Share

bab 6

POV penulis

"Waalaikumsalam, pak Eko. Apa pak Eko mempunyai kenalan seorang polisi? Damar hilang dan sampai sekarang belum pulang ke rumah."

"Astaghfirullah! Jadi Damar hilang, Bu?"

"Benar, Pak. Damar hilang dan belum ditemukan sampai sekarang. Saya bingung harus mencari kemana," sahut Sulis nyaris putus asa.

Suasana di seberang telepon hening sejenak. Tapi terdengar secara samar, pak Eko seperti berbicara dengan orang di samping nya.

"Hm, besok kami akan ke rumah Damar setelah acara Persami ini selesai, Bu. Walaupun mungkin Damar tidak hilang di sekolah, tapi kami pihak sekolah juga ingin ikut serta membantu mencari anggota sekolah yang hilang.

Kalau tentang anggota polisi, kebetulan sepupu saya adalah salah satu anggota polres. Saya akan mengajak saudara sepupu saya untuk ke rumah Damar juga."

"Terimakasih, Pak. Terima kasih sekali. Saya akan sangat menantikan kehadiran bapak dan ibu guru Damar," sahut Sulis lega. Jujur saja saat ada seseorang yang bisa dipercaya mau membantunya, beban di hati Sulis seolah terangkat sebagian.

Mendadak Sulis teringat pada uang dalam amplop yang tersimpan dalam saku. Lalu dia merog*h saku dan mengeluarkan amplop berwarna coklat itu. Dengan perlahan mengeluarkan isinya. Mata Sulis membola saat melihat lembaran uang berwarna merah sebanyak dua puluh lembar.

"Dua juta?! Banyak sekali!" desis Sulis. Dimasukkan nya uang itu lagi ke dalam amplop dan menyimpan nya di dalam lemari baju. Setelah itu Sulis merebahkan diri kembali di ranjang seraya memeluk Adinda.

Berulang kali dia mencoba memejamkan mata tapi bayangan Damar yang melintas di kepala membuatnya tak bisa terpejam.

'Ya Allah, aku merindukan Damar. Lindungi lah anakku dimana pun anakku berada. Tapi jika memang terjadi sesuatu pada anakku, kuharap Engkau memberiku petunjuk dan memberiku keihklasan,' ratap Sulis dalam hati diiringi derai air mata yang menderas.

Hingga suara kentongan terdengar sebanyak dua kali Sulis merasa rasa kantuk menyerang dan saat dia mulai memejamkan mata, Sulis merasa kan tubuh nya begitu ringan dan melayang. Mendadak dia mendengar suara Damar.

"Ibu! Ibu! Tolong!"

Damar dengan memakai baju Pramuka didatangi oleh dua orang bertopeng hitam. Kedua orang itu memakai mantel warna coklat tua dan tidak jelas jenis kelamin mereka laki-laki atau perempuan.

Damar meronta-ronta dan menangis saat kedua orang itu melepas paksa baju Damar.

"Ibu! Ibu!"

Hanya dua kata itu yang keluar dari mulut Damar. Suara Damar terdengar menyayat.

Mata Sulis terbuka. Dan dia sangat terkejut saat menyadari bahwa dia tidak berbaring di atas ranjang lagi. Tapi sedang berada di sebuah lorong gelap tanpa ujung.

Sulis berusaha berdiri dan melihat Damar yang mengulurkan tangan padanya.

"Ibu! Tolong aku!"

"Damar! Damar!"

Sulis berlari mendekat ke arah Damar. Tapi kedua orang yang memegang kedua tangan Damar menyeret anaknya dengan paksa. Bahkan salah satu diantara dua orang itu membawa pergi baju dan celana Pramuka Damar.

Sulis menambah kecepatan larinya, dia berusaha untuk meraih tangan Damar. Namun sayang sekali, tangannya tidak bisa menyentuh Damar. Tangan Sulis menembus tubuh dan tangan Damar.

Sulis keheranan dan kebingungan saat melihat dia tidak bisa memegang dan menyelamatkan anaknya. Perempuan itu menatap tangannya dengan bingung.

"Ibu! Ibu!"

Terdengar teriakan Damar sebelum akhirnya Damar dibaringkan dia atas meja kayu besar. Mulut anak itu di lakban dan kedua tangan dan kakinya di ikat di ujung meja.

Suasana hening seketika. Dan mendadak terdengar tawa bergemuruh yang muncul dari ujung lorong. Sulis hanya bisa tercengang dengan tubuh lemas melihat sosok tinggi besar dengan badan berbentuk manusia berwajah seperti anjing.

Perlahan manusia berkepala anjing itu menunjukkan wujud nya dengan utuh. Anjing itu begitu besar dengan tinggi sekitar lima meter. Bulu kepalanya berwarna kecoklatan. Lidahnya panjang menjulur keluar, taringnya begitu runcing dengan air liur yang bertetesan, telinganya tegak lancip terulur kaku ke atas. Mata anjing itu merah dan mengerikan.

Manusia anjing itu mendekat ke arah Damar dengan menggeram. Damar ketakutan dan air mata berlelehan menatap anjing itu.

Sulis terkejut saat melihat anjing itu mendekat ke arah Damar dengan menggeram perlahan. Perlahan wajah anjing itu mendekat ke arah wajah Damar dan mengarahkan taring nya ke arah mata Damar.

"Jangan dekati anakku! Pergi!"

Entah mendapat keberanian dari mana, mendadak Sulis melompat ke arah manusia anjing itu sambil merentangkan kedua tangannya di depan meja batu tempat Damar dibaringkan, mencoba menghalangi manusia anjing yang akan menerkam sang anak.

Anjing itu menggeram dan menatap Sulis penuh amarah. Bahkan anjing itu mendengus begitu dekat di wajah Sulis, sehingga Sulis bisa merasakan nafasnya yang panas dan melihat air liur anjing yang bertetesan itu.

Hhhhhwwaaarhhh!

Sekali lagi anjing itu menggeram seolah mengusir Sulis tapi Sulis bersikeras untuk tetap melindungi Damar dari apapun. Sulis memalingkan wajahnya agar tidak terkena hembusan nafas anjing itu.

Hwwwwaaarh! Anjing itu tampak marah. Makhluk itu lalu mengarahkan taring nya ke bahu Sulis lalu menggigitnya.

"Aaarrgghhhh!!"

Sulis menjerit bersamaan dengan itu terdengar suara adzan subuh.

"Astaghfirullah! Hanya mimpi!" desis Sulis. Mendadak Adinda terbangun dan menangis kencang.

"Ssst, cup, cup, cup."

Sulis segera duduk dan memeriksa kondisi Adinda yang ternyata buang air besar. Dengan perlahan, Sulis membuka popok Adinda.

"Aduh, kok perih ya," keluh Sulis saat merasakan bahu nya sakit. Perlahan Sulis menoleh ke arah bahu kanan nya dan dia terkejut saat melihat bahunya terluka dengan daster yang sudah sobek.

Bulu kuduk Sulis meremang saat melihat luka di bahunya. Tak hentinya dia berpikir bagaimana bisa bahunya benar-benar terluka padahal dia hanya digigit anjing itu dalam mimpi.

**

Sulis terbangun saat mencium aroma wangi sop dan telur dadar dari arah dapur. Setelah salat subuh, Sulis memang sengaja tidur lagi karena masih mengantuk dan karena Dinda juga tidur.

Dinda menggerak-gerakkan tangan dan kakinya dengan menangis keras dan Sulis segera menyusuinya hingga kenyang. Sulis lalu menggendong Dinda menuju ke arah dapur.

"Wah mbok Darmi dan Surti, repot-repot sekali memasak padahal kalian tamu di sini," tukas Sulis dengan wajah tak enak.

Mbok Darmi menggeleng dan tersenyum. "Tidak apa-apa, Lis. Kamu kamu menyusui, tidak usah sungkan sama aku. Cepat makan dulu. Biar aku yang menggendong Dinda," tawar mbok Darmi.

"Terima kasih, tapi aku bisa makan dengan menggendong Dinda, Mbok," tolak Sulis dengan halus.

Baru saja mbok Darmi hendak menanggapi ucapan Dinda saat mendadak terdengar dering telepon masuk ke ponsel Sulis.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, pak Eko."

"Apa Bu Sulis ada di rumah sekarang? Saya akan menuju ke rumah Bu Sulis sekarang dengan sepupu saya terkait dengan hilangnya Damar. Penting sekali, Bu!"

Sulis seketika terkesiap mendengar penuturan guru pembina Pramuka tersebut.

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status