Ayumi terkejut menemukan kedua orang tuanya memutuskan bercerai di usia senja. Ditambah lagi, sang kekasih tiba-tiba memutuskannya dan karier hancur karena fitnah. Saat mencoba bangkit, sang ayah mendadak ingin menikahkannya dengan sahabat ayahnya yang telah beristri. Lantas, bagaimana nasib Ayumi?
Lihat lebih banyakHappy Reading*****"Om bisa jelaskan, tapi tidak sekarang. Nanti, di rumah kita akan membahas semuanya," jawab Ashwin. Dia menatap sahabatnya dan mengedipkan mata. Memberikan kode agar Ramlan tidak melanjutkan apa yang dikatakan tadi."Banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan Nak Yovie." Panggilan Ramlan pada lelaki yang sejak tadi masih betah berdiri dan memaksa untuk meminang putri mulai melunak. Sebagai orang tua dari seorang anak perempuan, Ramlan tidak mau Ayumi menjadi gunjingan lagi seperti dulu. "Tapi, Yah. Kenapa harus omnya Zakaria yang menjadi calon suami Ayumi?""Tolong, Pak," pinta Ayumi menghentikan kalimat yang akan dilontarkan sang mantan atasan. Gadis itu bahkan sampai menangkupkan kedua tangannya, benar-benar memohon pada Yovie."Kamu berhak bahagia, Yum. Setahuku, Om Ashwin memiliki seorang istri. Dulu, kamu sempat menolakku karena alasan tidak ingin menjadi pelakor dan duri di kehisupan rumah tangga orang lain. Sekarang, kenapa kamu diam ketika Ayah menjodohkanm
Happy Reading*****Dua lelaki yang baru datang tersebut saling pandang. Mereka tak lain adalah Ashwin dan Zakaria. Sementara itu, Ramlan mengerutkan kening dan Ayumi terpaksa menyeret lengan Yovie untuk segera pergi. Sang mnatan atsan menipis tangan Ayumi. Dia berbalik dan menatap lelaki yang kini tengah terbaring di ranjang. "Tahukah, jika lelaki yang ayah katakan sebagai calon suami Ayumi adalah seseorang yang selalu meremehkan dan merendahkan. Dia bahkan terang-terangan mengatakan mendekati Yumi, hanya untuk memanfaatkan. Apakah orang seperti itu masih pantas dikatakan sebagai lelaki bertanggung jawab dan bisa mengayomi?" Tatapan mata Yovie semakin tajam menatap pada semua orang di sekelingnya, termasuk gadis yang sudah bertahta di hatinya. "Jangan tertipu oleh penam[ilan luar seseorang, Yah. Padahal, hatinya sungguh busuk.""Apa yang kamu katakan Pak Yovie?" tanya Ramlan, merasa kalimat demi kalimat yang dikeluarkan mantan atasan si bungsu melantur sangat jauh. "Saya berkata
Happy Reading*****"Apa yang kamu miliki hingga berani melamar Ayumi?" Ramlan menekan tombol di sebelah kiri tempatnya tidur. Sedikit menegakkan posisinya supaya bisa berbicara dan menatap Yovie dengan serius."Jika yang Ayah tanyakan adalah masalah harta, maka saya tidak memilikinya. Tapi, jika pertanyaan tadi berkaitan dengan tanggung jawab. Maka, dengan segenap jiwa raga saya akan menjaga Ayumi sebaik mungkin. Jadi, yang mana maksud pertanyaan Ayah tadi?" Sangat berani Yovie menatap lawan bicaranya meskipun tatapan mata Ayumi begitu tajam."Kenapa Anda begitu percaya diri bahwa Ayah akan setuju dengan semua ini? Kenapa pula Bapak memanggil ayah saya dengan sebutan ayah juga?" tanya Ayumi."Mengapa aku harus ragu? Statusku single dan kamu juga single. Jadi, apa yang mesti aku khawatirkan?" Si lelaki mulai menampakkan dereten giginya yang rapi dan putih. "Masalh panggilan? Sekarang ataupun kelak, panggilan itu pasti akan aku ucapkan. Lalu, apa bedanya?"Tawa Ramlan bergema, tak dapa
Happy Reading*****"Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?" tanya Ayumi setelah sang dokter selesai memeriksa."Untuk sementara, masa kritisnya belum lewat. Kita lihat perkembangannya sampai besok. Jika tidak ada keluhan, berarti masa kritis Bapak Ramlan lewat. Tolong jaga pikiran dan juga emosinya. Saya permisi, masih ada beberapa pasien yang harus diperiksa."Menganggukkan kepala, Ayumi menggeser posisi berdirinya. Memberi jalan pada sang dokter untuk melangkah, meninggalkan ruang perawatan Ramlan."Terima kasih, Dok. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk kesembuhan Ayah.""Sama-sama. Semoga Pak Ramlan segera membaik."Sepeninggal sang dokter, ponsel si gadis berdering nyaring. Ayumi menatap layar dengan malas karena melihat nama yang tertera di kontak. "Untuk apa lagi, dia nelpon aku," gumamnya dan hal tersebut di dengar oleh Ramlan."Siapa, Nduk?""Bukan siapa-siapa, Yah.""Kenapa tidak kamu angkat? Orang menelpon pasti karena hal penting.""Pengecualian untuknya, Yah.""Maksudnya?"
Happy Reading*****"Mana mungkin aku suka sama cewek seperti itu, Om. Ayumi itu tidak ada menarik-menariknya sama sekali," ucap sang lelaki. "Lalu, ada urusan apa kamu sampai mengikuti dia ke rumah sakit? Sejak kecil kamu sudah Om asuh, tidak pernah sekalipun ada dalam kamus hidupmu kepo sama urusan orang lain. Apalagi Ayumi itu cuma mant karyawanmu," ucap Ashwin. Dia makin tertarik mengorek isi hati keponakannya yang sudah lama menjomblo sejak sang istri meninggal ketika melahirkan putranya.Si lelaki menelan ludah susah payah. Dia memang tidak pandai berbohong apalagi di depan seseorang yang sangat disayangi dan dihormati."Semua karena Oza, Om." Menggaruk kepala yang tak gatal. Dia adalah Zakaria.Selesai meeting jam tujuh tadi, lelaki itu sengaja mengikuti Ayumi yang pergi sendirian dengan motor matic. Entah setan apa yang merasuki seorang Zakaria hingga dia bisa berbuat demikian. Ada rasa yang tidak dia pahami pada sosok gadis berjilbab itu. Antara penasaran dengan kehidupannya
Happy Reading*****"Kenapa saya harus menerima ini? Om, saya itu lebih pantas menjadi anak daripada istri. Ayah keterlaluan!" bentak Ayumi tanpa sadar pada Ramlan. Ashwin mencekal pergelangan kanan Ayumi dan membulatkan mata dengan sempurna. "Kamu tidak boleh berkata sekasar itu pada Ramlan. Dia Ayahmu! Adanya kamu di dunia ini adalah karenanya. Mengerti?"Tak takut dengan tatapan Ashwin, Ayumi menepis cekalan lelaki sahabat ayahnya. "Saya tidak kasar pada Ayah. Cuma menyadarkan bahwa keputusan yang beliau ucapkan sangat tidak masuk akal. Kenapa saya harus menikah dengan Om Ashwin jika masih banyak lelaki seumuran yang bisa menikahi saya?" Sangat berani, Ayumi menatap mata lawan bicaranya. Cukup sudah semua penderitaan yang dia alami selama ini dan semua berawal dari sang ayah. Kini, ketika hidupnya mulai tenang, Ayumi harus dihadapkan kembali dengan masalah yang lebih pelik."Apa masalahnya jika kamu menikah dengan Om?" ulang Ashwin dengan pertanyaan yang sama seperti tadi.Ayumi
Happy Reading*****"Dengar dulu, Nduk," pinta Ramlan, "Ayah punya alasan kenapa memilihnya menjadi calon suami adikmu.""Ayah sudah gila? Ayumi itu masih gadis. Tidakkah Ayah berpikir bagaimana pandangan masyarakat tentangnya? Apakah Ayah sengaja melakukannya?" Kemarahan Fathin tergambar jelas di wajah dan perkataannya yang keras. Lelaki paruh baya itu diam sejenak. Seketika membayangkan si bungsu dan lelaki yang dipilihnya. Namun, melihat kesedihan keduanya, tekad Ramlan untuk menikahkan keduanya begitu mantap. Bukankah dua orang yang tersakiti jika disatukan, maka mereka akan saling melengkapi dan menyembuhkan. Maka, prinsip itulah yang dipakai oleh Ramlan. "Keputusan Ayah adalah yang paling tepat, Nduk. Sebagai lelaki, dia sangat penyayang dan sabar. Sosok seperti itulah yang bisa menemani adikmu.""Ayah bercanda? Usia mereka terpaut jauh. Aku tidak setuju dengan keinginan Ayah, apa pun alasannya." Merasa sangat jengkel, Fathin meninggalkan ruang perawatan Ramlan tanpa, pamit.
Happy Reading *****Mematikan sambungan sepihak, seorang perawat dan dokter memasuki ruangan Ramlan."Selamat malam, Pak," ucap sang suster."Malam.""Bagaimana kondisi Bapak? Adakah keluhan lain?" Kali ini, seorang dokter laki-laki yang bertanya."Keluhannya masih sama, Dok. Bagian ulu hati, terasa nyeri. Walau terkadang hilang, terkadang datang." Ramlan meringis. Mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba datang."Apa sakitnya, menyerang?" Dokter mulai menempelkan stetoskop pada dada lelaki paruh baya di hadapannya."Betul, Dok. Tidak tahu kenapa.""Besok, kita akan melakukan CT scan.""Apakah serius, Dok?""Saya belum bisa memastikan. Besok, kita bisa melihat apa yang menyebabkan rasa sakit itu timbul."Lalu, sang dokter berkata pada perawat. Entah apa, tetapi Ramlan merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan keadaanya."Semoga tidak ada penyakit serius," harap Ramlan di hati."Baiklah, Pak. Kami permisi dulu," ucap sang dokter setelah melakukan pemeriksaan.*****Ketika terikn
Happy Reading*****Sepanjang perjalanan pulang, Zakaria memikirkan perkataan Fathin tentang Ayumi. Sungguh, semua di luar prediksinya. "Kenapa aku mendadak bodoh seperti ini? Apa penilaianku tetang Yovie salah? Apa aku terlalu berpihak kepada Inara, sedangkan dia selama ini sudah menjalin hubungan tersembunyi dengan Wibisana," gumamnya lirih. "Papa ngomong apa?" tanya Oza. Si kecil sampai menghentikan aktivitasnya menonton video di ponsel."Hah? Apa?" Zakaria menatap heran pada putranya. "Tadi, Papa ngomong.""Tidak ngomong apa-apa, Boy.""Papa, ih. Makanya, kalau sudah capek kerja langsung tidur. Jangan telponan sampai malam. Kayak tidak punya waktu besok saja," oceh si kecil seprti seorang ibu yang memarahi anaknya. "Heh?!" kaget lelaki yang setengah fokusnya terbagi untuk menyetir. "Kamu mata-matai Papa, Boy?""Tidak, tapi suara Papa saat menelepon sangat keras. Lagian kayak anak kecil aja. Merengek tidak jelas."Zakaria makin membulatkan mata mendengar kalimat terakhir sang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.