"Adara, itu underwear kamu kelihatan! Wah, bentuknya mantap!" Adara Elvira Chelsea selalu naik darah setiap kali Ansel, sang suami berulah. Jika bukan karena neneknya mengancam akan menolak pengobatan, jelas Adara menolak pernikahan dengan sang musuh bebuyutan. Lantas, bagaimana kisah keduanya? Apakah mereka akan membuat kontrak pernikahan seperti di sinetron-sinetron dan berakhir jatuh cinta? Atau... sekali musuh selamanya akan jadi musuh?
Lihat lebih banyak"Kenapa melamun, Sayang?" tanya Felicia sembari memberikan tepukan pelan. Tidak ada respon dari menantunya makanya dia sampai menepuk bahu wanita di sampingnya itu.Adara menggeleng pelan, "Nggak ada apa-apa, Ma.""Oh, ya sudah. Kirain Mama kamu kenapa-kenapa. Yuk, Mama kenalin sama Miss Ziva."Adara hampir tidak mempercayai penglihatannya. Kenapa dia harus bertemu lagi dengan wanita pengganggu itu? Siapa lagi kalau bukan Candra. Wanita yang secara terang-terangan menyukai suaminya, sibuk mengobrol dengan wanita yang bernama Ziva itu. Entah hubungan apa yang mereka miliki sampai terlihat seakrab itu. Felicia menyapa beberapa orang lalu berhenti di depan wanita yang memakai pakaian serba putih tersebut. Dia menggandeng lengan Adara untuk diperkenalkan padanya. "Miss, ini menantu yang saya ceritakan kemarin."Ziva yang mempunyai sikap lemah gemulai mulai memperhatikan Adara. "Hai, Sayang. Cantiknya. Perkenalkan saya Ziva, panggil saja seperti yang lain miss Ziva. Saya yakin kamu pasti
Aneh! Ansel penasaran melihat kerumunan orang di depan kantor Adara. Ada apa? Pria itu menepikan mobilnya dan turun dengan segudang pertanyaan. Apa mungkin ada orang yang sengaja membuat onar?Barulah ketika dua orang agak menyingkir, dia bisa melihat wanita yang dia cintai dengan penampilan yang acak-acakan, tengah beradu tarikan dengan mantan pacarnya."Astaga, Dara!" pekik Ansel. Dia memburu wanitanya untuk melerai. "Apa-apaan sih?" Dengan ngos-ngosan Adara menunjuk Emma, "Dia yang mulai!""Sialan! Seenaknya saja bicara begitu. Kamu tuh yang mulai!" Emma menunjuk Adara tidak kalah sengitnya. Dia merapikan rambutnya yang terkena serangan tidak terduga. Meskipun di sekitar mereka banyak yang mendukung Adara, Emma tetap tidak mau mengalah. Apalagi Ansel yang mempertontonkan sikap lembutnya pada Adara semakin menambah emosi dirinya. "Bubar semua! Nggak ada yang perlu ditonton," tegas Ansel. Bukannya melerai mereka malah melihat aksi jambak-menjambak yang tidak seharusnya. Dia kembal
Gairah yang belum tersalurkan itu tidak lagi penting. Ansel buru-buru memakai piyamanya, lalu melompat turun dari tempat tidur. Adara mengikuti karena dia penasaran siapa yang sedang berusaha menakut-nakuti mereka?Adara berhenti pada anak tangga terakhir. Dia melihat dari kejauhan banyak pecahan kaca yang bertaburan di lantai. Sementara suaminya entah berada di mana. "Siapa yang melakukan ini?" tanya Adara lebih pada dirinya sendiri. Dia melangkah untuk menjadi suaminya tapi Ansel buru-buru masuk dan memperingatkannya untuk tidak kemana-mana."Banyak kaca. Aku bereskan dulu," ucap Ansel. Setengah berlari dia mengambil sapu dan wadahnya dari dapur. Perlahan dia menggeser pecahan kaca tersebut agar bisa masuk sepenuhnya ke dalam wadah.Adara cemas. Ini pertama kalinya mereka mendapat serangan. "Kamu tahu siapa orangnya?"Ansel menggeleng, "Aku cari di depan tapi nggak ada orang. Kamu tenang saja, aku udah minta satpam depan untuk melihat CCTV apakah ada orang yang mencurigakan. Kamu
"Kamu kesambet dari mana sih tiba-tiba memeriksa akun media sosialku? Biasanya juga acuh," ucap Ansel sembari geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Adara tidak peduli suaminya bicara apa Yang jelas dia harus merevisi semua pengikut setia suaminya. Dia tidak mau kecolongan. Kalau perlu akun tersebut diubah menjadi private agar nantinya tidak ada orang seperti Candra yang masih mengejar-ngejar suaminya."Pokoknya aku nggak mau kamu membalas komentar apapun terutama dari cewek. Yang jelas aku nggak suka," ucap Adara dengan suara emosi tapi lebih dominan ke arah cemburu.Ansel sangat yakin ada sesuatu di kantor yang membuat istrinya tiba-tiba berubah posesif. Apakah ini ada kaitannya dengan pertanyaan Adara mengenai lamaran pekerjaan dari tiga wanita yang dulu menyukainya? Pasti Iya. Mana mungkin istrinya tiba-tiba berulah. "Terserah kamu saja. Aku juga jarang main sosmed," ucap Ansel santai. Dia membelokkan mobilnya ke arah cafe, "kita makan malam dulu di sini. Suka nggak sama
"Gina.""Gina? Ibu nggak salah? Gina bukan pilihan terbaik untuk kantor ini. Kenapa ibu memilih dia?" tanya Candra kesal. Dia terang-terangan mengatakan bahwa sahabatnya itu tidak lebih pintar darinya. "Ibu pasti akan menyesal kalau tidak memilih saya."Gina memperlihatkan tatapan kesal tapi dia masih menahan dirinya. Dia tahu diri kalau Candra bukan tandingannya. Jauh di masa silam, dia sangat kesal dengan sikap Candra yang sok boss sekali. Hanya karena keluarga Candra mempunyai kekuasaan di atasnya bukan berarti dia bisa seenaknya memperlakukan orang lain dengan buruk. Termasuk pada Adara.Adara tersenyum simpul. Dia sama sekali tidak terpancing dengan ucapan Candra. "Ibu Candra? Saya akan berikan alasannya kenapa saya memilih Ibu Gina sebagai kandidat yang paling kuat.""Saya memang perlu tahu alasannya, Bu," jawab Candra. Nada bicaranya terdengar lebih sombong dari sebelumnya. Apa dia tidak berpikir jika Adara akan lebih tidak menyukainya dengan sikapnya yang menyebalkan itu?"Me
"Yakin, Bu. Apa ibu mau menyeleksi lagi list awalnya?" tanya Dinda tidak mengerti. Kenapa raut wajah Adara berubah drastis setelah membaca listnya. Adara menggeleng ragu. "Tidak perlu. Jadwalkan saja kapan saya bisa bertemu mereka secara langsung. Saya sendiri yang akan menilai." Dia meminta Dinda untuk keluar dari ruangannya. Adara kembali menilik satu persatu lembaran tersebut. Lamat-lamat dia meneliti setiap detail data diri dan juga pengalaman kerja mereka. Anehnya semuanya baik. "Candra. Jangan pikir aku lupa apa yang sering kamu lakukan dulu," ketus Adara. Wanita itu masih ingat dengan jelas ketika dia menjajaki dunia sekolah menengah atas, Candra adalah salah satu orang yang membuat dia enggan masuk sekolah. Candrani Kurnia Meiga. Dia salah satu fans Ansel. Wanita yang kerap memakai bando berwarna merah itu lagaknya sudah mirip bos besar. Apalagi kalau menarik kerah Adara dengan seenaknya sembari melemparkan ancaman bahwa Ansel adalah miliknya. "Aku anggap kalian sedang me
Adara menekan dadanya dengan tatapan sendu penuh sesal. "Maafkan saya. Harusnya saya memaksa beliau untuk memeriksa kondisinya ke rumah sakit. Saya harusnya tidak pergi begitu saja, Bu. Maafkan saya."Isakan Adara sangat menyayat hati. Bagaimana tidak? Dia yang hanya cucu atasannya meratapi kematian Yusuf dan menyesal atas takdir yang sudah terjadi. Monica memeluk Adara sembari menepuk punggung wanita yang usianya terpaut jauh darinya itu. Dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Adara karena dia pikir kecelakaan yang dialami oleh suaminya tidak ada hubungannya dengan Adara. "Ibu sama sekali tidak bersalah. Tolong jangan menyalahkan diri ibu sendiri. Saya sangat yakin inilah yang diinginkan oleh Tuhan," ucap Monica. Dia cukup bijak dalam menghadapi situasi yang menyedihkan bagi hidupnya. Wanita yang tidak pernah mengira akan kehilangan suaminya secepat itu, masih bisa menenangkan hati Adara. "Saya berterima kasih karena ibu mau datang ke rumah sakit ini padahal almarhum hanyalah
"Pak Yusuf? Kamu yakin?" tanya Ansel. Dia meminta supir untuk menepikan mobilnya. Dia dan Adara turun untuk melihat apakah benar mobil yang mengalami kecelakaan Itu adalah mobil Yusuf. Adara sempat takut ketika melihat seseorang dibawa dengan brankar menuju ke arah ambulans. Tapi ternyata dugaannya salah. Pria yang dia maksudkan sedang berdiri sembari bicara dengan petugas kepolisian. "Pak Yusuf?" panggil Adara. Orang yang dipanggil menoleh. "Bu Dara? Kenapa bisa ada di sini? Mau ke Bandung?"Adara mengangguk. "Siapa yang kecelakaan, Pak?""Oh, itu supir mobil itu," tunjuk Yusuf ke arah mobil yang luput dari perhatian Adara. Kondisinya mengkhawatirkan. "Tadi, mobil itu nggak sengaja nyenggol mobil saya. Saya bisa mengatasinya tapi supir mobil itu nggak bisa dan oleng nabrak pohon. Saya yang menghubungi ambulans dan juga polisi untuk membantu.""Tapi Pak Yusuf baik-baik saja kan?" tanya Adara cemas.Yusuf mengangguk pelan. "Agak sakit di kepala tapi tidak apa-apa, Bu.""Yakin, Pak?
Ansel galau. Dia dalam posisi yang sulit karena harus memutuskan antara melanjutkan bisnis orang tuanya sendiri atau bisnis papa mertuanya. Di lain sisi Dia sangat menghargai permintaan Radit kepadanya. Namun melihat sikap Adara yang seolah enggan untuk ditinggalkan, mengharuskan dia memikirkan ulang. Jarak Antara Jakarta dan Singapura tidak terlalu jauh. Kemungkinan besar Ansel masih bisa menanganinya. Itupun kalau istrinya memberikan izin. Haruskah pria itu meminta lebih intens lagi agar dia mendapat restu."Gimana? Apa kamu sudah memutuskan?" tanya Radit ketika dia bertemu dengan Ansel di kantor. Radit bukan sengaja datang tapi secara kebetulan dia melewati didengung perkantoran milik keluarga Ansel."Maaf, Pa. Jujur saja aku tertarik tapi masalahnya Adara kurang setuju Kalau aku bekerja di Singapura. Aku memahami masalahnya. Kita akan jarang bertemu dan otomatis lebih banyak timbul masalah lainnya. Jadi setelah aku pikir-pikir, aku belum siap untuk menjalankan bisnis Papa di sana
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.