"Ada apa, Bi Asih?" tanya Ceo sambil menurunkan kecepatan mobilnya."Alamat saudara bibi hilang dari dompet, entah jatuh ke mana. No hpnya juga tidak ingat."Hiks!Bi Asih menangis seketika, alamat rumah saudara yang dituju hilang. Tidak tahu harus berbuat apa, hanya bisa menangis untuk menutupi rasa kecewa.Menyadari sang asisten rumah tangga yang sedih, Darma membelokan arah mobilnya ke apartemen miliknya.Sebuah hunian mewah di tengah kota. Santi takjub melihatnya, tanpa berkedip melihat lokasi yang memanjakan mata.Mobil berhenti, Darma keluar dan mengajak Bi Asih dan Sinta untuk keluar."Santi boleh tinggal di sini. Anggap saja rumah sendiri.""Wah, terimakasih banyak, Tuan Muda. Sungguh mulia hatimu. Semoga bertambah rezeki, berkah dan berlimpah," ujar bi Asih kepala majikan tampannya."Ayo masuk," ajak Darma kepada kedua wanita yang sederhana itu. Mereka bertiga segera memasuki apartemen mewah. Santi yang biasa hidup sederhana pun masih terheran-heran melihat barang yang mahal
"Ya, supaya kamu mengerti saja Intan. Bila bi Asih kangen keponakan dan bermain ke sana, tidak jadi bahan permasalahan.""Kalau sudah beres pekerjaan di rumah, bi Asih boleh kok main ke rumah saudaranya, nginap sekali-kali pun tidak apa-apa.""Terima kasih banyak, Nyonya Muda. Anda sungguh baik hati dan mulai, mengerti dengan orang kecil seperti saya ini."Bi Asih maju, menyalami majikan cantiknya. Bergegas ke dapur membuatkan teh manis dan membawakan snack sebagai tanda terima kasih."Ini untuk Nyonya Muda, rasanya pasti enak. Silakan."Intan menikmati sajian makanan ringan dari asisten rumah tangganya, sedangkan Darma masuk kamar untuk berganti kaos oblong putih.Baru saja berganti pakaian yang lebih nyaman, gawai miliknya pun berbunyi. Mengeryitkan dahi, melihat satu nama yang tertulis di sana.Rupanya panggilan dari ibu mertuanya, Puri Berlian, wanita yang melahirkan istrinya, Intan."Ada apa, Mama?" Santun Darma bertanya kepada sang mertua di sebrang gaway."Di mana Intan, Nak. M
"Pagi, Intan. Masih ingat denganku?"Intan mengernyitkan dahi, mencoba mengenali suara di gaway, tetapi tidak ingat juga. Jari telunjuk kiri ditekan-tekan ke dahi kiri, tidak juga ingat dengan suara orang di seberang sana."Maaf, ini siapa?" Lagi-lagi Intan bertanya, memang ia tidak ingat apa-apa."Masak lupa, pejamkan matamu, ingat kisah masa lalumu, saat masih di SMA, adakah orang spesial di hatimu yang suara seperti ini, hmmm.""Astaga, apakah kau Alex, teman SMA yang super degil dan tiap hari kena hukum wali kelas?""Lah, itu sudah kembali ingatanmu Intan, hmm payah, hampir saja kau lupakan aku, ya?" ledek Alex sedikit menggoda.Intan tersenyum sendiri sambil berdiri menatap kaca hias yang ada di kamar."Memang, ada hal apa sehingga nelpon pagi-pagi begini, tidak kerjakan dirimu?" tanya wanita berambut sebahu yang masih penasaran dengan teman lamanya."Aku orang bebas, Intan. Tidak terikat dengan pekerjaan kantor. Yang penting tetap memiliki income halal, kok.""Bagus dong kalau b
"Lanjut bekerja, aku tidak apa-apa. Siapkan berkas meeting pagi ini." Darma berdiri dan membenarkan posisi dasinya."Bagaimana, sudah rapi bukan?"Julaika langsung maju dan memegang dasi atasan sekaligus suami rahasianya. Dirapikan posisi serta memberikan semangat."Tetap semangat, Sayang." bisik Julaika dengan nada mesra."Heem," jawaban singkat keluar dari mulut Darma. Keduanya berjalan beriringan menuju ruang meeting.Saat akan keluar dari ruang Ceo, Julaika menghentikan langkah, memeluk bos dari belakang. Sambil merayu dengan nada syahdu. "Kapan lagi datang ke apartemen, mana waktu malam untuk diri ini, kangen tahu.""Mengertilah, aku sibuk. Lagian sekarang ada mama di rumah. Jadi tidak bisa keluar malam sembarangan.""Jadwal kita ke Surabaya Minggu ini bukan? Sudah tidak sabar menunggu hari itu.""Sabarlah, waktu di sana khusus untuk dirimu. Sekarang fokus saja bekerja, kita tinggalkan produksi, agar melejit tinggi laba perusahaan."Darma melepaskan pelukan istri keduanya, member
Langkah Darma dan Julaika terhenti. Kedua sepasang rekan kerja itu berbalik arah, menatap Intan, seolah tidak kenal dengan wanita yang di hadapannya."Apakah dirimu, memanggil kami, Nona cantik?"Pertanyaan ringan keluar dari mulut Darma, dada wanita berbaju bunga-bunga berdegup kencang. Awalnya rasa cemburu membakar hati, malah kini berbalik ketakutan menghantui.Alex gondrong menatap intens ke arah sepasang serasi yang kian mendekati meja makannya. Mengamati Darma dari atas hingga ujung kaki.Melihat orang yang mendekat dengan pakaian serba bermerek, alis Alex gondrong pun naik sebelah. Awalnya ingin menggertak, tetapi diurungkan secara tiba-tiba."Maafkan kelakuan kekasih saya, Tuan. Dia salah panggil orang."Perkataan Alex sontak membuat Intan terbatuk-batuk. Dengan cekatan Alex gondrong mengambilkan minum serta memberikan dengan lembut."Sungguh pemandangan yang romantis."Perkataan Darma membelalakkan mata Intan, ia tidak mampu berbuat apa-apa, sulit untuk menjelaskan apa yang s
Pria tampan bertubuh gagah melangkah masuk ke dalam, duduk di sofa dengan menaikkan satu kaki ke kaki satunya."Tunggu sebentar, Bos. Cantika buatkan kopi panas spesial untuk dirimu." Mengangguk dan membuka gaway di tangan kanan. Tangan kiri memijit remote televisi dan menonton bola siaran langsung.Darma mengirimkan pesan melalui WhatsApp kepada Intan.[Usah tunggu aku pulang malam ini, istirahat saja terlebih dahulu, sebab kau terlalu lelah bermain di luar bersama kekasih lama]Intan hanya membaca pesan, lama tidak diberi balasan. Dilemparkan gaway berwarna pink ke ranjang, tepat di sebelah bantal.Nafsu untuk makan malam pun sirna, dikunci pintu kamar rapat-rapat, hingga tertidur dalam keadaan lapar.Mertuanya merasa kesepian, menantu dan anaknya tidak ada yang menemani makan malam, akhirnya, Sasmita juga tidak berselera menyantap hidangan yang sudah tertata rapi.Bi Asih menggeleng, melihat sayur dan lauk yang merana, tidak disentuh oleh majikan seisi rumah. Padahal, wanita paruh
Mobil menabrak pohon kayu di tepi jalan, mang Parman dan Bi Asih pingsan di tempat duduknya masing-masing.Kepala terbentur ke depan dengan sangat keras, sehingga dua orang karyawan Intan itu tidak sadarkan diri.Orang-orang berkerumun di sekitar mobil, tidak ada yang berani untuk membuka pintu mobil, mereka anggap keduanya telah tewas, tidak bernyawa lagi.Karena terlalu lama dibiarkan, akhirnya seorang wanita yang lewat dan menyaksikan kejadian itu pun tidak tega, membiarkan wanita itu yang ada di dalam mobil, dia beranggapan penumpang itu masih bernyawa.Ternyata benar saja, tangan bi Asih bergerak-gerak, tanda kehidupan ada pada anggota tubuhnya. Anita, wanita tomboy yang masih kuliah itu langsung membuka pintu mobil dan memapah wanita berkerudung hitam untuk ke luar dari kendaraan berwarna putih."Terima kasih, Nona. Uhuukk! Uhuukk!"Wanita tengah baya itu terbatuk-batuk menahan sesak di dada, tangannya memegang dada yang terasa berat. "Sudah, Bibi duduk saja di sini," ujar Anit
"Ibunya Santi baru saja meninggal dunia, Tuan Muda. Makanya dia menyusul bibi untuk mencari pekerjaan di sini. Soalnya di kampung tidak ada siapa-siapa lagi kerabat kami.""Turut berdukacita, Bik Asih. Atas meninggalnya ibunya Santi. Namun, saya masih penasaran dengan keponakan bibi itu, mengapa gadis kampung yang di desa, bisa memiliki kemiripan dengan istriku Intan. Warna kulit, bentuk tubuh, kecantikan, nyaris sama mereka, Bi?"Keduanya saling diam di dalam mobil. Kendaraan itu terus melaju cepat. Bi Asih tidak tahu harus berkata apa dengan tuan mudanya, hanya diam de6wahah pucat pasih."Darma melihat ada yang tidak beres. Sesuatu yang dirahasiakan oleh sang asisten rumah tangga ini, sebab, awalnya wajahnya normal, setelah mendapat pertanyaan langsung pucat ketakutan.Pria tampan yang bisa membaca bahasa tubuh itu pun mengalihkan pembicaraan. Agar tidak menakuti Bi Asih untuk jujur kedepannya."Kita sudah sampai, Bi" Keduanya turun dari mobil, bergegas menuju apartemen mewah yang