Seketika Mirna kembali teringat akan kondisi dari putri pertamanya, lalu satu orang yang seketika Mirna tatap tidak lain adalah Chakra.
"Chakra, kamu anter Alora ke ruangan Dokter cepat!" Tutur Mirna membuyarkan lamunan Chakra yang cukup tertegun saat baru pertama kali melihat adik dari istrinya.
"Iya Mah..."
"Ayo ikut aku."
Ucap Chakra menjawab lalu di lanjut berbicara kearah Alora dan mengajaknya untuk ke ruangan Dokter, selama langkah menyusuri lorong rumah sakit Alora mencoba untuk menahan gejolak perasaan yang tiba-tiba merasa tidak karuan ketika melihat Chakra dan tanpa di sadari itu juga yang di rasakan oleh Chakra.
Sesampainya di ruangan dan bertemu dengan Dokter, Alora segera diperiksa keadaan dan darahnya yang dimana akan di donorkan kepada Alara. Setelah melewati pemeriksaan dan hasilnya baik, Dokter pun segera melakukan pendonoran darah.
Berbaring bersama dengan sang Kakak dan hanya berbeda bed petient, Alora mencoba menoleh menatap lekat kearah sang Kakak. Air matanya tiba-tiba saja menetes melihat Kakaknya yang masih tidak sadarkan diri.
"Aku harap setelah ini, Kakak bisa membaik. Aku kangen sama Kakak, dan Kakak harus menepati janji Kakak jika kita akan mengasuh putri kecil Kakak bersama." Gumam Alora menatap sedih.
****
Setelah Alara di pindahkan di ruang perawatan, semuanya kini tengah menunggunya untuk siuman, dan terlihat Alora yang terus berada di samping sang kakak sembari menggenggam tangannya berharap Alara segera membuka matanya.
Beberapa saat semua orang seketika langsung memfokuskan tatapannya pada Alara ketika sudah membuka matanya sempurna, sampai dimana Chakra semakin mendekat dan mengambil alih genggaman tangan Alara dari Alora.
"Apa ada yang masih sakit sayang?" Tanya Chakra penuh kekhawatiran, refleks tangannya mengelus pucuk kepala Alara.
"Aku ingin bicara dengan Alora." Katanya, suaranya masih terdengar lemah.
Chakra segera menggeser posisinya, dan mempersilahkan Alora untuk menggantikan posisinya duduk di samping Alara.
Setelah posisi Alora sudah sangat dekat, Alara merentangkan satu tangannya dan langsung Alora mengerti, ia pun segera menghambur ke dalam pelukan sang Kakak yang memelukanya cukup erat.
"Kakak kangen." Kata Alara setelah melerai pelukannya.
"Aku juga."
"Dek," panggil Alara.
"Hmmm." Jawab singkat Alora.
"Kakak boleh minta sesuatu?"
"Boleh, katakan aja kak."
"Menikahlah dengan Mas Chakra." Kata Alara seperti tanpa beban, yang seketika mengubah raut wajah Alora.
"Alara!" Panggil Chakra yang terkejut akan perkataan dari istrinya itu, dan semua yang ada di dalam ruangan pun tidak luput merasakan hal yang sama.
"Aku tau ini sangat mengejutkan, anggap saja ini sebagai permintaan terakhirku karna aku cuman bisa tenang jika kamu yang mengasuh putriku." Jelas Alara kembali yang tentu semakin mengiris perasaan Alora.
Beberapa saat Alora hanya terdiam bibirnya terasa kelu untuk menanggapi apa yang Kakaknya katakan, dan dengan tetap diam ia langsung keluar dari ruangan itu.
"Apakah dia marah?" Gumam Alara ketika melihat Alora tiba-tiba keluar tanpa bicara apapun.
"Jelas dia marah, karna permintaanmu sungguh tidak masuk akal." Jawab Chakra kesal.
"Maas! Aku hanya meminta hal sederhana," jelas Alara.
"Hal sederhana kamu bilang!, ini bukan hal sederhana sayang. Ini hal yang cukup besar bahkan sangat sulit." Nada bicara Chakra tanpa sadar mulai meninggi.
"Jika memang ini hal besar dan cukup sulit, apakah kamu dan Alora tidak bisa melakukannya untukku. Untuk terakhir kalinya." Alara masih kekeh dengan keinginannya.
Chakra yang mendengar jawaban istrinya yang masih kekeh terhadap permintaan bodoh itu, ia hanya bisa menggusar rambutnya kasar. Lalu Chakra menghampiri Mirna dan Bagas.
"Pah, Mah, aku akan keluar terlebih dahulu dan aku minta tolong pada Papah dan Mamah untuk menjelaskan apa yang di inginkannya itu tidak mungkin!" Ucap Chakra, yang langsung di angguki oleh mertuanya dan setelah mengatakannya ia langsung keluar.
"Alara, apa permintaanmu tidak salah?" Ujar Mirna menghampiri putrinya.
"Tidak Mah, justru permintaanku ini demi kebaikan anakku. Karna setelah kepergianku aku hanya ingin anakku di rawat oleh Alora."
"ALARA!" dari teriakan Mirna, Alara sedikit terperanjat karna terkejut. Tidak luput dengan bayi mungil di sampingnya yang langsung menangis.
Melihat Mirna yang terbawa emosi, Bagas segera menghampiri istrinya lalu mencoba untuk menenangkannya. Sedangkan Sarah, ibu dari Chakra bergegas menggendong bayi yang tengah menangis karna terkejut.
"Apa kamu tidak bisa berkata yang baik saja Ra, setidaknya perkataan baik yang keluar dari bibirmu itu menjadi hadiah kecil untuk kami semua yang sedari kemarin mengharapkan terbukanya matamu." Kata Mirna sedikit menekankan setiap kata yang keluar.
Sedangkan di luar ruangan rawat, Chakra yang keluar untuk menahan emosinya agar kembali stabil. Tanpa sengaja melihat keberadaan Alora di taman rumah sakit, Chakra tentu mencoba melihat lebih dalam lagi dengan apa yang Alora lakukan, dan ternyata tidak lain Alora tengah menangis. Sesuatu hal yang wajar jika mengingat apa yang baru saja menimpa dirinya, bagaimana Alora tidak menangis ketika sang Kakak yang baru saja siuman setelah masa kritisnya. Tiba-tiba meminta permintaan yang tidak masuk akal yang jelas cukup terasa sakit bagi Alora yang sangat menyayangi sang Kakak.
Cukup lama Chakra menetapkan kefokusannya dalam menatap Alora, beberapa saat kemudian kefokusannya membuyar ketika dering ponsel milik Alora berbunyi dan terlihat dengan cepat Alora menghapus air matanya sebelum menerima panggilan yang masuk.
Tampak saat Alora menatap layar senyumannya di paksa untuk mengembang, dan saat itu juga Chakra mulai mengerti jika yang tengah menghubungi Alora tidak lain adalah kekasihnya. Tidak ingin mendengar obrolan sepasang kekasih itu Chakra akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan kembali menemui sang istri.
Setelah memutuskan sambungannya dengan Damian, rasa nyeri yang bersarang di pahanya mulai terasa dan Alora mulai meringis menahan perih. Lalu dengan pelan Alora mencoba melihat ke arah pahanya yang tertutupi oleh baju yang memiliki panjang hingga menutup sampai ke lutut dan betapa terkejutnya Alora ketika ia membuka balutan kain yang memperlihatkan luka di pahanya yang cukup parah. Saat itu juga ia berpikir untuk harus menemui dokter mencoba memeriksakan lukanya, ia berharap semua akan baik-baik saja.
Reflek tatapan semua orang langsung mengarah pada suara pintu yang terbuka dan Chakra langsung menghampiri Dokter yang baru saja keluar."Bagaimana dengan keadaan istri saya Dok!?" Tanya Chakra langsung."Syukurlah kondisi pasien stabil, dan keluarga bisa langsung melihat. Tapi tetap jaga kenyamanan pasien agar bisa beristirahat dan kita akan tetap pantau kondisinya sampai benar-benar stabil." Jelas Dokter seketika melegakan semua orang yang mendengarnya.Setelah sedikit berbincang dengan Dokter, Chakra dan Mirna memutuskan untuk masuk dan yang lain memilih menunggu di luar.Namun, belum lama pintu ruangan itu tertutup terlihat Mirna kembali membukanya. "Alora ayo masuk, Kakakmu ingin bicara." Kata Mirna seketika membuat jantung Alora berdetak cepat.Ketika Alora masuk ke dalam ruang rawat Alara, ia melihat senyuman sang Kakak yang seperti menunggunya. "Apa Kakak baik-baik saja?" Tanya Alora segera duduk di kursi dekat sang Kakak."Kakak akan membaik jika kamu mau menuruti permintaan
"Sayang," panggil Damian setelah duduk di samping Alora dengan dua mangkok bakso yang telah tersaji di depan keduanya."Hmm," reflek Alora langsung menoleh kearah Damian."Apa ada masalah, kenapa kamu tidak seperti biasanya?" Tanya Damian, menyadari perubahan pada Alora.Alora hanya menggeleng pelan, dan itu membuat Damian semakin tidak tenang. Mengurungkan niatnya untuk menyantap segera bakso yang ada di tangannya, Damian lebih memilih untuk meletakkan mangkok berisi bakso itu di meja."Jangan membuatku penasaran sayang, jika memang ada masalah ceritalah aku akan menerima apapun itu sayang." Bujuk Damian."Tapi untuk masalah ini aku yakin kamu tidak akan bisa menerimanya." Jawab Alora masih tertunduk memandangi semangkuk bakso di hadapannya yang mulai menghangat."Serumit apa masalah itu sampai kamu mengatakan dengan yakin tentang aku yang tidak akan bisa menerimanya." Damian semakin tidak sabar dengan apa yang belum di ketahuinya, dan membuatnya mulai berpikir lalu menebak masalah a
Di luar kamar rawat, tepat berada di depan pas Alora duduk di kursi yang di sediakan oleh rumah sakit. Wajah lelah serta tarikan nafas panjangnya sesekali terdengar menyiratkan betapa banyak kebimbangan yang tengah di pikul.Sampai dimana Alora terperanjat ketika Chakra tiba-tiba keluar dari kamar rawat, dan menyadari keterkejutan adik iparnya itu apalagi perubahan dari sikap Alora yang sangat terlihat canggung setelah kedatangannya. "Maaf karna permintaan Alara yang tanpa sadar menciptakan suasana canggung ketika kamu melihatku." "Gapapa mas, mungkin aku masih belum siap akan semua ini." "Aku tahu, karna untuk menerima semua ini tidak mudah bagi kamu." Chakra lalu duduk di kursi dekat Alara yang hanya berjarak satu kursi saja."Dan aku akan mencobanya meski sulit, semoga setelah ini kak Lara bisa kembali pulih seperti sebelumnya." Jawab Alora yang tidak hanya berharap jika kakaknya akan segera pulih, tapi ia juga berharap agar secepatnya bisa lepas dari apa yang telah ia setujui un
"Waaah dek, kamu cantik banget!" Seru Alara tampak bersemangat mendekati Alora yang sudah begitu cantik nan anggun ketika make up flawlessnya di padu dengan baju pengantin adat Jawa."Jangan terlalu memuji kak, bukankah ini hal yang wajar ketika seorang perempuan akan terlihat cantik setelah di rias." Jawab Alora sedikit malu akan pujian dari sang kakak."Ya memang tapi itu sedikit spesial di kamu dek, karna kamu jarang di dandani kayak gini?" Alara tetap pada pendapatnya dan trus menggoda Alora, dimana itu menciptakan kebahagiaan kecil baginya saat melihat raut wajah Alora yang mulai ditekuk."Udah sih kak jangan godain aku trus." Jengkel Alora melihat kakaknya trus tertawa kecil."Iya, iya maaf. Oh ya, tadi kamu manggil kakak kenapa?" Tanya Alara kembali teringat alasan ia menghampiri Alora."Aku memanggil kakak kemari, karna aku ingin kembali bertanya apakah kakak yakin dengan pernikahan ini?" Alara langsung mengutarakan isi hatinya yang masih berada diambang keraguan akan berlangs
Ketika langkah kaki keduanya sudah berada di lantai dekat dengan tangga, Alora seketika berhenti dan memundurkan satu langkahnya ke belakang membuat Alara bertanya-tanya."Ada apa dek?" Tanya Alara."Kenapa banyak sekali orang kak?" Kata Alora gugup."Ya kan ini pernikahan dek, jadi rame tapi gapapa untuk akad hanya di hadiri keluarga dan kerabat dekat saja kok. Jadi ayo turun keburu orang lihat semua." Jawab Alara, lalu setelah meyakinkan kembali Alora ia kembali menuntun sang adik untuk mulai menuruni tangga.Suara langkah kaki yang mengalun pelan, seketika langsung menarik perhatian semua orang yang berada dibawah. Tatapan kagum dari beberapa anggota keluarga serta tamu yang hadir seketika Alora dapatkan, dan tidak terkecuali dua orang laki-laki yang cukup kagum dengan kecantikan Alora yakni satu laki-laki yang pernah berada di kehidupan Alora dan satu laki-laki yang akan berada di kehidupan Alora."Dek menatap lah ke depan." Bisik Alara ketika Alora hanya menunduk sedari tadi.Men
Meskipun Chakra tidak tau bagaimana cara melepas kain batik yang membalut pinggang sampai bawah, Chakra terus berusaha hingga kain yang membalut berhasil dibuka."Maaf." Ucapnya ketika hendak menurunkan kain itu, meski Chakra mencoba untuk tidak terlalu menghiraukan tapi tetap saja perasaan kagum tidak dapat terelakkan ketika melihat lekuk tubuh indah Alora."Duduklah, biar aku lihat lukamu." Titah Chakra lagi dan Alora langsung menuruti ucapan Chakra.Kembali di buat terkejut, Chakra kembali membulatkan matanya ketika melihat luka Alora ternyata cukup lebar. Bahkan jahitan yang tadinya sudah mulai menutup kini kembali terbuka sampai darah trus keluar."Ini kenapa Ra, luka apa ini kenapa bisa sampai separah ini!?" Tanyanya mendongak menatap ke arah Alora tampak kekhawatiran semakin terlihat."Itu hanya luka karna kecerobohan ku sendiri mas." Jelas Alora namun jawabannya membuat Chakra tidak puas."Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, jika memang ini karna kecerobohanmu sendiri kenapa
Saat Chakra tengah fokus merapikan jas yang baru dikenakannya tepat berada di depan cermin, seketika Chakra takjub kala melihat pantulan dari cermin akan kecantikan Alora yang semakin sempurna dengan make up flawlessnya dan berpadu dengan gaun indah yang dikenakannya.Gaun putih yang di design simple tanpa lengan, menjuntai indah dan terlihat begitu elegan ketika berpadu dengan kulit putih susu milik Alora dan begitu pas saat melekat sempurna di lekuk tubuh Alora yang cukup berisi di bagian tertentu saja, yang semakin menambah keseksiannya ditambah rambut hitam milik Alora terurai indah dengan mahkota kecil di kepala, semakin mempercantik penampilannya.Chakra langsung menoleh kearah belakang, tatapannya tidak bisa di bohongi jika dirinya tengah takjub bahkan laki-laki itu hampir tidak mengedipkan matanya hingga suara dari wanita yang tengah membantu Alora untuk memegang gaunnya bersuara."Gimana pak cantik kan?" Kata Mua itu meminta pendapat pada Chakra."Cantik." Jawabnya singkat.T
"Tenanglah sayang, saat ini aku sudah menyadari bagaimana posisimu. Aku mulai mengerti dan aku tidak akan menyalahkan mu akan pernikahan ini, jadi jangan menangis karna aku akan semakin sakit ketika melihat air matamu turun." Kata Damian lembut memperhatikan dalam kecantikan Alora yang masih dapat terlihat meski sebagian tertutup oleh topeng."Terimah kasih Dam, terimah kasih atas pengertiannya, dan aku akan berdoa untuk kebahagiaanmu." Jawab Alora yang tidak dapat berkata banyak."Jika memang kamu mengharap kebahagiaanku maka teruslah berbahagia sayang, karna itu adalah kebahagiaanku juga." Kata Damian, semakin membuat Alora tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.Damian kembali mengusap air mata itu dengan pelan. "Berhentilah menangis, waktu kita sudah habis." Damian segera merentangkan tangannya yang langsung diikuti oleh Alora dan saat itulah Chakra langsung mengambil alih dan langsung membawa Alora dalam dekapannya."Setelah ini kembalilah ke dalam kamar untuk memperbaiki ma