Share

2. Kontrak Seumur Hidup

Ann tercenung menatap sebuah berkas di pangkuannya. Map berwarna hitam dengan tulisan emas itu baru pertama kali ia dapatkan dan ini berbeda dengan kontraknya sebagai model pakaian dalam selama satu tahun ke depan.

"Kenapa? Map hitam kah itu?" tanya Kinar, model senior lain di sebelah Ann. "Kayaknya lo masih kaget dan bingung ya," katanya sangat paham ekspresi di wajah sang junior. "Kenapa Ann?"

Senyum Ann terkembang, "Enggak Kak, cuma kaget aja. Gue pikir kontrak yang gue tandatangani sama Mas Kiki itu udah final, ternyata masih ada lanjutannya ya," jawabnya polos.

"Ini beda, coba lo buka aja deh, kontrak itu mengikat dan nggak butuh persetujuan lo," terang Kinar. "Kenapa mengikat? Karena dia adalah bentuk dari akibat kontrak kita sebagai model," tambahnya.

"Maksudnya? Jadi ini bukan kontrak sama perusahaan?" dahi Ann semakin berkerut.

"Kami semua menyebutnya Big Ben. Nggak ada yang bisa ngelepasin diri dari kontrak yang udah dia buat. Tapi gue bisa jamin, lo nggak bakalan nyesel kok," sambar Kinar misterius. "Lo juga nggak harus tiap hari tidur sama dia, ada jadwal khusus dan dia bukan orang yang rewel," tandasnya.

"Tidur? Maksudnya berhubungan badan?" tanya Ann melongo.

"Percaya sama gue, lo nggak akan rugi, dan kemampuan Big Ben di ranjang itu nggak bisa lo remehin. Gede barangnya Cin!!" kekeh Kinar genit.

Ann langsung bergidik ngeri saat melihat gerakan Kinar yang setengah menjulurkan lidahnya sok seksi. Bagaimanapun, ia tidak bisa menerima kontrak itu begitu saja tanpa tahu dengan siapa ia akan bekerja sama, apalagi ini menyangkut masalah yang sangat intim dan pribadi. Sekali lagi, Ann merasa dirinya adalah model profesional, bukan pelacur.

"Tuh Bang Rino asistennya Big Ben, dia yang bakalan jelasin semuanya," tunjuk Kinar pada Arino yang menyembulkan kepalanya di pintu.

"Kak Joanna? Apa udah selesai beres-beresnya?" tanya Arino langsung tertuju pada Ann.

"Kenapa ya?" tanya Joanna jual mahal.

"Kontrak itu," Arino menunjuk map di pangkuan Ann, "Kupikir , Kak Joanna mau membicarakannya," ucapnya.

Sigap Ann berdiri, "Iya, ada banyak hal yang harus aku luruskan!"

"Ikut aku," ajak Arino segera berbalik.

Buru-buru Ann mengikuti langkah Arino. Di pikirannya sudah terbayang seperti apa sosok Big Ben yang para seniornya bicarakan. Lelaki tua tukang main perempuan yang sangat menuntut untuk dipuaskan, bagaimana Ann bisa menghadapi lelaki semacam ini? Ia baru merintis karir dan uang muka pembayarannya dari kontrak kerja sudah ia pergunakan untuk membayar uang kuliah yang tidak sedikit.

"Tunggu sini dulu, apa yang perlu kamu tanyain soal kontrak bisa langsung kamu tanyain ke Big Ben," ucap Arino membukakan pintu ruangan penthouse di mana tadi Ann sempat nyasar sebelum show dimulai.

"Aku dijebak?" tahan Ann pada langkah Arino di ambang pintu.

"Tunggu aja, kamu bisa obrolin langsung nanti," desis Arino kemudian berlalu pergi tanpa penjelasan apapun.

Ann mendesah kesal, pandangannya mengitar. Ia baru tersadar bahwa tadi ia sudah sempat masuk ke dalam ruangan ini. Tata ruang dan seisinya baru ia kenali, hanya saja, tidak ada lelaki setampan dewa berwajah manusia salju seperti sebelumnya.

"Ada isi kontrak yang nggak kamu pahamin?"

Tiba-tiba sebuah suara muncul dari arah pintu ruangan kedua sebelah kanan Ann. Tentu saja Ann kaget bukan main, matanya membulat waspada, tapi ia segera menguasai dirinya. Setelah si empunya suara muncul dan wajah itu cukup ia kenali sebagai si setampan dewa, detak jantungnya melemah perlahan. Lelaki yang tak lain adalah Ben ini duduk menghadapi Ann di sofa favoritnya.

"Ada dan aku perlu ngobrol sama Big Ben langsung, bukan sama asisten-asistennya!" sahut Ann setelah berhasil menguasai kekagetannya.

"Apa yang nggak kamu pahamin?" gumam Ben menyilangkan kakinya angkuh, wajahnya tetap seangker sebelumnya, dingin dan menusuk sekali tatapannya.

"Kontrak apa sih ini sebenernya? Aku harus tidur dan ngelayanin nafsu bejat bandot tua yang kalian sebut Big Ben itu?" Ann yang hatinya sudah tidak tenang karena isi awal kontrak barunya langsung nyerocos begitu saja.

"Kamu terikat sama kontrak pertama. Di dalam kontrak kerja kamu sebagai model, ada klausul yang mengharuskan kamu tunduk pada semua kontrak-kontrak turunan yang terbit atas nama manajemen perusahaan, kamu nggak baca?"

"Baca, tapi ini namanya kontrak sepihak. Aku nggak pernah setuju sama isi kontrak ini!"

Sebelah alis Ben terangkat, "Kamu tau penalti apa yang bakalan kamu dapet kalau kamu menyalahi isi kontrak?" tanyanya garang.

"Aku bakalan balikin gaji awalku yang udah kuterima!" sambar Ann sombong.

"Kamu pikir cuma begitu masalah jadi selesai?" senyum licik Ben terkembang. "Coba kamu baca lagi kontrak kerja pertamamu, di sana tertulis nominal yang cukup fantastis dan itu harus kamu bayar kalau kamu menyalahi kontrak. Menurutku, seumur hidup bahkan sampe kamu ngejual diri pun, kamu nggak akan bisa bayar denda pinaltinya!"

"Kalian ngejebak aku?" sergah Ann emosi.

"Kamu tanda tangan kontrak awal dalam keadaan sadar, jangan memutarbalikkan fakta!"

Ann meraup wajahnya frustasi, "Ini kontrak yang berbeda dari kontrak kerja di awal, nggak bisa dijadiin satu. Dan tolong! Ngejual diri? Big Ben kalian itu aja yang rakus!" cercanya.

"Kontrak ini berlaku lifetime," gumam Ben lirih tapi tak terbantahkan, "mengikat kedua belah pihak dengan pinalti yang sama besarnya kalau sampe salah satunya memutus kontrak sebelum masa berakhir!" tukasnya.

"Gimana mau berakhir kalau bunyinya aja kontrak lifetime?" Ann mendengus keras. "Sama aja dia ngebeli tubuh dan hidupku! Kamu kasih tau sama Big Ben itu, si bandot yang brengsek dan rakus itu, hidupku ya punyaku, nggak bisa dibeli!"

"Oh ya?" Ben bangkit dari posisi duduknya, "kita liat aja nanti," ucapnya kemudian berjalan menuju jendela kaca besar yang memantulkan wajah tampannya samar-samar.

Ann ikut bangkit, ia campakkan map berisi kontrak tak masuk akalnya dengan Big Ben di meja kayu ulin itu. Wajahnya sudah dihiasi ekspresi bingung, kalut, tak menerima sama sekali. Ia memang ingin menjadi model terkenal, bisa membiayai hidup dan sekolahnya dengan jerih payah sendiri, tapi, jika harus menjadi teman tidur lelaki mengerikan yang tak pernah dikenalnya, Ann bahkan tidak pernah memikirkannya sekalipun.

"Tolong bilangin ke si Big Ben, aku nggak akan pernah dateng di hari yang udah ditentuin sama kontrak, terserah mau dituntut kayak gimanapun. Aku nggak ngejual tubuhku sama genderuwo mesum menjijikkan kayak dia!" tegas Ann sambil berjalan menuju pintu.

"Hei!" panggil Ben lantang.

Langkah Ann terhenti, ia menoleh ke arah pemanggilnya. Ben tampak mendekat, terlalu dekat hingga mau tak mau Ann terpojok menempel di daun pintu. Mata keduanya saling bertatapan intens, sedangkan Ben semakin mendekatkan wajahnya dengan sedikit membungkuk di depan Ann.

"Kamu amati dan liat baek-baek, apanya dari wajahku yang mirip sama genderuwo? Hem?" tanya Ben lirih tapi begitu mengintimidasi. Embusan napasnya saja bisa dirasakan oleh Ann.

"Ma-maksud kamu apa?" desis Ann sedikit gugup, ia langsung memalingkan wajahnya agar hidung mancung Ben tidak menyentuh hidungnya.

"Big Ben ... itu aku, orang yang kamu sebut genderuwo mesum tadi," ucap Ben di samping telinga Ann, ia kecup mesra pipi gadis cantik di depannya sebelum berpaling pergi ke arah jendela kaca lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status