Bertemu dengan pria yang ia pernah cintai dan hindari, jelas membuat Elle merasa terbakar. Ada sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan sedang bersarang di hatinya, sesuatu yang dapat meledak kapan saja. Oleh sebab itu, perempuan itu pun terdiam–berusaha menormalkan degup jantung dan ekspresinya.
Di sisi lain, Lucas tersenyum dalam hati. Ia senang melihat response Elle. Namun, pria itu berusaha menyembunyikannya. "Silakan masuk,." ucapnya dingin–membuat Elle melangkah mendekat ke pria itu tanpa sadar meski menunduk."Apa yang kau bawa?""Aku memasak ayam panggang dengan sup akar teratai sebagai hidangan utama. Untuk hidangan penutup, aku menyediakan puding buah dan jus jambu yang segar," ucapnya tanpa berani melihat sang atasan.Lucas tidak menjawab. Pria itu malah memandangi Elle yang terus menyembunyikan wajahnya.Mengetahui itu, Elle semakin khawatir jika pria di hadapannya dapat mengenalinya. Ia pun lantas memutuskan untuk undur diri. "Selamat siang dan selamat menikmati, Mr. Smith. Aku harap, Anda menyukainya."Sayangnya, Elle tak melihat jika terdapat karpet bulu tebal yang empuk.Buk!Elle tergelincir dan jatuh, hingga kartu akses miliknya terlempar ke depan kaki Lucas yang hanya diam di posisinya. Di tengah kepanikannya, Elle berusaha mengambil kartunya.Namun, baru saja tangannya menjulur meraih kartu itu, ia dikejutkan dengan sebuah teguran."Apa yang kau lakukan?"Elle mendongak dalam posisinya yang berada di bawah kaki Lucas. Tatapan keduanya bertemu. Ia mendapati pria itu menatapnya, meremehkan."Ma-maaf," ucap Elle lalu bergegas mengambil kartunya dan beringsut menjauh, ”permisi, Mr. Smith.”Hanya saja, sebuah sentuhan di lengan Elle, membuat wanita itu kembali berhenti. Terlebih, ia menyadari jarak antara dirinya dan Lucas menipis.Sekuat tenaga, Elle mencoba tenang dan tidak gugup. Ini hari pertamanya dan Elle tidak ingin membuat kesan buruk."Apa ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Elle–masih menunduk."Tolong buatkan aku minuman hangat."Mendengar perintah itu, Elle lantas mengangguk dan undur diri. Sejujurnya, ia bingung kenapa Lucas seolah tak mengenalnya?Tapi, ia tak ingin ambil pusing. Ketika pria itu mengizinkannya pergi, Elle lantas segera lenyap di balik pintu.Sementara itu, Lucas masih terdiam dengan kedua tangan diletakkan di atas meja.Namun perlahan, sebuah senyum miring muncul di wajahnya.Jujur, Lucas sempat sedikit goyah saat menatap mata wanita yang pernah ia cintai itu. Untungnya, logika kembali menguasai diri Lucas.Wanita itu harus diberikan pelajaran karena berani-beraninya mempermainkan Lucas di masa lalu."Kau benar-benar masuk ke perangkapku, Emanuelle Carl," lirihnya dingin, “dan tak akan bisa kabur lagi, seperti dulu.”***"Kau gila? Itu sudah menjadi tugasmu! Kau sudah menyetujui segala SOP yang ada dan aku tidak menerima segala alasan yang kau punya. Itu sudah berlaku untukmu sejak kau menyetujuinya."Penolakan Executive Chef membuat Elle merasa bersalah.Setelah mengantarkan makanan, Elle memang segera menemui pria itu untuk menanyakan apakah boleh orang lain yang mengantarkan makanan pada Lucas."Kau tidak sepenuhnya memenuhi kualifikasi, tapi Lucas menerimamu dengan baik. Jangan menjadi pegawai yang tidak tahu diri di hari pertamamu bekerja," lanjutnya, "cukup kerjakan apa yang harusnya kau kerjakan. Jangan banyak mengeluh. Kau seharusnya lebih bersyukur."Mendengar makian itu, Elle hanya bisa menghela napas.Perkataan pria itu tidak salah. Meski demikian, ia merasakan sedikit sakit hati."Kembali ke tempatmu sekarang, Ms. Carl. Aku tidak ingin melihatmu seperti ini lagi ke depannya. Mohon bekerja dengan serius," perintah pria itu lalu pergi–meninggalkan Elle yang terduduk di salah satu kursi.Lemas, ia berusaha memutar otak untuk menghadapi hari esok.Bagaimanapun, ia tidak ingin berhadapan dengan Lucas lagi. Terlebih, sepertinya ada sesuatu yang pria itu rencanakan."Aktingmu bagus sekali, Lucas." Elle berdecih lalu mulai merutuki dirinya yang tidak mencari tahu lebih dulu mengenai perusahaan ini dan bekerja dengan siapa.Jika tahu ia akan bertemu dengan Lucas, lebih baik ia bekerja di tempat lain.Sialnya, Elle sudah terlanjur menandatangani kontrak untuk satu tahun. Tidak ada cara lain selain menganggap mereka tidak pernah bertemu sebelumnya."Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya, “seandainya saja, dia amnesia dan benar-benar tak mengenaliku.”Elle lantas kembali bekerja–berusaha menyibukkan diri agar tak teringat kebodohannya, hingga waktu kerjanya selesai.Wanita itu lantas berkemas.Hari ini, ia harus mampir sebentar di sebuah toko mainan untuk membeli hadiah sederhana untuk Ares. Setidaknya, anaknya itu harus bahagia meskipun Elle dalam keadaan bingung luar biasa.Untungnya, pencarian kadonya berjalan lancar.Pukul setengah enam sore, Elle sudah tiba di rumah sakit dan menemukan anaknya yang sedang menonton kartun."Wah! Ibu membelikan aku rubik baru?!" seru Ares antusias sambil menerimanya.Elle hanya mengangguk lalu mengecup singkat kening anaknya.Tak lupa, ia mengucap terima kasih pada perawat yang bersedia menjaga Ares selagi ia bekerja."Ibu hari ini pergi ke mana?"Elle duduk di sisi ranjang. "Ibu hari ini sudah mulai bekerja. Selama Ares di rumah sakit, perawat yang akan menemani Ares.""Bekerja? Sebagai apa? Di mana?" tanya Ares beruntun. Anak yang kritis itu memang gemar bertanya."Sebagai juru masak di Emerson Lint Group.""Itu sangat cocok dengan Ibu! Masakan Ibu sangat enak. Tapi, bukankah itu perusahaan besar? Bagaimana Ibu bisa bekerja di sana?"Rasanya, Elle ingin menertawakan dirinya. Anaknya saja tak percaya bila ia bisa dengan mudahnya masuk ke sana. Seharusnya, Elle lebih waspada sebelumnya.Hanya saja, nasi sudah menjadi bubur.“Ibu?”"Paman Eric yang memberitahu dan membantu Ibu," jawab Elle cepat.Untungnya, Ares segera mengangguk.Tidak banyak protes, ia kembali sibuk dengan rubik barunya.Sementara itu, pandangan Elle terhadap Ares kini sedikit berbeda. Terbesit bayangan Lucas setiap Ares menatap matanya.Hanya saja, tak lama, senyum sumringah tampil di wajahnya.Elle sudah menemukan ide untuk esok hari."Kuharap kita akan jarang bertemu, Lucas Smith.”Keesokannya, Elle bekerja seperti biasa. Namun, ia mengamati sekitar–mencari celah untuk memulai misi menghindari Lucas.Ia tak akan berkeliaran di tempat lain. Lalu,hanya akan berkutat di ruang kerjanya dan dapur.“Berhasil,” gumam Elle bangga.Lalu, untuk masalah kedua….Tepat jam makan siang, Elle melihat executive chef datang. Menghela napas, Elle mulai menghampiri atasannya itu dengan ekspresi yang dibuat cemas."Ada apa, Elle?" tanya atasannya itu."Maaf, Sir. Perutku sangat sakit, aku tidak bisa mengantar makanan untuk Lucas sekarang. Apa kau bisa menyuruh orang lain saja? Aku sudah tidak sanggup. Semua makanan sudah aku letakkan di dalam troli."Pria dengan rambut pirang itu langsung mengiyakan tanpa curiga. Elle senang. Ia segera berlari menuju bilik toilet dan bersembunyi di sana. Namun, itu tak berlangsung lama kala Elle sadar sampai kapan ia bisa memakai trik ini?Sementara itu, Lucas menoleh saat pintu ruangannya terbuka. "Ini untuk makan siang, Sir."Melihat bukan
Elle kembali bekerja.Jika, biasanya jam tujuh baru sampai, kini jam enam ia harus bergelut di balik dapur.Setahunya, Lucas akan datang tepat jam tujuh pagi. Jadi, Elle harus menyelesaikan masakannya sebentar lagi. Meski tidak semangat, Elle berusaha tetap profesional. Ia ingin meletakkan makanan sebelum Lucas datang di ruangannya. Dan, berhasil! Elle kembali setelah meletakkan troli di ujung ruangan. Ia beristirahat sebentar sebelum menyiapkan makan siang.Seperti tadi, Elle kembali mendorong troli yang berisi makan siang ke ruangan Lucas.Elle menghela napas sebelum akhirnya mengetuk pintu itu.Tok Tok Tok! Namun, tidak ada jawaban. Elle lantas mendorong sedikit pintu itu–berharap Lucas tak di ruangan. Hanya saja, prediksinya salah. Wanita itu terkejut melihat Lucas di sana dan tengah bercumbu dengan seorang wanita berambut blonde. “Emm … Ahhh.” Suara desahan mereka yang menyatu entah mengapa menyayat hati Elle. Tak sengaja, tatapannya beradu dengan Lucas. Spontan, Elle b
Rupanya, memberi sedikit permainan untuk Elle tidak sesusah yang Lucas pikirkan. Namun, ia tidak akan menyia-nyiakan semua ini."Henry, bisakah kau ke ruanganku sebentar? Ada yang harus kau lakukan," perintah Lucas.Pria itu menyeringai. Malam ini ia harus mendapatkan wanita itu. Membayangkan itu, Lucas semakin tidak sabar. Ia bahkan tidak mengerjai wanita itu sama sekali pada makan siang.***"Lucas Smith," balas Lucas ketika penerima tamu menanyakan namanya. Kini, Lucas dan Elle sudah berada di sebuah restoran mewah di tengah kota New York."Meja untuk Anda sudah disiapkan di tepi jendela. Mari saya antar." Pria itu mempersilakan keduanya untuk mengikutinya menuju elevator.Dalam diam, Elle memandang kota New York dan gemerlap lampunya di kala malam. ‘Coba saja ada Ares disini, bocah itu akan takjub,’ batin Elle."Kau ingin pesan apa?"Mendengar pertanyaan Lucas, Elle menggeleng kaku. "Tidak, aku di sini hanya untuk menemanimu."Lucas meliriknya sekilas lalu berdecak. "Maksudku,
Elle perlahan membuka mata dan terkejut kala menemukan dirinya terbangun di tempat yang asing baginya. Terlebih, saat menoleh ke samping dan menemukan Lucas yang sedang tertidur tanpa atasan. Wanita itu tercekat. Mendadak, ia ingat betapa panasnya pergulatan mereka. Apalagi, miliknya kini terasa tidak nyaman dan sakit, sudah pasti ia melakukannya dengan Lucas. "Aku pasti sudah gila!" erang Elle frustasi. Melihat ke arah jam dan menemukan bahwa kini sudah pukul 4 pagi, Elle memilih segera mengemas barang-barangnya dan pergi sebelum Lucas terbangun. "Kau benar-benar bodoh, Emanuelle Carl!" desisnya seraya berjalan keluar untuk menyetopkan taksi yang lewat. Di sisi lain, Lucas terbangun begitu mendengar suara dering ponselnya. Ia berdecak sebelum mengangkatnya. "Halo?" "Kau di mana? Ini sudah jam 9 pagi." "Jam 9?" ulang Lucas terkejut. "Ya, kau lupa jika hari ini ada rapat mengenai peluncuran produk baru? Mereka semua sudah berkumpul." "Atur ulang jadwal saja, aku sedang di h
Esok paginya, Elle sepenuhnya menghindar dari Lucas. Tidak ia pedulikan pria itu yang kerap kali menelpon untuk komplain masakan atau ingin dibawakan sesuatu. Karena itu, hal remeh seperti laporan absensi pegawai–yang seharusnya bukan jobdesc Elle–diprotes pria itu.Jadi, Elle terpaksa menebalkan mukanya kala berhadapan dengan sekretaris yang selalu membuang muka saat dirinya menitipkan makanan. Buk! Setelah menutup pintu, Elle langsung melempar diri ke sofa empuk sambil meluruskan kakinya yang pegal.Wanita itu memijat dahi, berusaha mengurangi rasa sakit kepala yang diderita.Berusaha untuk menghindari atasan sambil tetap mempertahankan performa kerja bukan pekerjaan mudah. Untung saja, di rumah, Ares tidak banyak tanya mengenai kejadian semalam. Meski demikian, Elle tahu jika anaknya itu jelas menaruh curiga padanya. Drrrt!Dering telepon berbunyi memecah lamunan wanita berusia 28 tahun tersebut. Elle langsung berdiri tegak dan berjalan ke arah telepon internal kantor. "Se
Elle goyah. Tatapan tajam Lucas benar-benar menyiutkan nyalinya. Lagi, mau tak mau harus mengangguk."Baiklah."Namun, Elle segera menyesali keputusannya itu setibanya di ruangan miliknya.Wanita itu terus mondar-mandir di depan komputer yang menyala. Ia sedang memikirkan bagaimana meninggalkan Ares tanpa pengawasan. Terlebih lagi, jika asmanya sedang kambuh. "Apa yang harus kulakukan?"Elle yakin, Lucas tidak mungkin menghabiskan satu hari saja di Bangkok. Hal ini membuat Elle bertambah cemas.Seketika, Elle menyesal telah mengiyakan begitu saja. Ingin menolak lagi, sudah tidak ada waktu."Ah, Eric?!" Apapun masalahnya, Elle tetap bergantung pada Eric, sahabatnya. Toh, tidak ada lagi yang bisa membantunya.Jadi, Elle segera mengeluarkan ponselnya dan men-dial nomor Eric. Memberitahu maksud dan tujuannya."Berapa hari?" tanya pria itu langsung."Aku tidak tahu dengan pasti. Maka dari itu, aku sangat membutuhkan bantuanmu menjaga Ares. Aku tidak mungkin membawanya ikut.""Baiklah. A
Pukul 15.25 waktu Bangkok, mereka akhirnya tiba di hotel. Mendapatkan kunci kamar, Elle segera berjalan cepat meninggalkan Lucas yang sedang mengobrol dengan sekretarisnya di belakang sana. Sungguh, berlama-lama dengan Lucas sangat tidak baik bagi kesehatan jantungnya.Sampai di kamar, Elle menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Ia benar-benar lelah, kepalanya juga berdenyut sakit akibat jetlag.Namun, baru sepuluh menit ia memejamkan mata, pintu kamarnya terketuk. Elle mendengus sebelum membukakan pintu dan kembali dongkol saat melihat Lucas sudah ada didepannya."Aku akan melangsungkan meeting pada pukul tujuh malam. Aku ingin kau menyiapkan olahan daging Secreto Iberico. Aku ingin membuat kolega bisnisku kali ini terkesan dengan jamuan makan malam.""Secreto Iberico? Tapi, daging itu-""Apa kau ingin aku memotong uang gajimu? Kau selalu membantah ucapanku. Bersikaplah profesional, Ms. Carl."Elle terdiam. Ia tiidak bohong jika aura Lucas saat ini sangat menyeramkan."Ba-baiklah," gu
Ares melirik ke arah Eric yang sedang tertidur disampingnya. Film How To Train Your Dragon masih terputar di layar laptop, tapi fokus Ares bukan ke sana.Memanfaatkan kesempatan, Ares mengambil alih laptop dengan was-was. Ia ingin melanjutkan hal tadi siang yang sempat tertunda. Tangannya lihai mencari satu persatu artikel yang memuat Lucas Smith hingga menemukan sebuah nomor perusahaan yang ia cari-cari dan langsung mencatatnya. "Akhirnya dapat." Ares kembali meletakkan laptop ke tempat semula dan bertingkah seolah tidak terjadi apapun saat Eric mulai menggeliat dan terbangun dari tidurnya. "Oh, astaga. Paman ketiduran. Sudah jam berapa ini?""Jam 11 malam, Paman.""Baiklah, kita lanjut menontonnya besok saja. Ini sudah larut malam kau harus tidur."Ares mengangguk dan bersiap ke kamarnya."Oh ya, Paman. Aku ingin bertanya sesuatu." Eric menguap, "Ada apa?""Apa Ibu pernah bercerita mengenai Ayahku?"Eric terdiam, menatap Ares yang kini menunggu jawabannya."Tidak, seingat Pama