"Lo apain dia?" sambut Ben begitu Ann dan Danisha tiba di rumah. Tatapannya tampak tak bersahabat pada si bungsu."Kayak yang lo liat, jadi lebih jahat dan garang ketimbang sebelumnya. Ketua dan para tetua lebih seneng tampilan badass ketimbang barbie kan? Ann kudu all out, dong," jawab Danisha santai. "Gue tau kok lo nggak sempat nyiapin dia. Sama-sama, nggak usah bilang arigatou," tambahnya tersenyum kemudian bergegas pergi sebelum Ben menghunusnya dengan pedang. "Sorry aku nggak pamit, Mas," kata Ann hati-hati. "Tadi dia tiba-tiba jemput di lokasi, dan aku nggak sempat ngabarin kamu," terangnya. "Diapain kamu sama Danisha?" gumam Ben tak terlalu memedulikan penjelasan Ann."Ditato," jawab Ann dengan polosnnya. Ia tunjuk pinggang kanan depannya, kulitnya masih memerah bekas dirajam."Jahanam Danisha!!" umpat Ben spontan, "brengsek!" "Aku yang bersedia kok, jangan nyalahin dia juga," kata Ann menenangkan. "Nggak pa-pa, jadi keliatan lebih seksi kan aku?" ujarnya tersenyum bangga.
Ann mengitarkan pandangannya ke sekeliling. Banyak sekali mobil mewah yang terparkir di halaman sebuah rumah berornamen Jepang yang khas itu. Ternyata, pertemuan penting itu tidak diadakan di zashiki seperti yang Ann duga, melainkan di tempat lain, lebih jauh dari kediaman Yohan Takahashi."Beda tempat?" tanya Ann setelah mengikuti Ben membalas salam hormat anggota klan yang lain dengan membungkukkan badan. "Kalau pertemuan klan dalam skala besar, kegiatan dipusatin di sini," jawab Ben tak melepas genggaman tangannya di jemari Ann. "Serem amat sih orang-orang, nggak ada senyumnya sama sekali," komentar Ann. "Mana mobilnya sama semua, kalau mau pergi duluan ya musti ngehafal plat nomor dulu," ujarnya. "Kalau Kakek dateng, mereka yang megang lokasi kayak Surabaya, Jogja, Balikpapan, pasti bakalan ikut dateng dan ngumpul di sini. Jadi, jangan kamu bayangin kalau acara nanti bakalan sama kayak yang terjadi di zashiki waktu itu," terang Ben kemudian melangkah lagi, mulai memasuki pintu
"Ini semacam koloseum buat para pengguna pedang?" gumam Ann bermonolog. "Ini gila!" dengusnya tak percaya. "Mereka harus bisa melukai tato lambang keluarga satu sama lain," sahut Taka mendengar gumaman Ann, "siapa yang lebih dulu menggores atau menusuk, dialah yang jadi pemenang. Nggak harus mrmbunuh lawan, asalkan tato itu tergores, berarti kalah," terangnya. Ann menelan ludahnya seketika mendengar penjelasan Taka. Ia menahan napasnya sebentar, tak percaya dengan aturan gila keluarga yakuza ini. Bagaimana mungkin saling melukai sesama keluarga menjadi pembuktian untuk mendapatkan kekuasaan? Sementara tiap kali Logan menyerang Ben, Ann hanya bisa memejamkan matanya ketakutan tapi tak mampu untuk bereaksi berlebihan karena diam-diam ia tahu dirinya tengah diperhatikan para tetua. "Kalau salah satunya udah terluka parah sebelum tato sempat digores? Atau salah satunya meninggal, yang ngebunuh juga bakal dimenangin? Om, ini tradisi nggak ma
"Ini deh kayaknya ruang ganti model," Ann menguak daun pintu ruangan besar di depannya. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai model di acara sekelas Victoria Secret di negaranya bernama Queen's Diary. Ann bertugas untuk memperagakan gaun tidur dan pakaian dalam di depan para member eksklusif setiap minggunya dan kini ia tengah kebingungan mencari ruang ganti. "Who are you?" tegur sebuah suara dingin sekali, membuat Ann membeku sementara di tempatnya berdiri. Ann menoleh arah sumber suara dan ditemukannya wajah garang setampan dewa menatap tak berkedip padanya. Sejenak Ann tertegun, kediaman merebak. Sosok lelaki yang tengah duduk itu tak melepas Ann dari pantauan matanya yang tajam. Ia menatap curiga pada Ann, menelitinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga kedua sorot mata indah itu bertemu, untuk pertama kalinya. "Ah, sorry, sini bukannya ruang ganti model ya? Tadi aku dikasih tau staf kalau katanya ada di lantai 7," jawab Ann meringis cantik. "Bukan," jawab
Ann tercenung menatap sebuah berkas di pangkuannya. Map berwarna hitam dengan tulisan emas itu baru pertama kali ia dapatkan dan ini berbeda dengan kontraknya sebagai model pakaian dalam selama satu tahun ke depan. "Kenapa? Map hitam kah itu?" tanya Kinar, model senior lain di sebelah Ann. "Kayaknya lo masih kaget dan bingung ya," katanya sangat paham ekspresi di wajah sang junior. "Kenapa Ann?"Senyum Ann terkembang, "Enggak Kak, cuma kaget aja. Gue pikir kontrak yang gue tandatangani sama Mas Kiki itu udah final, ternyata masih ada lanjutannya ya," jawabnya polos. "Ini beda, coba lo buka aja deh, kontrak itu mengikat dan nggak butuh persetujuan lo," terang Kinar. "Kenapa mengikat? Karena dia adalah bentuk dari akibat kontrak kita sebagai model," tambahnya."Maksudnya? Jadi ini bukan kontrak sama perusahaan?" dahi Ann semakin berkerut."Kami semua menyebutnya Big Ben. Nggak ada yang bisa ngelepasin diri dari kontrak yang udah dia buat. Tapi gue bisa jamin, lo nggak bakalan nyesel k
"New Jayakarta Hotel, Sabtu jam 8 malem, langsung ke penthouse!" Ann memejamkan matanya rapat-rapat jika ia sudah teringat wajah lelaki yang mengatakan kalimat barusan sebelum keluar dari ruang transit malam itu. Ia belum mendapat penjelasan apapun dan rasa penasarannya tidak terjawab karena lelaki tampan yang mengaku sebagai Big Ben itu segera pergi tanpa bicara lebih banyak. Banyak pertimbangan yang harus Ann taklukan, ia cukup bimbang selama tiga hari lamanya. Hingga pada akhirnya, di sinilah Ann, lobi New Jayakarta Hotel, Sabtu malam, 15 menit lebih awal sebelum waktu janjian. Adalah Bennedicth Abyan Wisanggeni, lelaki berusia 30 tahun berwajah separuh oriental dengan tatapan membunuh. Namanya lebih dikenal sebagai 'Big Ben', bermakna penguasa besar bisnis dunia hitam yang sangat disegani dan diperhitungkan. Masih dialiri darah Yakuza, klan Yamaguchi-Gumi di dalam tubuhnya, cukong-cukong Indonesia yang dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara bukan apa-apa bagi Ben. Ter
Harus diakui oleh Ben bahwa Ann memiliki semua kriteria wanita idaman. Mata Ann yang bulat dengan bola kemerahan hazel itu, hidung mancung menggoda, kulit sehalus pualam, juga senyum memikat dan tubuh sintal seksi menggairahkan. Hanya dengan bertemu sekali saja saat Ann salah masuk ruangan, Ben sudah sangat ingin memilikinya. "Kamu boleh pergi," ucap Ben setelah berpikir beberapa saat. Ia raup wajahnya sebentar, gemas karena ia terbentur oleh prinsipnya sendiri. "Aku nggak akan pergi kalau masalah kontrak kita belom kelar!" ucap Ann tegas. Ia tepis lengan Ben yang tadi membatasi gerakannya. "Nanti kuhubungi lagi soal ini. Tapi aku nggak mau bahas itu sekarang!" balas Ben mengikuti Ann yang duduk di sofa, keduanya berhadapan kini. "Nggak! Aku nggak bisa ngebiarin masalah ini ngegantung gitu aja. Berapa milyar uang yang harus kita pertaruhkan buat perjanjian nggak masuk akal ini? Aku mau kita sepakat buat sama-sama ngebatalin perjanjian!" tegas Ann seakan mendapat angin segar dari m
Setelah mendengar ancaman Ben tentang rumahnya dua hari yang lalu, Ann memilih untuk pulang dan mengabaikan perjanjian mereka sementara waktu. Aktif dalam kegiatannya menjadi model sekaligus mahasiswi adalah cara yang tepat untuk menghilangkan beban mental dan financialnya dengan bersikap tak mau tahu. Cita-citanya menjadi seorang perawat dan bagaimana ia berjuang untuk bisa menekuni bidang itu tentu saja tidak mudah digapai. Ann senang menjadi model, apalagi didukung dengan lekuk tubuh sempurna yang dimilikinya. Jadi, memanfaatkan kesempatan dan tawaran yang datang, Ann memberanikan diri datang ke ibukota, mengadu nasibnya. "Tinggal di Semarang cuma sama neneknya, yatim piatu sejak umur 6 tahun. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan kapal tenggelam," bisik Arino di samping telinga Ben. "Info apalagi yang mau lo kasih ke gue? Gue nggak peduli sama masalah pribadinya!" desis Ben tanpa mengalihkan pandangan dari liuk tubuh para model yang tengah berjalan di atas catwalk mengenakan p