Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa kini Melisa sudah mulai mengajar lagi. Senyumnya dari tadi tidak pernah hilang dari bibirnya saat mengajar para muridnya."Aura pengantin baru memang beda sekali, dari tadi senyum-senyum sendiri," goda Dita yang telah duduk di samping Melisa.Melisa hanya menanggapinya dengan senyuman, Melisa tersenyum sejak tadi bukan karena menjadi pengantin baru, tetapi dia senang karena bisa kembali melihat Alisa setiap hari.Waktu sudah beranjak siang, mereka sedang bersiap-siap untuk pulang setelah selesai mengajar. Hanya tinggal menunggu bel pulang dibunyikan mereka bisa pulang.Hari ini Melisa berencana akan mengajak Alisa bermain lagi setelah pulang sekolah, akan tetapi pesan WA yang dikirimkannya pada Alina belum dibalas sama sekali. Padahal Melisa sudah lama mengirimkannya.Setiap saat Melisa mengecek ponselnya, adakah pesan dari Alina atau tidak. Ingin menelfon tapi Melisa takut jika nanti yang menerimanya Irham, nyalinya masih saja ciut jika berhada
[Pastikan nanti kamu datang pukul delapan pagi, nanti Bang Irham akan pergi ke kantornya untuk menandatangi berkas-berkas.]Melisa membaca pesan dari Naya dengan mata berbinar, dia tidak menyangka setelah dua hari lalu pertemuannya dengan Naya, akhirnya dia bisa menjenguk Alina di rumah sakit.Buru-buru Melisa mengetik pesan dan mengirimkan balasannya kepada Naya.[Baik, Mbak. Terima kasih banyak, aku pasti akan datang tepat waktu, Mbak.]Melisa meminta ijin pada sang suami untuk menjenguk Alina, sebagai istri tentu saja Melisa tidak akan pergi tanpa ijin suaminya."Mas, bolehkan aku nanti pergi menjenguk Mbak Alina?" tanya Melisa sambil merapikan tempat tidur."Tentu boleh, Mel. Mau aku antar?" Ardan menawarkan diri untuk mengantar Melisa.Melisa segera menghentikan kegiatannya dan menatap Ardan, Melisa masih ragu untuk jujur pada Ardan tentang keluarga Alina, termasuk Naya, wanita yang dulu pernah dihancurkan rumah tangganya."Emm ... tidak usah, Mas. Mas kan harus ke sekolah? Aku c
Hari belum beranjak siang, sebuah mobil berwarna hitam mengikuti kemana arah mobil yang dikendarai oleh Naya pergi.Hari ini Naya akan membantu Melisa untuk menjenguk Alina.Anak-anaknya ditinggalkan di rumah bersama pengasuhnya selama Naya di rumah sakit. Naya mengemudi dengan kecepatan tinggi, dia harus segera sampai di rumah sakit. Sementara mobil yang mengikutinya masih setia di belakangnya, mobil tersebut dikendarai oleh Hanan.Semenjak bertemu dengan Naya, Hanan selalu membuntuti kemanapun Naya pergi. Hanan akan merasa puas jika mengetahui kegiatan Naya setiap hari.Hanan tidak mau kehilangan jejak Naya dan putranya lagi seperti dulu. Biarlah kini Hanan mengabaikan Dara, istrinya sendiri dari pada harus kehilangan Naya lagi.Jika harus memilih tentu Hanan akan tetap memilih Naya, belahan hatinya. Sampai kapanpun Naya tidak akan hilang dari hatinya sampai dia mati sekalipun.Hanan tersenyum membayangkan hari-harinya dulu bersama Naya, hari-hari yang penuh dengan kebahagiaan. Hana
Melisa mengemudikan mobil dengan tangan gemetar, sebenarnya saat berdebat dengan Hanan tadi, Melisa merasakan ketakutan, tapi dia tidak bisa diam saja membiarkan Hanan menindasnya.Melisa sudah memutuskan menghadapi semuanya dengan berani, dia ingin memperbaiki semua dalam hidupnya. Sudah cukup dia sendiri yang disalahkan, harusnya Ratih juga bersalah di masa lalu.Selang dua puluh menit, Melisa sampai di sekolah. Jika saja tidak mengingat murid-muridnya Melisa pasti akan memutuskan untuk pulang ke rumah saja menenangkan diri. Dia takut tidak bisa fokus untuk mengajar murid-muridnya.Begitu sampai, Melisa bergegas menuju ruangan Ardan. Mungkin dengan melihat Ardan sejenak dia akan melupakan kejadian yang tidak menyenangkan tadi.Melisa masuk ke ruangan Ardan setelah mengetuk pintu, walaupun Ardan suaminya, Melisa tetap harus menjaga kesopanan di sekolah."Ada apa, Mel? Kenapa wajahmu pucat begitu?" tanya Ardan begitu melihat Melisa masuk dan mendekat ke arahnya."Tidak ada apa-apa, Ma
"Mas, kamu tidak enak badan ya?" tanya Melisa dengan tangan terulur hendak memegang dahi sang suami.Ardan yang melihat Melisa hendak menyentuhnya segera menepis tangan Melisa sambil mendecakkan lidah. Dia merasa kalau perhatian yang Melisa berikan pasti palsu. Atau mungkin selama ini Melisa hanya bersandiwara kepadanya.Hati Ardan berdenyut nyeri membayangkan kalau selama ini Melisa tidak pernah menerima dirinya dengan sepenuh hati.Melisa tersentak ketika tangannya ditepis oleh Ardan. Netranya melihat tangannya yang menggantung di udara. Hatinya bagai teriris mendapat penolakan dari Ardan. Tak pernah terbayangkan Ardan akan berbuat demikian padanya, mengingat Ardan selalu bersikap lembut padanya."Kamu kenapa, Mas?" tanya Melisa heran dengan sikap Ardan.Ardan bergeming tak menanggapi pertanyaan Melisa, dia hanya berbalik dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ardan merasa belum siap merasakan sakit lebih lagi, jika Melisa mengakui tentang pengkhianatannya.Melisa semakin her
Hari masih terlalu pagi, Hanan sudah memarkirkan mobilnya tak jauh dari rumah Naya. Seperti hari-hari sebelumnya, Hanan masih tetap menguntit kemana pun Naya pergi.Hanya melihat Naya dan putranya dari jauh saja sudah membuat Hanan bahagia. Paling tidak dia bisa menuntaskan rasa rindunya kepada Mereka.Netra Hanan melihat mobil Naya keluar dari halaman, Hanan bergegas menghidupkan mobilnya dan mulai memacu mobilnya mengikuti mobil Naya. Sepanjang perjalanan Hanan selalu melebarkan senyumnya, akhirnya dia bisa melihat belahan hatinya.Hanan mengernyitkan kening ketika mobil Naya tidak menuju ke rumah sakit seperti biasanya. Dalam hati dia bertanya-tanya kemana arah yang dituju oleh Naya."Bukannya ini jalan menuju bandara? Memang Naya mau ke mana?" gumam Hanan heran, "Jangan-jangan Naya akan pergi? Aku harus bagaimana kalau kehilangan jejak Naya lagi?"Hanan panik saat mobil Naya benar-benar menuju bandara. Dia tidak punya persiapan apapun untuk mengikuti Naya naik pesawat. Hanan takut
Sudah satu minggu Melisa merasakan perubahan Ardan, Melisa semakin tidak bisa menahan rasa penasarannya sebab perubahan sang suami.Seminggu ini diabaikan membuat Melisa frustasi, dia meraba-raba apa yang salah dalam dirinya selama menjadi istri Ardan, hingga membuat Ardan acuh kepadanya. Mungkin saja jika Ardan mau menjelaskan apa kesalahan yang diperbuatnya, tentu Melisa tidak akan kelabakan sendiri seperti ini.Pagi ini, seperti biasanya Ardan akan berangkat sebelum Melisa bangun, dan nanti Ardan akan pulang ke rumah larut malam. Entah apa yang dilakukan Ardan di luar sana hingga pulang larut malam. Padahal biasanya Ardan akan pulang sebelum sore."Kau tidak ke sekolah, Mel?" Suara Widia mengejutkan Melisa. Memang sejak pembicaraan mereka membahas jawaban Melisa, mereka belum pernah berbicara sama sekali."Belum, Ma," jawab Melisa.Widia pun merasa kalau akhir-akhir ini rumah tangga putranya sedang tidak baik-baik saja. Widia perhatikan Ardan jarang sekali ikut sarapan, tidak seper
"Ada apa kamu, Han? Kenapa akhir-akhir ini kamu sering keluar dan bertengkar dengan Dara?" tanya Ratih kepada Hanan yang sedang menyesap kopi.Hari beranjak malam, Ratih menghampiri Hanan yang sedang menyesap kopi di teras rumah. Setelah seharian mengintai Naya, Hanan akan duduk di teras dari pada bertengkar dengan Dara jika melihatnya.Sikap lembut Hanan kepada Dara sudah menghilang sejak Hanan mulai bertemu dengan Naya. Hanan sudah lupa tujuannya menikahi Dara, hatinya tidak bisa berbohong jika dia tidak bisa menerima Dara di hidupnya.Seluruh hati Hanan sepenuhnya hanya untuk Naya, cinta pertama sekaligus belahan hatinya. Hanan yakin jika sebenarnya Naya pun sama seperti dirinya, Naya hanya berpura-pura bahagia dengan keluarga barunya.Hanan merasa bahwa dialah yang harus berjuang untuk mewujudkan kebersamaannya dengan Naya seperti dulu sebelum Melisa datang dalam kehidupan Mereka berdua."Han!" sentak Ratih menyenggol lengan Hanan.Hanan seketika terkejut, dia menolehkan wajahnya