Share

5. Would You Be Scared?

Setelah mendengar ancaman Ben tentang rumahnya dua hari yang lalu, Ann memilih untuk pulang dan mengabaikan perjanjian mereka sementara waktu. Aktif dalam kegiatannya menjadi model sekaligus mahasiswi adalah cara yang tepat untuk menghilangkan beban mental dan financialnya dengan bersikap tak mau tahu. Cita-citanya menjadi seorang perawat dan bagaimana ia berjuang untuk bisa menekuni bidang itu tentu saja tidak mudah digapai. Ann senang menjadi model, apalagi didukung dengan lekuk tubuh sempurna yang dimilikinya. Jadi, memanfaatkan kesempatan dan tawaran yang datang, Ann memberanikan diri datang ke ibukota, mengadu nasibnya.

"Tinggal di Semarang cuma sama neneknya, yatim piatu sejak umur 6 tahun. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan kapal tenggelam," bisik Arino di samping telinga Ben.

"Info apalagi yang mau lo kasih ke gue? Gue nggak peduli sama masalah pribadinya!" desis Ben tanpa mengalihkan pandangan dari liuk tubuh para model yang tengah berjalan di atas catwalk mengenakan pakaian dalam gemerlap itu. Ada Ann di barisan kedua, memesona sekali.

"Tapi Big Ben tercatat memesan garang asem yang diinfoin asisten pribadi ini sebagai makanan kesukaan Nona Muda di sana!" ledek Arino seraya melirik Ann yang tengah bergaya tepat di depan Ben.

"Bukan hal yang istimewa. Apalagi lo salah sasaran dan dia perawan!" desis Ben tak acuh.

"Wow! Jackpot?" Arino menahan tawa.

"Bisa gue tahan gaji lo bulan ini?" ancam Ben.

"Ampun Bos, ampun!" sahut Arino cepat. "Gue pikir dia udah pernah, mana mungkin gue cari detail yang begitu Bos, apalagi lo minta kontrak lifetime itu mendadak."

"Bukan alasan."

Arino menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tahu, Ben memang memiliki kepribadian yang sangat unik. Lelaki ini bejat, sering tidur dengan banyak perempuan, tapi Ben tidak pernah sudi meniduri gadis yang masih suci. Pengalaman Ben menjalin cinta dengan Eriska melatarbelakangi itu semua. Jalinan yang kandas setelah terbina 4 tahun lamanya itu ikut membentuk sikap acuh dan arogansi sang Big Ben.

"Gue samperin Nona Muda dulu," pamit Arino segera kabur ke backstage, tak ingin lebih dicecar habis oleh Ben.

"Bang Rino, siapa lagi minggu ini?" sapa Sasi yang bertemu Arino di pintu ruang rias.

"Masih sama," jawab Arino sekenanya. Matanya mengitar, ia mencari sosok Ann di antara kumpulan para perempuan cantik berbadan sintal. "Ann!" panggilnya begitu si cantik semampai terlihat masuk.

"Ya Bang?" Ann tersenyum ramah.

"Udah tau hari ini jadwal ikut Big Ben ke rumah kan?" tanya Arino.

Ann mendesah lelah, "Hampir aja aku lupa. Bentar Bang, selesaiin ini sebentar, baru kususul ke atas," ucapnya yang kini tahu di mana Ben biasa diberi ruang untuk transit dan menunggu.

"Cepet ya, Big Ben nggak terlalu suka nunggu," ujar Arino lantas berlalu keluar dari ruang rias.

Ann meraup wajahnya sepeninggal Arino. Entah kejadian mengejutkan apalagi yang nanti akan menunggunya. Akankah ia dibawa masuk ke sarang para bos jahat yang sangat hobi meniduri gadis muda? Atau, Ben akan menjual Ann lagi pada lelaki lain yang tidak masalah meniduri perawan sepertinya?

"Lo mau dibawa ke rumah itu suatu kemajuan, Ann," bisik Kinar yang tak sengaja mendengar percakapan Ann dengan Arino. "Nggak ada di antara kami yang pernah dikontrak sama dia dan berhasil dibawa ke rumahnya. Kalian pasti baru aja menjalani pengalaman yang luar biasa istimewa satu minggu ini," katanya takjub.

"Kenapa sih Kak, seolah kalau udah berhasil dikontrak sama Big Ben meskipun itu cuma seminggu doang, itu kayak dapet penghargaan internasional?" protes Ann tak paham.

"Ann!" Kinar menatap juniornya gemas, "emang serupa piala Oscar si Big Ben itu! Lo berhasil dikontrak sama dia, berarti lo diselametin dari jamahan bapak-bapak bangkotan laennya yang punya relasi sama agensi kita!" terangnya.

Ann membasahi bibirnya pasrah. Ben di mata orang lain sedemikian sempurnanya, sementara baginya, Ben adalah pembawa masalah lain di hidup seorang Joanna Diajeng Arumndalu. Tersadar ia harus menemui si pemberi masalah, Ann buru-buru mengganti pakaiannya, juga mengecek rekeningnya untuk memastikan bahwa honor hari ini sudah masuk ke dalam simpanannya.

"Lama banget sih!" Arino segera menyambut Ann yang baru keluar dari pintu utama perusahaan.

"Aku naik dulu ke ruang transit," jawab Ann membela diri.

"Ya udah, ayok! Big Ben udah nunggu di mobil," ucap Arino setengah menarik lengan Ann agar buru-buru menuju ke beranda perusahaan.

Benar saja, saat sampai di beranda, Lexus LS hitam kebanggaan Ben sudah menunggu di dropping area-nya. Tak mau menunggu lama, Arino langsung membukakan pintu penumpang belakangnya untuk Ann. Sudah ada Ben di dalam mobil, duduk menunggu dengan angkuh.

"Jalan Ry," ucap Arino yang duduk di kursi penumpang depan pada sang sopir.

Hening. Ann duduk menempel pada pintu mobil sebelah kiri dan Ben di seberangnya, tak bicara. Arino tampak asik membuka-buka PC-Tabletnya, sungguh mencipta suasana yang sangat mencekam bagi Ann.

"Nona Muda nggak diganti dulu kostumnya, Bos?" celetuk Arino memecah keheningan.

"Dia nggak compang-camping ini," jawab Ben singkat.

"Aku nggak make kostum nanny-nanny juga kok, baju ini kubeli nggak dengan harga murah!" sambar Ann tak terima saat penampilannya dikritik.

"Nanny," Arino menahan tawa. "Big Ben nggak ada balita yang harus kamu asuh, Ann," ucapnya.

"Bang Rino nggak sadar? Sebelahku ini balitanya!" sahut Ann menggebu.

Ben langsung menaikkan pandangannya dan menatap tajam pada Ann setelah mendengar dirinya dikatai sebagai balita. Sebaliknya, Ann memberi reaksi masa bodoh dan pura-pura melihat pemandangan di luar jendela. Selebihnya, hingga mobil memasuki sebuah rumah bergerbang tinggi menjulang, tidak ada satu pun orang yang membuka percakapan.

"Ikut masuk," kata Ben sebelum keluar dari dalam mobil pada Ann.

Ann hanya mengangguk lemah meski dalam hatinya jelas bertanya-tanya. Benarkah Ben akan menjualnya lagi pada orang lain hingga tak menimbulkan kerugian?

"Rumah siapa ini?" tanya Ann penasaran.

"Rumahku," gumam Ben berkenan menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu Ann lontarkan itu.

"Kamu punya rumah segede ini tapi lebih milih tinggal di hotel? Mubadzir banget hidupmu!" cecar Ann geleng-geleng kepala.

"Kebanyakan ngomong!" kritik Ben kesal. "Inget, setelah kaki kamu masuk ke pintu depan, aku nggak mau ada satupun kata keluar dari bibirmu!" ancamnya sungguh-sungguh.

"Kenapa?" tanya Ann polos.

"Ada macan kumbang di dalem," jawab Ben sekenanya sambil mendorong pintu besar tinggi menjulang di depannya, membuat Ann seketika menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.

Suasana di dalam rumah tampak suram. Begitu masuk, Ann disambut dengan ornamen Jepang yang kental, pun dengan pajangan katana yang cukup banyak di dinding ruang utama. Terdapat lukisan berbentuk naga dan ikan koi besar di dekat ruang tamu, seperti perlambang jimat dan keberuntungan.

"Jadi, cuma dia yang nggak kamu tidurin?" tanya sebuah suara menggelegar dari arah tangga, membuat Ann tak menyelesaikan scanning sekitarnya.

Mata Ann terarah pada tangga. Seorang lelaki paruh baya, pandangan matanya begitu tajam, wajah dan sepertinya seluruh tubuhnya dipenuhi dengan tato tampak berjalan mendekat. Yang paling membuat Ann bergeser menempel dan bersembunyi ke belakang punggung Ben adalah makhluk di belakang lelaki seram itu. Ben tidak berbohong, ada seekor macan kumbang hitam besar di sana, menatap Ann seolah siap menerkam dan merobek-robek kulit mulusnya.

"Berapa harganya?" tanya lelaki itu lagi, semakin membuat Ann tak mengerti dengan situasi yang tengah ia hadapi kini.

"Mas," lirih Ann untuk pertama kalinya memanggil Ben dengan sapaan semanis itu. Kedua jemari tangannya sudah memegang erat sisi pinggang Ben, meminta perlindungan.

"Seumur hidup," jawab Ben ke arah lelaki seram itu setelah ia menoleh Ann sekejap, seolah berkata 'it's okay' padanya.

"Wow!" tawa lelaki seram itu menggelegar, ia bertepuk tangan takjub.  "Chester pasti suka pilihanmu kali ini," tukasnya lantas mengusap punggung macan kumbang di sebelahnya.

Seakan mulai bisa membaca maksud obrolan Ben dengan lelaki seram di depannya, Ann justru mempererat pegangannya di pinggang Ben. Akankah ia diumpankan pada seekor macan kumbang karena ia tidak bisa dan tidak mau Ben tiduri?

"Kamu mau ngasih aku ke macan itu?" tanya Ann terbata, setengah berbisik.

Ben menoleh Ann dengan seringainya, "Kamu mau?" tawarnya mengerikan.

###

***katana: pedang panjang bermata satu, digunakan oleh SAMURAI di Jepang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status