"Mereka masih bisa makan ngeliat kamu terluka kayak gini?" bisik Ann sambil mengamati para tetua yang tampak berbincang sambil menikmati kudapan.
"Ini biasa terjadi, Ann, kamu juga musti membiasakan diri," jawab Ben. Ia terima uluran peralatan obat-obatan dari Danisha. "Bisa bantu?" tanyanya."Jadi, kamu bawa aku ke sini selaen buat dikenalin juga buat jaga-jaga jadi perawat pribadi?" sungut Ann sambil membuka kotak peralatan obat dan mulai mengobati luka di beberapa bagian tubuh lelaki di sebelahnya."Gimanapun, kita adalah tim Ann," ujar Taka menimbrung, "abis ini kamu bakalan resmi diperkenalkan, siap-siap," lanjutnya.Ann hanya mengangguk sekali, tangannya terampil membersihkan luka di tubuh Ben dan membalutnya dengan perban. Ia juga membantu Ben memakai kemejanya lagi, benar-benar tampak seperti pasangan."Kita sudah mendapat pemenangnya, Takahashi unggul. Tapi jejak masa lalu Big Ben tidak akan terhapus dengan mudah," ucap seoran"Nggak cuma kalian yang bisa ngebunuh orang, atau ngebikin cucu-cucu kalian saling serang dan dijadiin tontonan begini. Kakek mau bikin arena gladiator buat cewek juga?" tantang Ann. Benji tersenyum mendengar penuturan Ann, "She sweet but phycho," nyanyinya takjub. "Nemu di mana lo cewek unik gini? Menarik," pujinya. "Lo mau duel sama gue di depan?" gumam Ben langsung paham maksud ucapan Benji. "Ben!" panggilan Takahashi-sama membuat Benji urung memberi tanggapan. "Mulutnya berbisa ya, cocok menjadi anggota keluarga Takahashi," tambahnya. "Yang jelas, dia bersih," sahut Ben selanjutnya berdiri, ia gandeng jemari Ann untuk mendekat pada sang Kakek. "Dia diterima atau nggak sama Kakek, aku bakalan tetep nikahin dia," ujarnya. Hening, semua orang menunggu jawaban sang Ketua. "Selama dia bersih, mendukung perkumpulan dan cukup gila untuk terlibat dalam semua masalah keluarga, kamu bebas memperistrinya," jawab Takahashi-sama. "A
"Kamu sebenernya anak kandung bukan sih Mas?" celetuk Ann penasaran. Keduanya sudah ada di dalam kamar Ben. Ann memang meminta Ben untuk memeriksa kembali lukanya dan mengobatinya dengan perawatan yang lebih serius. Luka di lengan Ben cukup dalam dan Ann harus memastikan apakah luka itu membutuhkan jahitan atau tidak. "Kenapa? Kamu ngeliat cuma aku yang nggak mirip sama sodaraku yang laen?" tanya Ben balik. Sesekali ia meringis kecil saat Ann tak sengaja menyentuh lukanya cukup keras. "Mama kamu nggak ada peduli-pedulinya pas kamu luka," desis Ann. "Dia begitu karena ditempa keadaan," sahut Ben. "Aku tau dia lebih khawatir ketimbang yang laen. Di keluarga, kami nggak biasa saling mengkhawatirkan, kami besar dalam situasi yang nggak memperbolehkan rasa itu tumbuh," ceritanya. "Keluarga macam apa yang begitu?" "Keluargaku. Udah liat sendir
"Itu karena kamu sendiri seenaknya nyebut perasaan kamu itu cinta sepihak, Ann," jawab Ben cukup membingungkan. "Kamu serius cinta sama aku?" tegasnya kali ini menatap Ann, ia dekati lagi gadis yang setia mengobati lukanya. "Aku capek Mas, mau istirahat," Ann menghindar cepat, ia berusaha untuk kabur tapi sudah pasti Ben akan menghalanginya. "Nggak pa-pa kalau aku cuma jadi obat luka. Ya obat luka fisik kamu, juga luka hati kamu," tambahnya miris. Ben bungkam tapi tatapannya tak lepas dari wajah cantik Ann yang sudah tanpa rona. Ia sendiri tak mengerti dengan hatinya. Perasaan meletup-letup saat melihat tingkah Ann yang menggemaskan, atau rasa terbakar ketika ia harus menahan diri tidak meniduri Ann yang begitu menggoda di matanya. Apakah itu juga bisa dinamakan jatuh cinta? Jika boleh jujur, Ben tidak mau gegabah mengartikan perasaannya. Interaksi intens dan intimnya dengan Ann berawal dari perjanjian tak terhindarkan. Apa bisa ia jatuh hati saat dirinya se
Ann memejamkan matanya saat kecupan Ben berpindah dari pipi turun ke lehernya. Darahnya berdesir hebat, ini bukan pengalaman pertama Ben menyentuhnya tapi Ann selalu merasa asing oleh sentuhannya. Seumur hidup, hanya Ben yang berhasil menguasai dirinya, tempat istimewa yang berhasil Ben raih di percobaan pertama. "Damn!" desis Ben tak bisa mengendalikan dirinya lagi. Cenderung pasif dan tak suka banyak berimprovisasi, Ben tertantang oleh bentuk lekuk tubuh Ann, juga tulang selangkanya yang aduhai. Bahu simetris Ann yang terpampang sangat seksi itu menyulut letupan-letupan kecil di perut Ben. Ia tidak pernah segila ini saat menginginkan tubuh perempuan, terutama mereka yang ia kontrak tidur dengannya hanya semalam. Dari tulang selangka, Ben naik lagi ke belakang telinga Ann, ia ciumi lembut daerah sensitif itu. Sebaliknya, Ann tak berani menggeram, bahkan mendesah meski ia sendiri kelimpungan menahan diri agar tetap terlihat tenang. Ben tahu bagaimana cara membuatnya tak berda
"Aku bantuin pake baju nanti," ucap Ann. "Kalau nggak ada aku, pas sakit gini ngeluh sama siapa kamu, Mas? Chester? Yang ada makin digaruk badan kamu pake cakarnya," dumalnya galak tapi masih tetap perhatian. "Kalau nggak ada kamu, aku nggak ngeluh," jawab Ben jujur. "Aku udah terbiasa sama luka yang lebih parah dari ini, tanpa keluarga, tanpa temen. Mungkin kamu udah denger cerita gimana tragisnya kisahku sama kayak kisahnya Chester. Dibuang oleh kawanan ngebuat kami jauh lebih kuat dan jadi bergantung satu sama lain," ceritanya getir. Ann tertegun, hatinya luluh saat mendengar cerita Ben yang pasti harus melalui semua kesakitan dan kesulitannya sendirian. Ben besar dalam tempaan hidup yang tidak mudah meski sekitarnya berserak harta benda mewah. Ia harus berjuang untuk bertahan dalam lingkungan keluarga penuh kompetisi yang sebenarnya lebih sering menyakiti ketimbang mengayomi."Jadi, mumpung ada kamu, aku manja nggak pa-pa kan? Seenggaknya kamu calon istriku meski kita nikah buka
"Ini deh kayaknya ruang ganti model," Ann menguak daun pintu ruangan besar di depannya. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai model di acara sekelas Victoria Secret di negaranya bernama Queen's Diary. Ann bertugas untuk memperagakan gaun tidur dan pakaian dalam di depan para member eksklusif setiap minggunya dan kini ia tengah kebingungan mencari ruang ganti. "Who are you?" tegur sebuah suara dingin sekali, membuat Ann membeku sementara di tempatnya berdiri. Ann menoleh arah sumber suara dan ditemukannya wajah garang setampan dewa menatap tak berkedip padanya. Sejenak Ann tertegun, kediaman merebak. Sosok lelaki yang tengah duduk itu tak melepas Ann dari pantauan matanya yang tajam. Ia menatap curiga pada Ann, menelitinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga kedua sorot mata indah itu bertemu, untuk pertama kalinya. "Ah, sorry, sini bukannya ruang ganti model ya? Tadi aku dikasih tau staf kalau katanya ada di lantai 7," jawab Ann meringis cantik. "Bukan," jawab
Ann tercenung menatap sebuah berkas di pangkuannya. Map berwarna hitam dengan tulisan emas itu baru pertama kali ia dapatkan dan ini berbeda dengan kontraknya sebagai model pakaian dalam selama satu tahun ke depan. "Kenapa? Map hitam kah itu?" tanya Kinar, model senior lain di sebelah Ann. "Kayaknya lo masih kaget dan bingung ya," katanya sangat paham ekspresi di wajah sang junior. "Kenapa Ann?"Senyum Ann terkembang, "Enggak Kak, cuma kaget aja. Gue pikir kontrak yang gue tandatangani sama Mas Kiki itu udah final, ternyata masih ada lanjutannya ya," jawabnya polos. "Ini beda, coba lo buka aja deh, kontrak itu mengikat dan nggak butuh persetujuan lo," terang Kinar. "Kenapa mengikat? Karena dia adalah bentuk dari akibat kontrak kita sebagai model," tambahnya."Maksudnya? Jadi ini bukan kontrak sama perusahaan?" dahi Ann semakin berkerut."Kami semua menyebutnya Big Ben. Nggak ada yang bisa ngelepasin diri dari kontrak yang udah dia buat. Tapi gue bisa jamin, lo nggak bakalan nyesel k
"New Jayakarta Hotel, Sabtu jam 8 malem, langsung ke penthouse!" Ann memejamkan matanya rapat-rapat jika ia sudah teringat wajah lelaki yang mengatakan kalimat barusan sebelum keluar dari ruang transit malam itu. Ia belum mendapat penjelasan apapun dan rasa penasarannya tidak terjawab karena lelaki tampan yang mengaku sebagai Big Ben itu segera pergi tanpa bicara lebih banyak. Banyak pertimbangan yang harus Ann taklukan, ia cukup bimbang selama tiga hari lamanya. Hingga pada akhirnya, di sinilah Ann, lobi New Jayakarta Hotel, Sabtu malam, 15 menit lebih awal sebelum waktu janjian. Adalah Bennedicth Abyan Wisanggeni, lelaki berusia 30 tahun berwajah separuh oriental dengan tatapan membunuh. Namanya lebih dikenal sebagai 'Big Ben', bermakna penguasa besar bisnis dunia hitam yang sangat disegani dan diperhitungkan. Masih dialiri darah Yakuza, klan Yamaguchi-Gumi di dalam tubuhnya, cukong-cukong Indonesia yang dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara bukan apa-apa bagi Ben. Ter