oleh sang gadis. Setidaknya, malam ini dia punya pelarian dari semua masalah yang mendera."Terima kasih, Pak." Ayumi mencoba menarik garis bibirnya untuk membalas kebaikan lelaki pemilik nama Yovie Andrea, salah satu petinggi perusahaan sekaligus pemegang saham tertinggi di tempatnya bekerja."Nikmati liburanmu tanpa berpikir apa pun. Semua biaya kamar, aku yang tanggung," ucap Yovie sebelum benar-benar pergi meninggalkan Ayumi.Happy Reading*****Diam mematung setelah kepergian sang atasan, Ayumi menatap kartu yang berada di tangan kanannya. Bukan sekali gadis itu menginap di hotel. Namun, kali ini berbeda. "Apa tidak masalah jika aku menggunakan kamar ini. Pastinya nama yang digunakan reservasi adalah nama Pak Yovie," gumam Ayumi. Akan tetapi semua prasangka negatif yang muncul dalam pikirannya terpaksa dia buang jauh-jauh. Rasa kantuk dan lelah lebih mendominasi. Ayumi mengambil motor, melaju ke arah hotel yang ditunjuk atasannya tadi. Diam-diam sepasang mata mengamatinya, Yovie tidak benar-benar pergi meninggalkan sang gadis. Lelaki itu menunggu hingga Ayumi benar-benar menuruti permintaannya, menggunakan fasilitasnya. Melihat sendiri bahwa sang gadis sudah berada di hotel, si lelaki pergi bertemu dengan seseorang untuk urusan pekerjaan.*****Membuka pintu kamar yang sesuai dengan nomor yang diberitahu atasannya, Ayumi mematung. "Kenapa perasaanku tidak enak? Kamar ini terlalu besar untuk satu orang
Happy Reading*****Entah berapa lama Ayumi menangis, tidak pernah disadari si gadis. Seseorang telah masuk dan memegang kening membuatnya menggerakkan bola mata. Samar terdengar orang tersebut berkata. "Yum, kamu baik-baik saja?" "Pak Yovie?" beo Ayumi. Kesadarannya belum sepenuhnya pulih apalagi saat ini di sedang tidak memakai jilbab. "Yum, mau ke mana?" Yovie berkata sedikit keras ketika gadis itu malah lari melihatnya. Tak ada jawaban hingga beberapa menit kemudian, si gadis muncul dengan pakaian rapi dan tertutup dari ujung kepala hingga kaki."Bagaimana Bapak bisa masuk ke kamar ini. Bukankah ....?" Kalimat Ayumi menggantung saat kelima tangan sang atasan terangkat. "Jangan salah sangka. Aku meminta kunci cadangan pada pihak hotel karena satu jam lebih aku mengetuk pintu kamarmu, tapi tidak ada sahutan sama sekali. Suasana kamar sepi, aku takut terjadi sesuatu denganmu. Maaf kalau lancang." Tatapan Yovie lekat menatap gadis di depannya.Merasa tidak enak hati, Ayumi menundu
Happy Reading*****Mereka semua mencibir pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari bibir Ayumi. "Nggak perlu sok polos gitu, Yum. Jelas-jelas di foto itu tangan kalian menyatu. Bukti apalagi yang akan kamu sangkal?" ucap lainnya. Banyak karyawan lain yang akhirnya bergabung karena suara keras yang terlontar dari Ayumi tadi. "Aku kira kamu gadis yang baik, ternyata sama saja seperti gadis-gadis jaman now. Rela menggadaikan mahkota paling berharga demi pundi-pundi rupiah.""Untuk apa menutup semua aurat jika menjadi duri pernikahan orang lain.""Kayak nggak ada laki-laki lain saja. Apa kamu nggak tahu siapa istri pak Yovie?" "Kamu mencari makan di tempat yang dia dirikan, tapi kamu juga yang merusak rumah tangga beliau. Tidak tahu diuntung."Suara-suara negatif yang memojokkan Ayumi makin bergaung. Gadis itu tidak diberi kesempatan sama sekali untuk membela diri. Di saat bersamaan, lelaki yang sudah mmutuskan hubungan sepihak dengannya juga ikut bergabung. Prima berdiri tepat di hada
Happy Reading*****Ayumi memutuskan pergi ke rooftop gedung tempatnya bekerja untuk menenangkan diri. Tangisnya kembali pecah, tak pernah disangka jika kejadian beberapa hari lalu akan menjadi sebab namanya tercemar. "Foto-foto itu dikirim sehari setelah makan malam. Harusnya, Pak Yovie Tahu tentang rumor itu, lalu kenapa diam saja bahkan bersikap seperti tidak ada yang terjadi. Aku benar-benar seperti pelakor." Ayumi meremas mahkota kepalanya yang terbungkus jilbab. "Allah, tidakkah ini berlebihan untukku? Mengapa Engkau memberikan semua kejadian ini secara terus menerus. Masalah satu belum selesai, datang masalah yang lain. Akhhh ..," teriak si gadis meluapkan semua emosi dan kesesakan hatinya.Tak jauh dari tempat si gadis duduk bersimpuh. Seorang lelaki tengah mengamati pergerakan Ayumi. Sebenarnya, sang lelaki berada di tempat itu sebelum adanya Ayumi. Namun, suasana hati yang buruk membuat si gadis tidak mengetahui keberadaannya.Tepat berada di sebelah Ayumi, si lelaki berka
Happy Reading*****"Dengar, Yum. Semua akan baik-baik saja dan namamu kembali bersih. Percayalah, setidaknya abaikan semua gosip tentang kita. Tetaplah fokus bekerja, tolong bertahanlah." Tatapan Yovie menghujam jantung Ayumi. Ada perasaan yang tidak bisa digambarkan di sana. Ayumi melihat ada kesedihan, kesesakan, khawatir dan entah perasaan apalagi yang kini bersarang di hati sang atasan. Melihat sikap Yovie, si gadis merasakan masalah yang besar tengah dialami oleh lelaki di depannya. Ayumi segera memutus tatapan matanya. Dia tidak boleh larut dalam pikiran dan asumsi sendiri. Kata-kata Inara tadi pagi jelas terngiang-ngiang. Kata mainan baru tentu menjadi kunci bahwa atasannya itu sering bermain-main dengan perempuan. Tentu saja, Ayumi tidak akan pernah mau menjadi bagian dari permainan atasannya."Harusnya, Bapak jelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara kita saat foto itu menyebar pertama kali. Saya merasa dipermainkan di sini. Saya bukan tipe perusak rumah tangga orang lai
Happy Reading*****Pergi membawa barang-barang yang tidak begitu banyak. Ayumi tak mempedulikan panggilan Yovie. Jangankan memberi salam perpisahan, menoleh saja si gadis tidak mau melakukannya. Hari itu adalah hari terakhir dia melihat ruangan dan tempatnya bekerja selama lebih empat tahun.Zakaria tersenyum ketika Ayumi tak menggubris panggilannya. Ekor mata lelaki bermulut pedas itu melirik Yovie penuh arti. "Puas kamu, Nara? Karena sifat egoismu, gadis tak bersalah seperti Ayumi terpaksa berhenti bekerja. Tidakkah kamu memikirkan segala risiko akibat ulahmu itu?" Yovie berkata cukup keras walau di ruangan itu masih ada Zakaria dan sang manajer HRD.Ketakutan, sang manajer HRD berkata, "Saya rasa, tugas saya di sini sudah selesai. Bolehkah saya kembali ke ruangan saya, Bu?""Kembali saja, Pak," sahut Zakaria. Setelah kepergian sang manajer HRD, lelaki itu melanjutkan perkataannya. "Pilih tempat yang tepat untuk melanjutkan pertengkaran kalian. Jangan di sini. Divisi ini harus men
Happy Reading*****Mengabaikan panggilan dari sang atasan yang bermulut pedas. Ayumi mencoba memejamkan mata. Kejadian beberapa hari lalu sungguh membuat hatinya jungkir balik tak karuan. Kabar perceraian orang tua, keadaan tidak mengenakkan kedua saudara kandungnya bahkan pertunangan sang kekasih dan yang terakhir adalah fitnah keji tadi pagi."Allah, mengapa engkau memberikan aku ujian yang begitu berat. Tidakkah ini terlalu berlebihan untukku? Bagaimana aku akan menjalani hari-hari selanjutnya." Air mata si gadis mulai turun membasahi bantal. Sementara itu seorang lelaki tengah jengkel pada Ayumi saat ini. Berkali-kali panggilannya pada si gadis tidak terangkat. "Cewek bodoh. Berhenti kerja tidak mau melimpahkan tugas yang belum terselesaikan pada karyawan lain. Jika begini, aku yang repot. Bagian pemasaran berada di bawah bimbinganku walau tidak setiap hari aku ke kantor ini," umpat sang lelaki yang tak lain adalah Zakaria. Tak beda jauh dengan keadaan Zakaria yang tengah bingu
Happy Reading *****Hari-hari Ayumi kini diwarnai dengan dengan kesibukan mencari lowongan pekerjaan. Sudah hampir seminggu dia memasukkan lamaran di berbagai perusahaan, tetap belum ada satu yang menghubungi untuk melakukan interview. Duduk di depan mini market, Ayumi membuka botol kemasan air mineral yang dibelinya tadi. Panas matahari begitu terik hari ini. Tengah asyik membasahi kerongkongannya yang kering, lengan si gadis di tepuk pelan oleh seseorang. Kening Ayumi berkerut, seorang bocah laki-laki dengan mata merah dan wajah ketakutan tampak. "Ada yang bisa kakak bantu, Sayang?" tanya si gadis setelah menyelesaikan minumnya. Si kecil mengerjapkan mata, lucu sekaligus menampilkan raut ketakutan. "Aku kehilangan Papa," ucapnya. "Eh," jawab Ayumi, "siapa nama papamu. Kakak akan bantu untuk mencarinya."Bocah itu menengok tak tentu arah. Menggaruk-garuk bagian leher, lalu memutar bola mata. "Kenapa kamu bingung seperti itu, Sayang?""Emm .... Aku tidak tahu nama papaku, Kak."