Share

Bukan Istri Pengganti Yang Sebenarnya
Bukan Istri Pengganti Yang Sebenarnya
Author: Sukafiksi02

Bab 01

Setelah acara saling berpelukan dan saling melemparkan tuturan lembut, akhirnya Bagas dan Mirna segera melenggang pergi menuju pesawat yang akan keduanya tumpamgi, dan Alora tersenyum tipis sembari menatap kepergian kedua orang tuanya yang sudah mulai menghilang dari pandangannya.

"SAYANG!" Panggil Damian sembari berlari kecil menghampiri Alora.

"Damian," Alora langsung memeluk tubuh sang kekasih.

"Dam, maafin Papah ya yang sampai saat ini masih belum bisa menerima kamu dan hubungan kita." Kata Alora, ketika Damian tidak bisa mengantar kepergian orang tuanya ke bandara karna restu yang masih belum keduanya dapatkan.

"Tidak masalah sayang, tidak perlu terlalu di pikirkan." Kata Damian tersenyum mencoba menyembunyikan rasa sedihnya yang pasti ada.

"Supaya kamu tidak terlalu sedih lebih baik kita ke London Eye, kita habisin waktu disana karna aku nanti akan sangat merindukanmu ketika kamu kembali ke Indonesia." Tutur Damian mencoba untuk mengalihkan kesedihan kekasihnya.

Seketika kesenduan yang tergambar di raut wajah Alora Sirna dan tergantikan oleh senyuman yang melengkung lebar, Lalu di lanjutkan Alora menautkan tangannya pada lengan Damian.

"Baiklah, sepertinya aku harus segera membawamu kesana. Karna aku tidak mau kehilangan senyuman itu." Damian lalu menarik lembut tangan Alora, lalu di tengah langkahnya Alora berteriak.

"Aaaahh Damiaaannn!!" Dalam satu gerakan Damian berhasil menggendong Alora secara tiba-tiba, dan cukup mengejutkannya.

"Kebiasaan banget sih." Protes kecil Alora, sembari menatap lekat wajah kekasihnya yang mulai melangkah.

"Tapi kamu menyukainya kan?" 

Sejenak Alora seakan berpikir, lalu senyuman kembali ia suguhkan pada Damian. "Sepertinya iya, aku menyukai setiap hal yang kamu lakukan."

"Nanti kalau kita udah pisah, apa kamu gak akan nengokin aku kesana?" Tanya Alora di tengah-tengah kefokusan Damian dalam menyetir, yang kini keduanya sudah berada di dalam mobil.

Sesaat Damian refleks menoleh, lalu bibirnya tersenyum tipis ketika mengembalikan pandangannya fokus ke jalanan. "Aku tidak bisa sekuat itu untuk menahan kerinduanku padamu sayang, tentu nanti aku akan terbang ke Indonesia untuk menemui mu." Jawab Damian.

Alora yang mendapat jawaban cukup manis, langsung memeluk dari samping lengan kekar Damian dan menyandarkan kepalanya disana mencari kenyamanan sembari melihat pada arah yang sama dengan Damian.

****

Alora segera menyalakan ponselnya setelah pesawat landing dan dirinya sudah keluar dari pesawat, lalu Alora mencoba untuk menghubungi beberapa anggota keluarganya. Namun sayangnya tidak ada satupun yang menjawab panggilannya, tidak ada pilihan lain Alora pun memutuskan untuk memesan taksi online.

Di tengah perjalanan hendak menuju rumahnya, Alora mengalami kendala ketika jalanan begitu macet. Awalnya Alora tidak mempermasalahkan hal itu hingga akhirnya, ponsel Alora berbunyi dan tertera jika sang Mamah tengah menelfon dirinya.

"Halo Mah."

"Kamu sekarang ada dimana Ra?" Dengan nada panik, Mirna langsung menanyakan keberadaannya.

"Ini Lora masih di jalan Mah, udah perjalanan ke rumah. Apa ada sesuatu Mah?" Alora bertanya dengan sedikit kekhawatiran kala dapat mendengar suara mamahnya yang terdengar cukup panik.

"Kakakmu Ra, a-anaknya udah lahir ta-tapiiii..." Tidak dapat melanjutkan Mirna tidak dapat menahan isak nya.

"Tapi apa Mah?, Kakak kenapa!?" Alora menjadi panik, mendengar isakan Mamahnya.

"Kakakmu udah melahirkan nak, tapi dia sekarang kritis karna pendarahan dan dia tengah membutuhkan pendonor darah." Jelas Mirna akhirnya.

"Apakah kamu bisa secepatnya ke rumah sakit?" Lanjut Mirna, suaranya terdengar mulai rendah.

"Alora usahakan Mah, yaudah Alora matikan telfonnya dan Mamah kirim alamat rumah sakitnya."

Sambungan telfon itu akhirnya terputus, dan kini Alora langsung melihat ke arah jalanan yang ternyata mobil yang di tumpanginya semakin terjebak dalam kemacetan.

"Pak, apa masih lama macetnya?" Tanya Alora ambigu, karna jelas ia dapat melihat kendaraan yang sangat padat memenuhi jalan.

"Iya Mbak, karna bisa Mbak lihat sendiri ini padat sekali." Jawab supir itu.

Setelah mendapat jawaban itu, Alora sejenak terdiam mencoba berpikir langkah apa yang harus dia ambil. Lalu setelah mendapatkan langkah apa yang harus segera di ambil Alora segera membuka tasnya seraya berbicara pada supir taksi itu.

"Berapa pak?, saya mau turun disini aja." Tanyanya sembari membuka dompet.

Alora segera membayarkan jumlah uang yang di sebutkan oleh supir taksi lalu tanpa menunggu lama lagi Alora segera membuka pintu mobil dan keluar tidak lupa supir taksi itu pun membantu Alora mengeluarkan kopernya.

Akhirnya Alora dengan sedikit kesusahan harus cepat-cepat sampai di trotoar dengan berjalan di sela-sela kemacetan mobil, sampai dimana Alora dapat sedikit merasa lega ketika kakinya berhasil memijak trotoar. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi Alora kembali berlari dan kini langkahnya semakin di percepat berharap dirinya segera tiba di rumah sakit.

"Aaahhh!!" Tiba-tiba teriakan itu terdengar bersamaan dengan badan Alora menunduk dan tangan yang reflek memegang pahanya dan genggamannya melepaskan kopernya.

Terlihat darah cukup deras mengalir meski sudah Alora tahan, karna tidak lain luka dari sebab ranting yang cukup tajam telah berhasil menggoresnya sampai menciptakan luka yang cukup dalam.

"Ya tuhan, ada apa lagi ini!" Keluh Alora melihat darahnya yang semakin deras, tidak memperdulikan lukanya. Alora bergegas merogoh tasnya untuk mengambil sarung tangan dan cepat-cepat ia balut ke lukanya.

Setelah berhasil membalut lukanya dan mengehentikan darah yang keluar, Alora kembali melanjutkan langkahnya. Meski terasa masih sakit ia trus berusaha berjalan sampai usaha itu tidak sia-sia ketika ia sudah sampai di jalanan yang mulai lenggang. Sadar ada kesempatan bagus ia segera memesan taksi kembali.

Setelah tiga belas menit perjalanan, sampailah Alora di rumah sakit sesuai dengan alamat yang Mamahnya berikan. Dengan terburu-buru Alora kembali mengeluarkan beberapa lembar uang lalu segera ia berikan pada supir taksi itu.

Nafasnya sudah terdengar tergesa kekhawatiran semakin di rasakan Alora, tampak langkahnya tidak bisa pelan dan semakin cepat sampai langkah itu menciptakan suara yang menggema, sampai dimana Alora menghentikan langkahnya ketika tidak jauh didepan terlihat semua keluarganya berkumpul dan tampak khawatir.

"Mamah." Panggil Alora, suaranya terdengar menggema. Berhasil menarik perhatian semua orang yang kini menoleh dan melihat kearahnya tidak terkecuali Chakra.

"Loraa." Ucap sang Mamah menyebut lirih nama putrinya, lalu setelahnya Alora segera berlari dan berhambur memeluk Mirna.

"Gimana keadaan Kakak?" Tanya Alora setelah mengurai pelukan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status