Share

Bab 02

Seketika Mirna kembali teringat akan kondisi dari putri pertamanya, lalu satu orang yang seketika Mirna tatap tidak lain adalah Chakra.

"Chakra, kamu anter Alora ke ruangan Dokter cepat!" Tutur Mirna membuyarkan lamunan Chakra yang cukup tertegun saat baru pertama kali melihat adik dari istrinya.

"Iya Mah..."

"Ayo ikut aku." 

Ucap Chakra menjawab lalu di lanjut berbicara kearah Alora dan mengajaknya untuk ke ruangan Dokter, selama langkah menyusuri lorong rumah sakit Alora mencoba untuk menahan gejolak perasaan yang tiba-tiba merasa tidak karuan ketika melihat Chakra dan tanpa di sadari itu juga yang di rasakan oleh Chakra.

Sesampainya di ruangan dan bertemu dengan Dokter, Alora segera diperiksa keadaan dan darahnya yang dimana akan di donorkan kepada Alara. Setelah melewati pemeriksaan dan hasilnya baik, Dokter pun segera melakukan pendonoran darah.

Berbaring bersama dengan sang Kakak dan hanya berbeda bed petient, Alora mencoba menoleh menatap lekat kearah sang Kakak. Air matanya tiba-tiba saja menetes melihat Kakaknya yang masih tidak sadarkan diri.

"Aku harap setelah ini, Kakak bisa membaik. Aku kangen sama Kakak, dan Kakak harus menepati janji Kakak jika kita akan mengasuh putri kecil Kakak bersama." Gumam Alora menatap sedih.

****

Setelah Alara di pindahkan di ruang perawatan, semuanya kini tengah menunggunya untuk siuman, dan terlihat Alora yang terus berada di samping sang kakak sembari menggenggam tangannya berharap Alara segera membuka matanya.

Beberapa saat semua orang seketika langsung memfokuskan tatapannya pada Alara ketika sudah membuka matanya sempurna, sampai dimana Chakra semakin mendekat dan mengambil alih genggaman tangan Alara dari Alora.

"Apa ada yang masih sakit sayang?" Tanya Chakra penuh kekhawatiran, refleks tangannya mengelus pucuk kepala Alara.

"Aku ingin bicara dengan Alora." Katanya, suaranya masih terdengar lemah.

Chakra segera menggeser posisinya, dan mempersilahkan Alora untuk menggantikan posisinya duduk di samping Alara.

Setelah posisi Alora sudah sangat dekat, Alara merentangkan satu tangannya dan langsung Alora mengerti, ia pun segera menghambur ke dalam pelukan sang Kakak yang memelukanya cukup erat.

"Kakak kangen." Kata Alara setelah melerai pelukannya.

"Aku juga."

"Dek," panggil Alara.

"Hmmm." Jawab singkat Alora.

"Kakak boleh minta sesuatu?"

"Boleh, katakan aja kak."

"Menikahlah dengan Mas Chakra." Kata Alara seperti tanpa beban, yang seketika mengubah raut wajah Alora.

"Alara!" Panggil Chakra yang terkejut akan perkataan dari istrinya itu, dan semua yang ada di dalam ruangan pun tidak luput merasakan hal yang sama.

"Aku tau ini sangat mengejutkan, anggap saja ini sebagai permintaan terakhirku karna aku cuman bisa tenang jika kamu yang mengasuh putriku." Jelas Alara kembali yang tentu semakin mengiris perasaan Alora.

Beberapa saat Alora hanya terdiam bibirnya terasa kelu untuk menanggapi apa yang Kakaknya katakan, dan dengan tetap diam ia langsung keluar dari ruangan itu.

"Apakah dia marah?" Gumam Alara ketika melihat Alora tiba-tiba keluar tanpa bicara apapun.

"Jelas dia marah, karna permintaanmu sungguh tidak masuk akal." Jawab Chakra kesal.

"Maas! Aku hanya meminta hal sederhana," jelas Alara.

"Hal sederhana kamu bilang!, ini bukan hal sederhana sayang. Ini hal yang cukup besar bahkan sangat sulit." Nada bicara Chakra tanpa sadar mulai meninggi.

"Jika memang ini hal besar dan cukup sulit, apakah kamu dan Alora tidak bisa melakukannya untukku. Untuk terakhir kalinya." Alara masih kekeh dengan keinginannya.

Chakra yang mendengar jawaban istrinya yang masih kekeh terhadap permintaan bodoh itu, ia hanya bisa menggusar rambutnya kasar. Lalu Chakra menghampiri Mirna dan Bagas.

"Pah, Mah, aku akan keluar terlebih dahulu dan aku minta tolong pada Papah dan Mamah untuk menjelaskan apa yang di inginkannya itu tidak mungkin!" Ucap Chakra, yang langsung di angguki oleh mertuanya dan setelah mengatakannya ia langsung keluar.

"Alara, apa permintaanmu tidak salah?" Ujar Mirna menghampiri putrinya.

"Tidak Mah, justru permintaanku ini demi kebaikan anakku. Karna setelah kepergianku aku hanya ingin anakku di rawat oleh Alora."

"ALARA!" dari teriakan Mirna, Alara sedikit terperanjat karna terkejut. Tidak luput dengan bayi mungil di sampingnya yang langsung menangis.

Melihat Mirna yang terbawa emosi, Bagas segera menghampiri istrinya lalu mencoba untuk menenangkannya. Sedangkan Sarah, ibu dari Chakra bergegas menggendong bayi yang tengah menangis karna terkejut.

"Apa kamu tidak bisa berkata yang baik saja Ra, setidaknya perkataan baik yang keluar dari bibirmu itu menjadi hadiah kecil untuk kami semua yang sedari kemarin mengharapkan terbukanya matamu." Kata Mirna sedikit menekankan setiap kata yang keluar.

Sedangkan di luar ruangan rawat, Chakra yang keluar untuk menahan emosinya agar kembali stabil. Tanpa sengaja melihat keberadaan Alora di taman rumah sakit, Chakra tentu mencoba melihat lebih dalam lagi dengan apa yang Alora lakukan, dan ternyata tidak lain Alora tengah menangis. Sesuatu hal yang wajar jika mengingat apa yang baru saja menimpa dirinya, bagaimana Alora tidak menangis ketika sang Kakak yang baru saja siuman setelah masa kritisnya. Tiba-tiba meminta permintaan yang tidak masuk akal yang jelas cukup terasa sakit bagi Alora yang sangat menyayangi sang Kakak.

Cukup lama Chakra menetapkan kefokusannya dalam menatap Alora, beberapa saat kemudian kefokusannya membuyar ketika dering ponsel milik Alora berbunyi dan terlihat dengan cepat Alora menghapus air matanya sebelum menerima panggilan yang masuk.

Tampak saat Alora menatap layar senyumannya di paksa untuk mengembang, dan saat itu juga Chakra mulai mengerti jika yang tengah menghubungi Alora tidak lain adalah kekasihnya. Tidak ingin mendengar obrolan sepasang kekasih itu Chakra akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan kembali menemui sang istri.

Setelah memutuskan sambungannya dengan Damian, rasa nyeri yang bersarang di pahanya mulai terasa dan Alora mulai meringis menahan perih. Lalu dengan pelan Alora mencoba melihat ke arah pahanya yang tertutupi oleh baju yang memiliki panjang hingga menutup sampai ke lutut dan betapa terkejutnya Alora ketika ia membuka balutan kain yang memperlihatkan luka di pahanya yang cukup parah. Saat itu juga ia berpikir untuk harus menemui dokter mencoba memeriksakan lukanya, ia berharap semua akan baik-baik saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status