Chakra menghentikan mobilnya tidak jauh dari dimana mobil Alora dan Damian berhenti, tampak keduanya segera turun dan melangkah bersama ke arah taman. Ia pun tidak tinggal diam dan bergegas keluar mobil lalu mengendap-endap mengikuti kemana perginya Alora dan Damian.Hal yang pertama Chakra lihat apa yang Damian lakukan yaitu menghampiri seorang penjual ice cream keliling lalu membeli dua ice cream dan salah satunya Damian berikan pada Alora yang langsung menerimanya dengan senyuman dan ucapan terimakasih. Sesuatu yang cukup sederhana namun, mampu membuat perasaan tidak suka tiba-tiba muncul dan di rasakan Chakra.Setelah mendapatkan ice cream, Damian dan Alora menghampiri sebuah kursi taman dan keduanya duduk disana. "Alora." Panggil Damian lembur, lalu Alora menoleh menatapnya.Cukup lama keduanya saling mengunci tatapan, dan Damian dapat menangkap sorot kesedihan dari mata Alora yang mulai mengembun. "Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Damian, suaranya terdengar lebih lembut. Mendenga
Pagi hari saat Sarah telah menyelesaikan ritual paginya, ia keluar kamar dan seketika semerbak dari lezatnya sebuah kue yang baru matang memanjakan indra penciumannya."Siapa pagi-pagi begini sudah membuat kue, perasaan para pelayan tidak ada yang aku suruh untuk membuat kue." Gumam Sarah bertanya-tanya.Ketika Sarah hendak pergi menuju ke dapur, tanpa sengaja ia berpapasan dengan salah satu pelayan. Tidak tahan akan rasa penasarannya ia memilih untuk bertanya pada pelayan itu."Bi siapa yang lagi masak kue pagi-pagi gini?" Pertanyaan Sarah berhasil menghentikan langkah pelayan itu yang hendak mengerjakan tugasnya membersihkan rumah."Oh itu non Alora nyonya, entah tiba-tiba pagi buta udah semangat banget buat kue." Jawab pelayan itu."Alora?" Ucapnya tampak tidak percaya."Iya nyonya, non Alora coba nyonya ke dapur tadi kebetulan saya di suruh mencicipinya dan enak banget rasanya." Jelas pelayan itu cukup semangat."Yaudah aku kesana dulu kalau gitu." Sarah bergegas menuju dapur deng
"Meskipun kamu bersikap menyebalkan seperti ini, itu tidak akan membuat Alara kembali padamu Chak. Ingat dia sudah tidak ada maka ikhlaskan kepergiannya, jangan menyakiti yang lain hanya karna kamu merasa tersakiti." Adiyatma seketika bersuara kala ia tidak dapat lagi menahan kekesalannya, dan ia menekankan setiap kata-kata yang keluar.Tangan kekar Chakra terlihat mengepal erat saat mendengar perkataan dari papanya yang cukup memancing emosinya, ia tiba-tiba langsung berdiri mengeratkan rahangnya menahan emosi yang ingin segera meledak."Papah bisa berbicara seperti itu, karna belum pernah kehilangan seseorang yang paling berharga di hidup papah. Maka jangan pernah bicara seolah-olah papah pernah merasakannya." Ucap Chakra tidak kalah menekan kan setiap kata-katanya.Setelah mengatakannya Chakra langsung melenggang pergi keluar rumah, sedangkan Adiyatma yang terpancing emosi hendak menyusul putranya itu tapi Sarah cepat-cepat mencegahnya."Sudahlah, mungkin Chakra begitu karna belum
Tidak terlalu lama untuk Alora memasukkan semua bajunya ke dalam koper karna baju-baju miliknya tidak terlalu banyak, ketika ia hendak memasukkan pouch yang berisi perhiasannya tanpa sengaja sebuah kalung terjatuh ketika pouch itu tidak tertutup sempurna.Seketika perhatiannya teralih pada kalung itu, dan Chakra yang kebetulan baru keluar dari dalam kamar mandi tanpa sengaja melihat ke arah kalung yang terjatuh. Dari dimana tempat dia berdiri Chakra merasa mengenal pada kalung itu, dan buru-buru ia menghampiri Alora sebelum dia masukkan kembali ke dalam pouch."Dari mana kamu mendapatkan kalung itu?" Tanya Chakra berdiri tepat di samping Alora yang masih duduk di lantai.Alora mendongak menatap ke arah Chakra. "Ini punyaku sendiri, kenapa?" Alora berbalik bertanya, mata lentik itu mulai memperhatikan ekspresi Chakra dalam-dalam.Tidak menghiraukan pertanyaan Alora, Chakra mulai merendahkan tubuhnya meraih kalung yang berada di genggaman Alora. Lalu ia kembali menegakkan tubuhnya melih
Setelah acara saling berpelukan dan saling melemparkan tuturan lembut, akhirnya Bagas dan Mirna segera melenggang pergi menuju pesawat yang akan keduanya tumpamgi, dan Alora tersenyum tipis sembari menatap kepergian kedua orang tuanya yang sudah mulai menghilang dari pandangannya."SAYANG!" Panggil Damian sembari berlari kecil menghampiri Alora."Damian," Alora langsung memeluk tubuh sang kekasih."Dam, maafin Papah ya yang sampai saat ini masih belum bisa menerima kamu dan hubungan kita." Kata Alora, ketika Damian tidak bisa mengantar kepergian orang tuanya ke bandara karna restu yang masih belum keduanya dapatkan."Tidak masalah sayang, tidak perlu terlalu di pikirkan." Kata Damian tersenyum mencoba menyembunyikan rasa sedihnya yang pasti ada."Supaya kamu tidak terlalu sedih lebih baik kita ke London Eye, kita habisin waktu disana karna aku nanti akan sangat merindukanmu ketika kamu kembali ke Indonesia." Tutur Damian mencoba untuk mengalihkan kesedihan kekasihnya.Seketika kesendua
Seketika Mirna kembali teringat akan kondisi dari putri pertamanya, lalu satu orang yang seketika Mirna tatap tidak lain adalah Chakra."Chakra, kamu anter Alora ke ruangan Dokter cepat!" Tutur Mirna membuyarkan lamunan Chakra yang cukup tertegun saat baru pertama kali melihat adik dari istrinya."Iya Mah...""Ayo ikut aku." Ucap Chakra menjawab lalu di lanjut berbicara kearah Alora dan mengajaknya untuk ke ruangan Dokter, selama langkah menyusuri lorong rumah sakit Alora mencoba untuk menahan gejolak perasaan yang tiba-tiba merasa tidak karuan ketika melihat Chakra dan tanpa di sadari itu juga yang di rasakan oleh Chakra.Sesampainya di ruangan dan bertemu dengan Dokter, Alora segera diperiksa keadaan dan darahnya yang dimana akan di donorkan kepada Alara. Setelah melewati pemeriksaan dan hasilnya baik, Dokter pun segera melakukan pendonoran darah.Berbaring bersama dengan sang Kakak dan hanya berbeda bed petient, Alora mencoba menoleh menatap lekat kearah sang Kakak. Air matanya tib
Reflek tatapan semua orang langsung mengarah pada suara pintu yang terbuka dan Chakra langsung menghampiri Dokter yang baru saja keluar."Bagaimana dengan keadaan istri saya Dok!?" Tanya Chakra langsung."Syukurlah kondisi pasien stabil, dan keluarga bisa langsung melihat. Tapi tetap jaga kenyamanan pasien agar bisa beristirahat dan kita akan tetap pantau kondisinya sampai benar-benar stabil." Jelas Dokter seketika melegakan semua orang yang mendengarnya.Setelah sedikit berbincang dengan Dokter, Chakra dan Mirna memutuskan untuk masuk dan yang lain memilih menunggu di luar.Namun, belum lama pintu ruangan itu tertutup terlihat Mirna kembali membukanya. "Alora ayo masuk, Kakakmu ingin bicara." Kata Mirna seketika membuat jantung Alora berdetak cepat.Ketika Alora masuk ke dalam ruang rawat Alara, ia melihat senyuman sang Kakak yang seperti menunggunya. "Apa Kakak baik-baik saja?" Tanya Alora segera duduk di kursi dekat sang Kakak."Kakak akan membaik jika kamu mau menuruti permintaan
"Sayang," panggil Damian setelah duduk di samping Alora dengan dua mangkok bakso yang telah tersaji di depan keduanya."Hmm," reflek Alora langsung menoleh kearah Damian."Apa ada masalah, kenapa kamu tidak seperti biasanya?" Tanya Damian, menyadari perubahan pada Alora.Alora hanya menggeleng pelan, dan itu membuat Damian semakin tidak tenang. Mengurungkan niatnya untuk menyantap segera bakso yang ada di tangannya, Damian lebih memilih untuk meletakkan mangkok berisi bakso itu di meja."Jangan membuatku penasaran sayang, jika memang ada masalah ceritalah aku akan menerima apapun itu sayang." Bujuk Damian."Tapi untuk masalah ini aku yakin kamu tidak akan bisa menerimanya." Jawab Alora masih tertunduk memandangi semangkuk bakso di hadapannya yang mulai menghangat."Serumit apa masalah itu sampai kamu mengatakan dengan yakin tentang aku yang tidak akan bisa menerimanya." Damian semakin tidak sabar dengan apa yang belum di ketahuinya, dan membuatnya mulai berpikir lalu menebak masalah a