Setelah acara saling berpelukan dan saling melemparkan tuturan lembut, akhirnya Bagas dan Mirna segera melenggang pergi menuju pesawat yang akan keduanya tumpamgi, dan Alora tersenyum tipis sembari menatap kepergian kedua orang tuanya yang sudah mulai menghilang dari pandangannya.
"SAYANG!" Panggil Damian sembari berlari kecil menghampiri Alora.
"Damian," Alora langsung memeluk tubuh sang kekasih.
"Dam, maafin Papah ya yang sampai saat ini masih belum bisa menerima kamu dan hubungan kita." Kata Alora, ketika Damian tidak bisa mengantar kepergian orang tuanya ke bandara karna restu yang masih belum keduanya dapatkan.
"Tidak masalah sayang, tidak perlu terlalu di pikirkan." Kata Damian tersenyum mencoba menyembunyikan rasa sedihnya yang pasti ada.
"Supaya kamu tidak terlalu sedih lebih baik kita ke London Eye, kita habisin waktu disana karna aku nanti akan sangat merindukanmu ketika kamu kembali ke Indonesia." Tutur Damian mencoba untuk mengalihkan kesedihan kekasihnya.
Seketika kesenduan yang tergambar di raut wajah Alora Sirna dan tergantikan oleh senyuman yang melengkung lebar, Lalu di lanjutkan Alora menautkan tangannya pada lengan Damian.
"Baiklah, sepertinya aku harus segera membawamu kesana. Karna aku tidak mau kehilangan senyuman itu." Damian lalu menarik lembut tangan Alora, lalu di tengah langkahnya Alora berteriak.
"Aaaahh Damiaaannn!!" Dalam satu gerakan Damian berhasil menggendong Alora secara tiba-tiba, dan cukup mengejutkannya.
"Kebiasaan banget sih." Protes kecil Alora, sembari menatap lekat wajah kekasihnya yang mulai melangkah.
"Tapi kamu menyukainya kan?"
Sejenak Alora seakan berpikir, lalu senyuman kembali ia suguhkan pada Damian. "Sepertinya iya, aku menyukai setiap hal yang kamu lakukan."
"Nanti kalau kita udah pisah, apa kamu gak akan nengokin aku kesana?" Tanya Alora di tengah-tengah kefokusan Damian dalam menyetir, yang kini keduanya sudah berada di dalam mobil.
Sesaat Damian refleks menoleh, lalu bibirnya tersenyum tipis ketika mengembalikan pandangannya fokus ke jalanan. "Aku tidak bisa sekuat itu untuk menahan kerinduanku padamu sayang, tentu nanti aku akan terbang ke Indonesia untuk menemui mu." Jawab Damian.
Alora yang mendapat jawaban cukup manis, langsung memeluk dari samping lengan kekar Damian dan menyandarkan kepalanya disana mencari kenyamanan sembari melihat pada arah yang sama dengan Damian.
****
Alora segera menyalakan ponselnya setelah pesawat landing dan dirinya sudah keluar dari pesawat, lalu Alora mencoba untuk menghubungi beberapa anggota keluarganya. Namun sayangnya tidak ada satupun yang menjawab panggilannya, tidak ada pilihan lain Alora pun memutuskan untuk memesan taksi online.
Di tengah perjalanan hendak menuju rumahnya, Alora mengalami kendala ketika jalanan begitu macet. Awalnya Alora tidak mempermasalahkan hal itu hingga akhirnya, ponsel Alora berbunyi dan tertera jika sang Mamah tengah menelfon dirinya.
"Halo Mah."
"Kamu sekarang ada dimana Ra?" Dengan nada panik, Mirna langsung menanyakan keberadaannya.
"Ini Lora masih di jalan Mah, udah perjalanan ke rumah. Apa ada sesuatu Mah?" Alora bertanya dengan sedikit kekhawatiran kala dapat mendengar suara mamahnya yang terdengar cukup panik.
"Kakakmu Ra, a-anaknya udah lahir ta-tapiiii..." Tidak dapat melanjutkan Mirna tidak dapat menahan isak nya.
"Tapi apa Mah?, Kakak kenapa!?" Alora menjadi panik, mendengar isakan Mamahnya.
"Kakakmu udah melahirkan nak, tapi dia sekarang kritis karna pendarahan dan dia tengah membutuhkan pendonor darah." Jelas Mirna akhirnya.
"Apakah kamu bisa secepatnya ke rumah sakit?" Lanjut Mirna, suaranya terdengar mulai rendah.
"Alora usahakan Mah, yaudah Alora matikan telfonnya dan Mamah kirim alamat rumah sakitnya."
Sambungan telfon itu akhirnya terputus, dan kini Alora langsung melihat ke arah jalanan yang ternyata mobil yang di tumpanginya semakin terjebak dalam kemacetan.
"Pak, apa masih lama macetnya?" Tanya Alora ambigu, karna jelas ia dapat melihat kendaraan yang sangat padat memenuhi jalan.
"Iya Mbak, karna bisa Mbak lihat sendiri ini padat sekali." Jawab supir itu.
Setelah mendapat jawaban itu, Alora sejenak terdiam mencoba berpikir langkah apa yang harus dia ambil. Lalu setelah mendapatkan langkah apa yang harus segera di ambil Alora segera membuka tasnya seraya berbicara pada supir taksi itu.
"Berapa pak?, saya mau turun disini aja." Tanyanya sembari membuka dompet.
Alora segera membayarkan jumlah uang yang di sebutkan oleh supir taksi lalu tanpa menunggu lama lagi Alora segera membuka pintu mobil dan keluar tidak lupa supir taksi itu pun membantu Alora mengeluarkan kopernya.
Akhirnya Alora dengan sedikit kesusahan harus cepat-cepat sampai di trotoar dengan berjalan di sela-sela kemacetan mobil, sampai dimana Alora dapat sedikit merasa lega ketika kakinya berhasil memijak trotoar. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi Alora kembali berlari dan kini langkahnya semakin di percepat berharap dirinya segera tiba di rumah sakit.
"Aaahhh!!" Tiba-tiba teriakan itu terdengar bersamaan dengan badan Alora menunduk dan tangan yang reflek memegang pahanya dan genggamannya melepaskan kopernya.
Terlihat darah cukup deras mengalir meski sudah Alora tahan, karna tidak lain luka dari sebab ranting yang cukup tajam telah berhasil menggoresnya sampai menciptakan luka yang cukup dalam.
"Ya tuhan, ada apa lagi ini!" Keluh Alora melihat darahnya yang semakin deras, tidak memperdulikan lukanya. Alora bergegas merogoh tasnya untuk mengambil sarung tangan dan cepat-cepat ia balut ke lukanya.
Setelah berhasil membalut lukanya dan mengehentikan darah yang keluar, Alora kembali melanjutkan langkahnya. Meski terasa masih sakit ia trus berusaha berjalan sampai usaha itu tidak sia-sia ketika ia sudah sampai di jalanan yang mulai lenggang. Sadar ada kesempatan bagus ia segera memesan taksi kembali.
Setelah tiga belas menit perjalanan, sampailah Alora di rumah sakit sesuai dengan alamat yang Mamahnya berikan. Dengan terburu-buru Alora kembali mengeluarkan beberapa lembar uang lalu segera ia berikan pada supir taksi itu.
Nafasnya sudah terdengar tergesa kekhawatiran semakin di rasakan Alora, tampak langkahnya tidak bisa pelan dan semakin cepat sampai langkah itu menciptakan suara yang menggema, sampai dimana Alora menghentikan langkahnya ketika tidak jauh didepan terlihat semua keluarganya berkumpul dan tampak khawatir.
"Mamah." Panggil Alora, suaranya terdengar menggema. Berhasil menarik perhatian semua orang yang kini menoleh dan melihat kearahnya tidak terkecuali Chakra.
"Loraa." Ucap sang Mamah menyebut lirih nama putrinya, lalu setelahnya Alora segera berlari dan berhambur memeluk Mirna.
"Gimana keadaan Kakak?" Tanya Alora setelah mengurai pelukan.
Seketika Mirna kembali teringat akan kondisi dari putri pertamanya, lalu satu orang yang seketika Mirna tatap tidak lain adalah Chakra."Chakra, kamu anter Alora ke ruangan Dokter cepat!" Tutur Mirna membuyarkan lamunan Chakra yang cukup tertegun saat baru pertama kali melihat adik dari istrinya."Iya Mah...""Ayo ikut aku." Ucap Chakra menjawab lalu di lanjut berbicara kearah Alora dan mengajaknya untuk ke ruangan Dokter, selama langkah menyusuri lorong rumah sakit Alora mencoba untuk menahan gejolak perasaan yang tiba-tiba merasa tidak karuan ketika melihat Chakra dan tanpa di sadari itu juga yang di rasakan oleh Chakra.Sesampainya di ruangan dan bertemu dengan Dokter, Alora segera diperiksa keadaan dan darahnya yang dimana akan di donorkan kepada Alara. Setelah melewati pemeriksaan dan hasilnya baik, Dokter pun segera melakukan pendonoran darah.Berbaring bersama dengan sang Kakak dan hanya berbeda bed petient, Alora mencoba menoleh menatap lekat kearah sang Kakak. Air matanya tib
Reflek tatapan semua orang langsung mengarah pada suara pintu yang terbuka dan Chakra langsung menghampiri Dokter yang baru saja keluar."Bagaimana dengan keadaan istri saya Dok!?" Tanya Chakra langsung."Syukurlah kondisi pasien stabil, dan keluarga bisa langsung melihat. Tapi tetap jaga kenyamanan pasien agar bisa beristirahat dan kita akan tetap pantau kondisinya sampai benar-benar stabil." Jelas Dokter seketika melegakan semua orang yang mendengarnya.Setelah sedikit berbincang dengan Dokter, Chakra dan Mirna memutuskan untuk masuk dan yang lain memilih menunggu di luar.Namun, belum lama pintu ruangan itu tertutup terlihat Mirna kembali membukanya. "Alora ayo masuk, Kakakmu ingin bicara." Kata Mirna seketika membuat jantung Alora berdetak cepat.Ketika Alora masuk ke dalam ruang rawat Alara, ia melihat senyuman sang Kakak yang seperti menunggunya. "Apa Kakak baik-baik saja?" Tanya Alora segera duduk di kursi dekat sang Kakak."Kakak akan membaik jika kamu mau menuruti permintaan
"Sayang," panggil Damian setelah duduk di samping Alora dengan dua mangkok bakso yang telah tersaji di depan keduanya."Hmm," reflek Alora langsung menoleh kearah Damian."Apa ada masalah, kenapa kamu tidak seperti biasanya?" Tanya Damian, menyadari perubahan pada Alora.Alora hanya menggeleng pelan, dan itu membuat Damian semakin tidak tenang. Mengurungkan niatnya untuk menyantap segera bakso yang ada di tangannya, Damian lebih memilih untuk meletakkan mangkok berisi bakso itu di meja."Jangan membuatku penasaran sayang, jika memang ada masalah ceritalah aku akan menerima apapun itu sayang." Bujuk Damian."Tapi untuk masalah ini aku yakin kamu tidak akan bisa menerimanya." Jawab Alora masih tertunduk memandangi semangkuk bakso di hadapannya yang mulai menghangat."Serumit apa masalah itu sampai kamu mengatakan dengan yakin tentang aku yang tidak akan bisa menerimanya." Damian semakin tidak sabar dengan apa yang belum di ketahuinya, dan membuatnya mulai berpikir lalu menebak masalah a
Di luar kamar rawat, tepat berada di depan pas Alora duduk di kursi yang di sediakan oleh rumah sakit. Wajah lelah serta tarikan nafas panjangnya sesekali terdengar menyiratkan betapa banyak kebimbangan yang tengah di pikul.Sampai dimana Alora terperanjat ketika Chakra tiba-tiba keluar dari kamar rawat, dan menyadari keterkejutan adik iparnya itu apalagi perubahan dari sikap Alora yang sangat terlihat canggung setelah kedatangannya. "Maaf karna permintaan Alara yang tanpa sadar menciptakan suasana canggung ketika kamu melihatku." "Gapapa mas, mungkin aku masih belum siap akan semua ini." "Aku tahu, karna untuk menerima semua ini tidak mudah bagi kamu." Chakra lalu duduk di kursi dekat Alara yang hanya berjarak satu kursi saja."Dan aku akan mencobanya meski sulit, semoga setelah ini kak Lara bisa kembali pulih seperti sebelumnya." Jawab Alora yang tidak hanya berharap jika kakaknya akan segera pulih, tapi ia juga berharap agar secepatnya bisa lepas dari apa yang telah ia setujui un
"Waaah dek, kamu cantik banget!" Seru Alara tampak bersemangat mendekati Alora yang sudah begitu cantik nan anggun ketika make up flawlessnya di padu dengan baju pengantin adat Jawa."Jangan terlalu memuji kak, bukankah ini hal yang wajar ketika seorang perempuan akan terlihat cantik setelah di rias." Jawab Alora sedikit malu akan pujian dari sang kakak."Ya memang tapi itu sedikit spesial di kamu dek, karna kamu jarang di dandani kayak gini?" Alara tetap pada pendapatnya dan trus menggoda Alora, dimana itu menciptakan kebahagiaan kecil baginya saat melihat raut wajah Alora yang mulai ditekuk."Udah sih kak jangan godain aku trus." Jengkel Alora melihat kakaknya trus tertawa kecil."Iya, iya maaf. Oh ya, tadi kamu manggil kakak kenapa?" Tanya Alara kembali teringat alasan ia menghampiri Alora."Aku memanggil kakak kemari, karna aku ingin kembali bertanya apakah kakak yakin dengan pernikahan ini?" Alara langsung mengutarakan isi hatinya yang masih berada diambang keraguan akan berlangs
Ketika langkah kaki keduanya sudah berada di lantai dekat dengan tangga, Alora seketika berhenti dan memundurkan satu langkahnya ke belakang membuat Alara bertanya-tanya."Ada apa dek?" Tanya Alara."Kenapa banyak sekali orang kak?" Kata Alora gugup."Ya kan ini pernikahan dek, jadi rame tapi gapapa untuk akad hanya di hadiri keluarga dan kerabat dekat saja kok. Jadi ayo turun keburu orang lihat semua." Jawab Alara, lalu setelah meyakinkan kembali Alora ia kembali menuntun sang adik untuk mulai menuruni tangga.Suara langkah kaki yang mengalun pelan, seketika langsung menarik perhatian semua orang yang berada dibawah. Tatapan kagum dari beberapa anggota keluarga serta tamu yang hadir seketika Alora dapatkan, dan tidak terkecuali dua orang laki-laki yang cukup kagum dengan kecantikan Alora yakni satu laki-laki yang pernah berada di kehidupan Alora dan satu laki-laki yang akan berada di kehidupan Alora."Dek menatap lah ke depan." Bisik Alara ketika Alora hanya menunduk sedari tadi.Men
Meskipun Chakra tidak tau bagaimana cara melepas kain batik yang membalut pinggang sampai bawah, Chakra terus berusaha hingga kain yang membalut berhasil dibuka."Maaf." Ucapnya ketika hendak menurunkan kain itu, meski Chakra mencoba untuk tidak terlalu menghiraukan tapi tetap saja perasaan kagum tidak dapat terelakkan ketika melihat lekuk tubuh indah Alora."Duduklah, biar aku lihat lukamu." Titah Chakra lagi dan Alora langsung menuruti ucapan Chakra.Kembali di buat terkejut, Chakra kembali membulatkan matanya ketika melihat luka Alora ternyata cukup lebar. Bahkan jahitan yang tadinya sudah mulai menutup kini kembali terbuka sampai darah trus keluar."Ini kenapa Ra, luka apa ini kenapa bisa sampai separah ini!?" Tanyanya mendongak menatap ke arah Alora tampak kekhawatiran semakin terlihat."Itu hanya luka karna kecerobohan ku sendiri mas." Jelas Alora namun jawabannya membuat Chakra tidak puas."Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, jika memang ini karna kecerobohanmu sendiri kenapa
Saat Chakra tengah fokus merapikan jas yang baru dikenakannya tepat berada di depan cermin, seketika Chakra takjub kala melihat pantulan dari cermin akan kecantikan Alora yang semakin sempurna dengan make up flawlessnya dan berpadu dengan gaun indah yang dikenakannya.Gaun putih yang di design simple tanpa lengan, menjuntai indah dan terlihat begitu elegan ketika berpadu dengan kulit putih susu milik Alora dan begitu pas saat melekat sempurna di lekuk tubuh Alora yang cukup berisi di bagian tertentu saja, yang semakin menambah keseksiannya ditambah rambut hitam milik Alora terurai indah dengan mahkota kecil di kepala, semakin mempercantik penampilannya.Chakra langsung menoleh kearah belakang, tatapannya tidak bisa di bohongi jika dirinya tengah takjub bahkan laki-laki itu hampir tidak mengedipkan matanya hingga suara dari wanita yang tengah membantu Alora untuk memegang gaunnya bersuara."Gimana pak cantik kan?" Kata Mua itu meminta pendapat pada Chakra."Cantik." Jawabnya singkat.T