Memohon Aku jalan kaki dengan rasa lemas dan mual luar biasa setelah mendengar kabar kematian Ilham. Aku yakin pihak hotel mencoba meneleponku, tapi mungkin … ah tak tahulah, bukan urusanku lagi. Aku berhenti di warung sarapan dan meminta mereka menyediakan semangkuk bubur kacang hijau yang hangat. Ya, aku butuh makanan itu untuk menguatkan tubuh. Sambil menyesap sarapan sambil aku berpikir siapa lagi yang akan menjadi korban. Tak bosan aku ulang mengirim pesan pada Om Andi agar dia tak lagi memanfaatkank. Beliau masih berpura-pura tak tahu dan aku harus terus mencoba. [Tolong, Om, Indah mohon.] pintaku benar-benar memelas. Lalu kami diam sejenak. Aku tak berniat kembali ke kantor. Rasanya aku ingin resign dan kabur sangat jauh entah ke mana. [Baik, akan Om kabulkan.] Pesan dari Om Andi membuatku terdiam. Ini beneran atau cuman main-main? Oke kita lihat saja nanti. Janji barusan membuatku sedikit bersemangat. Dengan langkah pasti aku kembali ke kantor walau sudah sangat telat d
Sejak mimpi itu aku tak bisa tak memikirkan Om Andi. Luka-luka di sekujur tubuhnya nampak serius. Dan sudah tiga hari beliau tidak bisa dihubungi. Aku bahkan tak bisa tidur tenang karena tiada kabar darinya. Pun di kantor. Aku sampai kena tegur dengan atasan kami karena pekerjaanku tidak fokus. Aku bahkan tak peduli dengan ancaman pemecatan. Ya, bagus kalau dipecat, aku bisa pulang ke kampung Om Andi. Nyatanya tak mudah, karena bos menekanku untuk resign saja. Alasannya apa? Agar aku membayar uang denda hampir 30 juta. Aku cek saldoku di rekening. Sisa uang 50 juta pemberina Om Andi masih banyak ternyata. Hanya saja apakah ini keputusan yang benar. “Ngelamun aja?” Kimmi menyapaku. Tiga hari ini aku tak peduli padanya. “Hmm, pengen resign.” Aku terus terang. “Terus, pergi ke kampung Kakek Andi?” “Ya, itu lebih baik daripada kamu jadi selingkuhan suami orang.” “Oke, itu terserah kamu aja. Nyesel jangan nangis, ya.” Lebih baik Kimmi mengurus dirinya sendiri yang juga tidak beres.
Nora Syafitri POV Om Andi Nora Syafitri, anak ke 12 Haji Yunus yang paling cantik dan santun sekali gaya bicaranya. Aku menyukainya, sejak pandangan pertama jujur dari dalam hatiku. Gadis berkulit putih dan senang menggunakan selendang untuk menutupi rambutnya yang dikepang dua. Kulitnya yang putih tampak kemerahan di bagian pipi ketika dia malu-malu aku pandang. Aku sadar, antara aku dan dia ada perbedaan jauh sekali. Dia anak orang alim, sedangkan kakekku dikenal sebagai dukun ilmu hitam. Katanya lagi mati karena dibakar oleh ayat suci yang dibacakan ayah Nora Syafitri. Aku dendam sebenarnya, tapi sejak menyadari kecantikan Nora hatiku jadi terbagi dua. “Andi, dikau dari mana, Nak?” Emakku yang sudah sakit-sakitan bertanya. “Dari pulang nebang kayu. Mak sudah makan?” Aku melihat wajah Ibu sangat pucat. Keluarga kami dijauhi banyak orang. Sejak kakek meninggal, ayahku pun menyusul tak lama setelah itu. Jikalau biasanya janda banyak yang mendekati, beda dengan ibuku. Menantu duk
Setiap malam aku jadi berpura-pura mencari ikan agar bisa bertemu dengannya. Tapi anak itu dijaga sangat ketat oleh abang, uwak, dan emaknya. Kesempatanku mendekati Nora sangat sedikit. Hingga suatu malam … “Pulang sendiri lagi, Dek?” Aku bertemu lagi dengannya setelah sebulan lebih menunggu kesempatan. “Iya, Bang, Abang Nora akan menikah, jadi sibuk di rumah pengantin perempuan.” Dia menunduk malu. Oh, ingin aku terkam bibirnya sekalian. Menggelitik hati sekali. “Nora, masuk!” Sial. Suara Haji Yunus, aku kenal sekali. Buru-buru gadis manis ini mengayuh sepeda. Pak Haji Yunus memang keras dengan anak-anaknya. Malam mendekati pernikahan abangnya Nora, semua jadi sibuk. Aku semakin sering bertemu dengan dia. Nora sering disuruh ini dan itu oleh pihak keluarga.“Nora kapan menikah? Umur sudah cukup, kan?” Tak sengaja aku memandang lehernya yang terbuka penutup selendangnya terkena angin. Putih dan halus, tubuh yang sangat ranum dan sempurna pasti dia akan menjerit ketika aku berhasil
Benar dugaanku, jika sekali saja aku mudah mendapatkan Nora, selanjutnya bukan hal yang mustahil lagi. Tapi jujur saja aku melihat kebahagiaan di matanya. Mungkin dia juga menyukaiku. Dia mulai sering bolos mengaji hanya agar bisa bertemu dan menghabiskan malam denganku. Kami tak takut dengan hantu, yang lebih kami takutkan kalau kepergok oleh keluarga Nora. Tapi kami yang sudah kesetanan tak peduli lagi. Asalkan kami sama-sama puas. Aku tak pernah membuat Nora kecewa dalam berhubungan. Sekali waktu pernah gadis yang telah aku rusak meminta terang-terangan padaku. Katanya dia kepikiran kalau tak merasakan padahal baru dua hari kami tak bertemu. Hasrat Nora bergelora, aku juga sama. Cinta semakin menggebu dalam hati kami. Bahkan sehelai benang tak kami gunakan walau di tengah malam di sisi semak belukar. Puas adalah satu kata yang kami cari dari setiap jengkal tubuh yang kami jelajahi. Lalu pada suatu hari dan beberapa hari seterusnya dia tak pernah lagi datang padaku. Padahal aku
“Karena kau tak tahu diri, Andi. Sudah kita ini miskin, sukai saja gadis yang biasa-biasa, Nak. Kenapa harus Nora?” Emakku tak kalah mendebat. Hari ini kami bukan seperti ibu dan anak. “Mak, sudahlah. Sudah terjadi.” Aku tak sampai hati membuat emakku bersedih lebih dalam. “Tak bisa, Nak, tak bisa. Kau jangan lari dari tanggung jawab. Jangan selepas kau hamili anak orang kau pergi. Emak tak ridho, tak masuk surga kau karena durhaka. Paham tak kau?” “Saya tak pernah percaya surga dan neraka, Mak.” “Terserah kau saja, Andi. Emak akan ke rumah Haji Yunus malam ini juga. Emak akan minta maaf karena melahirkan dan membesarkan anak tolol macam kau.” “Untuk apa Mak ke sana? Haji Yunus menolak tadi saat saya ingin bertanggung jawab atas kehamilan Nora.” “Emak akan tetap pergi.” Emakku membuka telekung lusuhnya. Beliau berganti dengan kain dan baju panjang serta selendang. Emak jalan kaki tanpa alas di malam gelap dan harus sampai ke rumah Pak Haji Yunus. Aku pun ikut dari belakang. Tak
Malam ini juga aku dinikahkan oleh Sahrul selaku wali dari Nora Syafitri. Sebelum memulai akad nikah serba mendadak bahkan tanpa hidangan satu piring nasi pun. Aku diminta mengucap kalimat syahadat oleh salah seorang ustad. Apa gunanya? Ada atau tidaknya kalimat syahadat aku akan tetap hidup mencari uang sendirian. Tidak hanya itu saja, ada dua saksi datang menyaksikan pernikahan kami. Nora sama sekali tidak berias pun berinai. Dengan baju yang melekat di badannya serta selendang lusuh pemberian emakku saja dia duduk diam menanti ijab dan qabul bergantian diikrarkan. Nora terlihat pasrah, dia tak punya tempat bergantung selain aku. Aku sudah berhasil membuat Haji Yunus sakit hati. Aku terbata-bata mengucapkan dua kalimat syahadat di usia hampir kepala tiga. Kapan terakhir kali aku sholat? Entahlah, aku tidak tahu pasti. Yang jelas emakku hampir bosan mengingatkanku yang bebal. Andai sholat bisa membuatku kaya, akan aku lakukan. Tapi tidak, kan, aku masih bersusah payah bahkan demi
Selesai mandi Nora berwudhu. Gila, padahal air sangat dingin dan dia tahan begitu saja. Nora ingin naik ke rumah panggung kami yang hampir reot. Aku ingin memegang tangannya tapi dicegah. “Jangan, Bang. Nora ada wudhu, nanti batal,” katanya. Oh, begitu ternyata. Aneh sekali, padahal dia rela saja aku sentuh di dekat pohon besar. Saat sudah wudhu malah tidak mau.Dia membuka lemari kayuku yang reot dimakan rayap. Lalu dia tutup. Ya, bajunya tidak ada di sana, dan dia pakai yang tadi malam saja. Setelahnya gadis lugu yang rambutnya panjang serta dijalin dua terus menunaikan ibadah wajib yang telah bertahun-tahun lamanya aku tinggalkan. Kusyu sekali tanpa terganggu dengan suara batuk emakku. “Abang tak sholat?” tanyanya ketika melipat telekung lusuh milik emakku. “Tak, malas! Tak ada gunanya sholat bagi Abang.” Dia diam saja, karena takut denganku, terlihat dari matanya yang langsung berubah cara pandangnya. Mungkin Nora terkejut. Kalau dia mau terima silakan, kalau tidak juga kena