"Sayang," panggil Damian setelah duduk di samping Alora dengan dua mangkok bakso yang telah tersaji di depan keduanya.
"Hmm," reflek Alora langsung menoleh kearah Damian.
"Apa ada masalah, kenapa kamu tidak seperti biasanya?" Tanya Damian, menyadari perubahan pada Alora.
Alora hanya menggeleng pelan, dan itu membuat Damian semakin tidak tenang. Mengurungkan niatnya untuk menyantap segera bakso yang ada di tangannya, Damian lebih memilih untuk meletakkan mangkok berisi bakso itu di meja.
"Jangan membuatku penasaran sayang, jika memang ada masalah ceritalah aku akan menerima apapun itu sayang." Bujuk Damian.
"Tapi untuk masalah ini aku yakin kamu tidak akan bisa menerimanya." Jawab Alora masih tertunduk memandangi semangkuk bakso di hadapannya yang mulai menghangat.
"Serumit apa masalah itu sampai kamu mengatakan dengan yakin tentang aku yang tidak akan bisa menerimanya." Damian semakin tidak sabar dengan apa yang belum di ketahuinya, dan membuatnya mulai berpikir lalu menebak masalah apa yang tengah menjadi kerisauan sang kekasih.
"Alora." Panggil Damian dengan hanya menyebutkan nama, yang sudah pasti laki-laki itu mulai terbawa emosi karna Alora masih belum juga memberi kejelasan.
Sesaat Alora menggigit bibir bawahnya, untuk menahan sesuatu yang terasa menyakitkan. Namun, ketika Alora hendak menjawab Damian mendahului bersuara.
"Apakah ini tentang permasalahan restu dari kedua orang tuamu Ra, yang tidak pernah menyukai hubungan diantara kita?" Kata Damian sedikit melembut, refleks Alora menoleh dengan cepat.
Menatap lekat dan begitu dalam, Alora seakan mencoba menenangkan lewat dari tatapan teduhnya. Beberapa saat Alora gunakan hanya diam dan menatap Damian dengan teduh, gadis itu mulai siap untuk memberitahu apa masalah yang tengah di hadapinya.
"Apa kamu tau, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan restu dari keluargaku. Tapi ini tentang suatu permintaan dari Kakakku, yang memintaku untuk menikah dengan Mas Chakra setelah Kakak pulang dari rumah sakit." Seketika, Damian mengalihkan tatapannya ke arah lain, perwakilan dari sebuah rasa shock ketika logikanya tidak dapat menerima pernyataan dari sang kekasih.
"Lalu, apa kamu menerimanya Ra?" Suara itu terdengar mulai bergetar, kini tatapannya kembali terkunci pada Alora dan semakin tajam.
"Aku nggak ada pilihan lain Dam, waktu itu posisinya sangat sulit!" Alora mencoba menjelaskan, ketika dengan jelas ia baru saja berhasil menimpakan kecewa dan amarah yang begitu besar pada Damian.
"Sesulit apa?, dan kenapa Kakakmu harus meminta hal bodoh itu padamu Ra." Damian benar-benar tidak dapat menerima hal itu dengan mudah.
"Itu sulit Dam, sangat sulit karna waktu itu Kakak memintaku di saat dia kritis dan keselamatannya seperti sangat kecil untuk di raih. Maka saat itu aku tidak punya pilihan lain selain menerima permintaannya." Jelas Alora berharap Damian mengerti tentang posisinya saat itu.
Mendengar penjelasan dari Alora, perasaannya semakin sakit. Damian mengusap wajahnya kasar mencoba menetralisir rasa yang begitu berantakan ketika perasaannya di hantam banyak kejutan yang cukup menyakitkan.
"Dam, kamu mau kemana?" Refleks Alora mencegah Damian ketika laki-laki bertubuh tinggi tegap itu hendak berdiri.
Tanpa memberi jawaban, Damian melepaskan tangan Alora yang mencoba mencegahnya lalu dengan cepat laki-laki itu mengeluarkan beberapa lembar kertas dan di serahkan pada tukang bakso, lalu segera meninggalkan tempat itu dan Alora seketika menangis tanpa bisa mencegah kepergian Damian.
Ketika tangisnya masih belum reda, tidak lama setelah kepergian Damian. Sebuah suara dari ponselnya seketika menghentikan tangis Alora, dan ia cepat-cepat menerima panggilan dari Kakaknya. Setelah beberapa saat panggilan telfon itu terputus, Alora segera memesan taksi online lalu segera pergi meninggalkan tempat itu beserta dua mangkuk bakso yang masih utuh belum sempat tersentuh karna sebuah permalasahan yang tiba-tiba hadir merusak segalanya.
****
Di dalam ruangan rawat itu, selama obrolan Alara dengan seseorang di sebrang sana, semua orang hanya terdiam dan menyimak, dan ada beberapa kata yang Alara katakan yang cukup menarik perhatian Alora, sehingga gadis cantik itu ingin menanyakan apa maksud dari obrolan sang kakak dengan orang di balik telfon itu.
"Kak," panggil Alora setelah Alara menurunkan ponselnya ketika panggilan sudah terputus.
"Hmmm,"
"Kakak pesan dekor buat apa?," Alora bertanya berharap dugaannya salah.
"Oh ya, kakak lupa mau bilang sama kamu, sini-sini dek kakak liatin." Alara langsung meraih pergelangan tangan Alora, lalu menariknya pelan agar Alora dapat duduk di sampingnya.
"Liat, kakak udah pesenin kamu decor wedding ini dan udah deal baguskan?" Alara menunjukkan foto decor yang sangat cantik, dan menjelaskan dengan begitu semangat.
Sedangkan semua orang seketika terkejut dengan apa yang Alara lakukan, tidak terkecuali Chakra yang refleks memejamkan matanya menahan gejolak dalam dirinya agar ia dapat menahan emosinya.
"Kakak..." Panggil Alora dengan suara melemahnya.
Alara langsung menoleh menatap wajah sendu adiknya. "Aku mohon kak, untuk saat ini jangan membahas hal ini." Pinta Alora dengan nada suara yang masih sama.
Dalam waktu cepat, senyuman yang tadinya melengkung dan semangat yang sedari tadi begitu menggebu. Seketika lenyap ketika Alara menangkap wajah sendu dari adiknya.
"Apa kamu ingin mengingkari janjimu dek?" Tanya Alara menatap dalam pada Alora.
Alora menggeleng cepat. "Enggak kak, tapi sekarang cobalah untuk fokus terlebih dahulu pada pemulihan mu."
"Aku sudah melakukannya dek, dokter mengizinkanku pulang itu adalah hasil dari usahaku yang fokus pada pemulihan ku." Jawab Alara kekeh.
Sebuah tangan menyentuh lembut bahu Alora, mengurungkannya ketika Alora hendak kembali menjawab ucapan dari Alara. Di tatapnya sang mamah, dan Mirna membalas tatapan itu sembari menggelengkan kepalanya pelan. Alora seketika mengerti isyarat yang di berikan oleh mamanya, dan akhirnya Alora hanya diam membiarkan apa yang kakaknya lakukan.
Di luar kamar rawat, tepat berada di depan pas Alora duduk di kursi yang di sediakan oleh rumah sakit. Wajah lelah serta tarikan nafas panjangnya sesekali terdengar menyiratkan betapa banyak kebimbangan yang tengah di pikul.Sampai dimana Alora terperanjat ketika Chakra tiba-tiba keluar dari kamar rawat, dan menyadari keterkejutan adik iparnya itu apalagi perubahan dari sikap Alora yang sangat terlihat canggung setelah kedatangannya. "Maaf karna permintaan Alara yang tanpa sadar menciptakan suasana canggung ketika kamu melihatku." "Gapapa mas, mungkin aku masih belum siap akan semua ini." "Aku tahu, karna untuk menerima semua ini tidak mudah bagi kamu." Chakra lalu duduk di kursi dekat Alara yang hanya berjarak satu kursi saja."Dan aku akan mencobanya meski sulit, semoga setelah ini kak Lara bisa kembali pulih seperti sebelumnya." Jawab Alora yang tidak hanya berharap jika kakaknya akan segera pulih, tapi ia juga berharap agar secepatnya bisa lepas dari apa yang telah ia setujui un
"Waaah dek, kamu cantik banget!" Seru Alara tampak bersemangat mendekati Alora yang sudah begitu cantik nan anggun ketika make up flawlessnya di padu dengan baju pengantin adat Jawa."Jangan terlalu memuji kak, bukankah ini hal yang wajar ketika seorang perempuan akan terlihat cantik setelah di rias." Jawab Alora sedikit malu akan pujian dari sang kakak."Ya memang tapi itu sedikit spesial di kamu dek, karna kamu jarang di dandani kayak gini?" Alara tetap pada pendapatnya dan trus menggoda Alora, dimana itu menciptakan kebahagiaan kecil baginya saat melihat raut wajah Alora yang mulai ditekuk."Udah sih kak jangan godain aku trus." Jengkel Alora melihat kakaknya trus tertawa kecil."Iya, iya maaf. Oh ya, tadi kamu manggil kakak kenapa?" Tanya Alara kembali teringat alasan ia menghampiri Alora."Aku memanggil kakak kemari, karna aku ingin kembali bertanya apakah kakak yakin dengan pernikahan ini?" Alara langsung mengutarakan isi hatinya yang masih berada diambang keraguan akan berlangs
Ketika langkah kaki keduanya sudah berada di lantai dekat dengan tangga, Alora seketika berhenti dan memundurkan satu langkahnya ke belakang membuat Alara bertanya-tanya."Ada apa dek?" Tanya Alara."Kenapa banyak sekali orang kak?" Kata Alora gugup."Ya kan ini pernikahan dek, jadi rame tapi gapapa untuk akad hanya di hadiri keluarga dan kerabat dekat saja kok. Jadi ayo turun keburu orang lihat semua." Jawab Alara, lalu setelah meyakinkan kembali Alora ia kembali menuntun sang adik untuk mulai menuruni tangga.Suara langkah kaki yang mengalun pelan, seketika langsung menarik perhatian semua orang yang berada dibawah. Tatapan kagum dari beberapa anggota keluarga serta tamu yang hadir seketika Alora dapatkan, dan tidak terkecuali dua orang laki-laki yang cukup kagum dengan kecantikan Alora yakni satu laki-laki yang pernah berada di kehidupan Alora dan satu laki-laki yang akan berada di kehidupan Alora."Dek menatap lah ke depan." Bisik Alara ketika Alora hanya menunduk sedari tadi.Men
Meskipun Chakra tidak tau bagaimana cara melepas kain batik yang membalut pinggang sampai bawah, Chakra terus berusaha hingga kain yang membalut berhasil dibuka."Maaf." Ucapnya ketika hendak menurunkan kain itu, meski Chakra mencoba untuk tidak terlalu menghiraukan tapi tetap saja perasaan kagum tidak dapat terelakkan ketika melihat lekuk tubuh indah Alora."Duduklah, biar aku lihat lukamu." Titah Chakra lagi dan Alora langsung menuruti ucapan Chakra.Kembali di buat terkejut, Chakra kembali membulatkan matanya ketika melihat luka Alora ternyata cukup lebar. Bahkan jahitan yang tadinya sudah mulai menutup kini kembali terbuka sampai darah trus keluar."Ini kenapa Ra, luka apa ini kenapa bisa sampai separah ini!?" Tanyanya mendongak menatap ke arah Alora tampak kekhawatiran semakin terlihat."Itu hanya luka karna kecerobohan ku sendiri mas." Jelas Alora namun jawabannya membuat Chakra tidak puas."Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, jika memang ini karna kecerobohanmu sendiri kenapa
Saat Chakra tengah fokus merapikan jas yang baru dikenakannya tepat berada di depan cermin, seketika Chakra takjub kala melihat pantulan dari cermin akan kecantikan Alora yang semakin sempurna dengan make up flawlessnya dan berpadu dengan gaun indah yang dikenakannya.Gaun putih yang di design simple tanpa lengan, menjuntai indah dan terlihat begitu elegan ketika berpadu dengan kulit putih susu milik Alora dan begitu pas saat melekat sempurna di lekuk tubuh Alora yang cukup berisi di bagian tertentu saja, yang semakin menambah keseksiannya ditambah rambut hitam milik Alora terurai indah dengan mahkota kecil di kepala, semakin mempercantik penampilannya.Chakra langsung menoleh kearah belakang, tatapannya tidak bisa di bohongi jika dirinya tengah takjub bahkan laki-laki itu hampir tidak mengedipkan matanya hingga suara dari wanita yang tengah membantu Alora untuk memegang gaunnya bersuara."Gimana pak cantik kan?" Kata Mua itu meminta pendapat pada Chakra."Cantik." Jawabnya singkat.T
"Tenanglah sayang, saat ini aku sudah menyadari bagaimana posisimu. Aku mulai mengerti dan aku tidak akan menyalahkan mu akan pernikahan ini, jadi jangan menangis karna aku akan semakin sakit ketika melihat air matamu turun." Kata Damian lembut memperhatikan dalam kecantikan Alora yang masih dapat terlihat meski sebagian tertutup oleh topeng."Terimah kasih Dam, terimah kasih atas pengertiannya, dan aku akan berdoa untuk kebahagiaanmu." Jawab Alora yang tidak dapat berkata banyak."Jika memang kamu mengharap kebahagiaanku maka teruslah berbahagia sayang, karna itu adalah kebahagiaanku juga." Kata Damian, semakin membuat Alora tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.Damian kembali mengusap air mata itu dengan pelan. "Berhentilah menangis, waktu kita sudah habis." Damian segera merentangkan tangannya yang langsung diikuti oleh Alora dan saat itulah Chakra langsung mengambil alih dan langsung membawa Alora dalam dekapannya."Setelah ini kembalilah ke dalam kamar untuk memperbaiki ma
Malam yang terus beranjak mengantarkan pada pagi dingin nan sejuk, dalam tidur lelapnya Alara mulai mengerjapkan mata berusaha untuk segera sadar, ketika Alara dapat merasakan di dalam kamar ada aktivitas yang tengah di lakukan oleh seseorang."Apa tidurmu nyenyak sayang?" Tanya Chakra menyadari jika Alara mulai terbangun.Kesadaran yang tadinya belum sepenuhnya terkumpul, tapi ketika suara yang di kenalnya terdengar. Seketika membuat Alara melebarkan matanya dan langsung bangkit dan duduk dengan menyandarkan punggungnya di headboard, cukup terkejut dengan kehadiran Chakra."Mas kenapa kamu disini?, dan sejak kapan?, lalu susternya kemana?" Alara langsung memberikan Chakra rentetan pertanyaan."Tenanglah sayang, kenapa kamu terlihat begitu panik. Lagi pula meskipun aku kesini itu bukanlah masalah." Kata Chakra dengan masih fokus mengganti pampers Zevanya."Aku kesini saat aku merasa tidak bisa tidur sayang, sepertinya aku sangat rindu dengan putriku setelah beberapa hari aku tidak terl
"Bukankah kamu sekarang suaminya, kenapa bisa kamu tidak mengetahui kemana istrimu pergi!" Kata Sarah ketus pada Chakra, yang kini semuanya tengah menunggu kabar dari dokter tentang keadaan Alara."Maaf Ma." Jawab Chakra yang hanya bisa mengucapkan kata maaf, karna ia pun juga bingung harus bersikap seperti apa karna belum terbiasa dengan keadaan dan situasi yang begitu cepat berbeda.Setelah mengomeli Chakra, Sarah kembali mengeluarkan ponselnya lalu mencoba menghubungi ulang menantunya itu. Tapi sama halnya seperti sebelumnya Alora belum kunjung mengangkat telpon darinya, membuatnya semakin di terpa kekhawatiran.Di tengah kekalutan dua keluarga, seorang dokter keluar dari dalam ruangan dimana Alara tengah di tangani, dan Chakra adalah orang pertama yang langsung menghampiri dokter laki-laki itu dengan raut wajah kekhawatiran."Bagaimana dengan keadaannya Dok?" Tanya Chakra langsung pada dokter."Pendarahan yang di alami pasien cukup banyak, pasien mengalami komplikasi dan sekarang