"Ini deh kayaknya ruang ganti model," Ann menguak daun pintu ruangan besar di depannya. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai model di acara sekelas Victoria Secret di negaranya bernama Queen's Diary. Ann bertugas untuk memperagakan gaun tidur dan pakaian dalam di depan para member eksklusif setiap minggunya dan kini ia tengah kebingungan mencari ruang ganti.
"Who are you?" tegur sebuah suara dingin sekali, membuat Ann membeku sementara di tempatnya berdiri. Ann menoleh arah sumber suara dan ditemukannya wajah garang setampan dewa menatap tak berkedip padanya. Sejenak Ann tertegun, kediaman merebak. Sosok lelaki yang tengah duduk itu tak melepas Ann dari pantauan matanya yang tajam. Ia menatap curiga pada Ann, menelitinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga kedua sorot mata indah itu bertemu, untuk pertama kalinya. "Ah, sorry, sini bukannya ruang ganti model ya? Tadi aku dikasih tau staf kalau katanya ada di lantai 7," jawab Ann meringis cantik. "Bukan," jawab sosok tampan ini ketus, masa bodoh. "Terus di mana dong? Demi apa aku udah muter-muter belom ketemu juga nih," keluh Ann main ngeloyor masuk tanpa meminta ijin pada si tampan. Ia itarkan pandangannya ke seisi ruangan. "Ini ruanganku, silakan kamu tanya ke staf di luar," usir si tampan masih dengan kata yang wajar, tidak menghardik atau berteriak meski ekspresi wajahnya sangat tidak bersahabat. Ann terdiam sejenak. Ia amati lagi sekeliling ruangan. Untuk bisa dikatakan sebagai ruang ganti model, ruangan ini memang tidak cocok sama sekali. Tidak ada cermin besar ataupun lemari pakaian untuk baju ganti para model. "Jadi beneran aku yang salah ruangan ya Mas?" tukas Ann sok akrab. Si tampan menggedikkan bahunya tak acuh. Ia justru sibuk meneguk minuman sodanya lagi, lantas menyilangkan kedua kakinya sangat santai, seperti tak ada Ann di sana. Benar-benar tak acuh meski beberapa kali ia terlihat melirik Ann diam-diam. "Boleh numpang ganti baju di sini nggak?" tanya Ann berani. Si tampan menoleh cepat, matanya sedikit membulat. Sedangkan Ann meringis lagi-lagi, langkah yang cukup berani dan nekad untuk meminta ijin pada lelaki asing yang belum ia kenal seperti ini. "Di sini bukan ruang ganti baju," gumam si tampan sedingin salju di kutub utara. "Iya, tapi aku udah hampir telat nih Mas. Nggak pa-pa ya. Itu kamar mandi kan?" Ann menunjuk satu ruangan kecil di sudut kanan ruangan. "Numpang ya Mas ya," katanya ngeloyor masuk tanpa menunggu jawaban lelaki tampan yang seperti tak memiliki urat senyum di wajahnya itu. Terdengar si tampan menghela napas panjang, tapi Ann tak peduli dan ngeloyor masuk ke dalam kamar mandi seenaknya. Ia sudah sangat terlambat dan tidak mungkin ia pergi mencari ruangan lain dan nyasar lagi. "Ganteng banget sih, tapi kayak nyimpen emas di mulutnya, nggak bisa senyum takut emasnya tumpah!" gumam Ann bermonolog, sambil sibuk memperbaiki riasannya. "Semangat Ann! Ini hari pertama dan nggak boleh gagal!" ujarnya menyemangati diri sendiri. Usai memastikan semuanya siap, Ann keluar dari kamar mandi. Si tampan masih duduk tenang di sofanya, meneguk minuman bersodanya, tak peduli jika di ruangan itu ada sosok cantik menggoda yang asing. "Makasih ya Mas," ucap Ann tulus. Si tampan tampak melirik sebentar, mencuri pandang pada tubuh Ann yang seksi berbalut jas sepahanya. Ann sengaja membiarkan perutnya terbuka, menggoda. Meski begitu, si tampan bertahan dalam keangkuhannya, tak mau terlihat tertarik dan peduli. "Nanti kalau aku terima gaji, aku traktir atas bantuan Mas hari ini," pamit Ann kemudian berjalan cepat ke arah pintu, menghilang dari pandangan. "Dingiin," katanya bergidik ngeri, kharisma si tampan dalam ruangan memang tidak terelakkan. Ann, perempuan muda berwajah sangat cantik dan bertubuh indah ini datang ke Jakarta dengan membawa mimpinya. Ia tidak sadar bahwa mimpi itu menyeretnya masuk dalam sebuah lingkaran bisnis undercover yang berbahaya. Pameran gaun tidur dan pakaian dalam kelas premium ini memang diadakan satu minggu sekali dengan tema yang terus berganti. Ann tidak menyadari bahwa tidak hanya pakaiannya saja yang dipamerkan, tapi modelnya juga bisa ditawar. Ann menghela napas panjang beberapa kali, ia langkahkan kakinya naik ke atas tangga. Suara musik sudah menggema, menandakan gilirannya untuk tampil tak lama lagi. Dua orang di depannya sudah keluar lebih dulu, kini gilirannya untuk maju. "Berjuang, Ann!" bisik Ann memantapkan hati, melangkah dengan berani di atas catwalk dengan percaya diri. Semua mata tertuju pada tubuh seksi sintal Ann yang mulus itu. Seorang gadis yatim piatu yang menebar mimpinya untuk bisa berkuliah dan berkarier di ibukota. Berjuta harapannya membias dalam gemerlap lampu ruangan yang menyoroti langkah gemulainya. Pandangan Ann mengitar, senyumnya terkembang sempurna, menyisir deretan sofa member premium yang diisi para lelaki hidung belang. "Namanya Ann, Bos. Joanna Diajeng Arumndalu," bisik sang asisten yang menyadari pandangan mata bosnya tertuju pada si cantik yang berada di barisan paling depan. Si tampan mendengus lemah, ia hanya mengedikkan bahunya sekali. "Tertarik, Bos?" tawar sang asisten langsung paham. Sebuah senyum miring tersungging. "Buat kontrak seumur hidup," balas si tampan singkat, padat dan jelas sekali. Sang Asisten terlihat terkejut. Matanya membola. "Risikonya besar, Bos. Ibaratnya, bagai membuka kotak pandora," kiasnya. "Pandora ngebuka kotak karena dia nggak tau isinya kan?" desis si tampan tak melepas pandangannya dari lenggak-lenggok seksi gadis muda pilihannya di catwalk. Tepat saat itu Ann juga menatap ke arah si tampan dengan sorot yang cukup bingung dan terkejut. Senyum licik si tampan terkembang, seringainya begitu menggetarkan, “Selamat datang, di kehidupanku, Joanna Diajeng Arumdalu."Ann tercenung menatap sebuah berkas di pangkuannya. Map berwarna hitam dengan tulisan emas itu baru pertama kali ia dapatkan dan ini berbeda dengan kontraknya sebagai model pakaian dalam selama satu tahun ke depan. "Kenapa? Map hitam kah itu?" tanya Kinar, model senior lain di sebelah Ann. "Kayaknya lo masih kaget dan bingung ya," katanya sangat paham ekspresi di wajah sang junior. "Kenapa Ann?"Senyum Ann terkembang, "Enggak Kak, cuma kaget aja. Gue pikir kontrak yang gue tandatangani sama Mas Kiki itu udah final, ternyata masih ada lanjutannya ya," jawabnya polos. "Ini beda, coba lo buka aja deh, kontrak itu mengikat dan nggak butuh persetujuan lo," terang Kinar. "Kenapa mengikat? Karena dia adalah bentuk dari akibat kontrak kita sebagai model," tambahnya."Maksudnya? Jadi ini bukan kontrak sama perusahaan?" dahi Ann semakin berkerut."Kami semua menyebutnya Big Ben. Nggak ada yang bisa ngelepasin diri dari kontrak yang udah dia buat. Tapi gue bisa jamin, lo nggak bakalan nyesel k
"New Jayakarta Hotel, Sabtu jam 8 malem, langsung ke penthouse!" Ann memejamkan matanya rapat-rapat jika ia sudah teringat wajah lelaki yang mengatakan kalimat barusan sebelum keluar dari ruang transit malam itu. Ia belum mendapat penjelasan apapun dan rasa penasarannya tidak terjawab karena lelaki tampan yang mengaku sebagai Big Ben itu segera pergi tanpa bicara lebih banyak. Banyak pertimbangan yang harus Ann taklukan, ia cukup bimbang selama tiga hari lamanya. Hingga pada akhirnya, di sinilah Ann, lobi New Jayakarta Hotel, Sabtu malam, 15 menit lebih awal sebelum waktu janjian. Adalah Bennedicth Abyan Wisanggeni, lelaki berusia 30 tahun berwajah separuh oriental dengan tatapan membunuh. Namanya lebih dikenal sebagai 'Big Ben', bermakna penguasa besar bisnis dunia hitam yang sangat disegani dan diperhitungkan. Masih dialiri darah Yakuza, klan Yamaguchi-Gumi di dalam tubuhnya, cukong-cukong Indonesia yang dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara bukan apa-apa bagi Ben. Ter
Harus diakui oleh Ben bahwa Ann memiliki semua kriteria wanita idaman. Mata Ann yang bulat dengan bola kemerahan hazel itu, hidung mancung menggoda, kulit sehalus pualam, juga senyum memikat dan tubuh sintal seksi menggairahkan. Hanya dengan bertemu sekali saja saat Ann salah masuk ruangan, Ben sudah sangat ingin memilikinya. "Kamu boleh pergi," ucap Ben setelah berpikir beberapa saat. Ia raup wajahnya sebentar, gemas karena ia terbentur oleh prinsipnya sendiri. "Aku nggak akan pergi kalau masalah kontrak kita belom kelar!" ucap Ann tegas. Ia tepis lengan Ben yang tadi membatasi gerakannya. "Nanti kuhubungi lagi soal ini. Tapi aku nggak mau bahas itu sekarang!" balas Ben mengikuti Ann yang duduk di sofa, keduanya berhadapan kini. "Nggak! Aku nggak bisa ngebiarin masalah ini ngegantung gitu aja. Berapa milyar uang yang harus kita pertaruhkan buat perjanjian nggak masuk akal ini? Aku mau kita sepakat buat sama-sama ngebatalin perjanjian!" tegas Ann seakan mendapat angin segar dari m
Setelah mendengar ancaman Ben tentang rumahnya dua hari yang lalu, Ann memilih untuk pulang dan mengabaikan perjanjian mereka sementara waktu. Aktif dalam kegiatannya menjadi model sekaligus mahasiswi adalah cara yang tepat untuk menghilangkan beban mental dan financialnya dengan bersikap tak mau tahu. Cita-citanya menjadi seorang perawat dan bagaimana ia berjuang untuk bisa menekuni bidang itu tentu saja tidak mudah digapai. Ann senang menjadi model, apalagi didukung dengan lekuk tubuh sempurna yang dimilikinya. Jadi, memanfaatkan kesempatan dan tawaran yang datang, Ann memberanikan diri datang ke ibukota, mengadu nasibnya. "Tinggal di Semarang cuma sama neneknya, yatim piatu sejak umur 6 tahun. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan kapal tenggelam," bisik Arino di samping telinga Ben. "Info apalagi yang mau lo kasih ke gue? Gue nggak peduli sama masalah pribadinya!" desis Ben tanpa mengalihkan pandangan dari liuk tubuh para model yang tengah berjalan di atas catwalk mengenakan p
"Kalian bisa makan bareng sama hewan yang matanya aja udah siap nerkam kalian gini?" bisik Ann saat Ben menggiringnya masuk ke ruang makan. "Kamu lupa tadi sebelom masuk kusuruh kamu buat apa?" gumam Ben melirik Ann yang duduk di sebelahnya. Ann segera memanyunkan bibir dan membuat gerakan tengah mengunci bibir dengan jemarinya. Ia tak melepas tatapan dari macan kumbang di sebelah lelaki seram itu. "Aku Taka," sebut lelaki seram bertato di seberang Ben ini. "Semua hidangan di meja ini, aku sendiri yang mengolahnya, kamu boleh mencicipinya," tambahnya dengan senyum misterius ke arah Ann. "Makasih, Om," jawab Ann memaksa senyum. "Barang bagus," gumam Taka manggut-manggut, ia menatap Ben tak berkedip. "Namanya Joanna," sebut Ben. Ia mengambil sesendok salad sayur di mangkok besar, "masih kuliah," terangnya. "Jurusan apa?" tanya Taka beralih pada Ann. "Keperawatan, Om," desis Ann singkat. Ia takut akan tiba-tiba diterkam si macam kumbang jika salah bicara atau memb
"Cukup Ches," kata Ben begitu tenang dan pelan, "Ann nggak akan nolak jadi perawatmu, kita bujuk pake cara halus dulu, kalau dia nggak mau, lakukan semaumu," ucapnya lagi. Bak paham apa yang Ben bicarakan, Chester langsung duduk dan menopang dagunya. Pupil matanya sudah kembali normal, ia menjilat kaki depannya dan sengaja bersikap sangat imut. Sementara Ann tak berani menampakkan diri, nyaman di tempat yang sangat terlindungi. "Jangan pernah nolak Chester atau dia yang bakalan maksa kamu buat nerima dia," ucap Ben menoleh gadis yang masih bersembunyi di punggungnya sembari memeluknya itu. "Dia yang memilihmu, jadi jangan berani-berani buat bikin dia jadi pilihan," katanya ambigu. "Ah," tersadar, Ann segera melepas pelukannya. Ia pura-pura menegakkan dagu, tak ingin diremehkan oleh Ben. "Masa hewan ngeri begini disuruh ngerawat kucing rumah kayak aku. Mas, kamu nggak serius kan?" "Kadang hewan justru lebih manusiawi ketimbang manusia itu sendiri." "Tapi tetep, dia bisa aja ny
"Pokoknya selama 1 bulan, kamu harus sama aku, setelah aku bener-bener yakin Chester nggak bakalan makan aku, baru kamu bebas tugas," ucap Ann membuat syarat. "Chester udah duduk santai, sampe kapan kamu bakalan meluk aku gini? Enak? Anget?" ucap Ben tak menjawab syarat yang Ann ungkapkan. "Ya Tuhan!" cepat-cepat Ann melepas pelukannya. 'Nyaman banget sih lo!' "Dan enggak! Aku sama sekali nggak setuju sama syarat kamu." "Harus setuju, karena ini berhubungan dengan nyawa dan di kontrak kita nggak ada klausul yang bunyinya harus berkorban nyawa!" ucap Ann bersikukuh. Ben menghela napas panjang. Ia basahi bibirnya sebentar sambil berpikir, bukankah akan lebih merepotkan jika ia setuju dengan syarat dari Ann? Namun, bukan hanya kehilangan uang yang ia takutkan, kenapa ada hal lain di dalam dirinya yang mencegahnya untuk membatalkan kontrak dan menemukan ide tak masuk akal ini? Chester sama sekali tidak membutuhkan manajer yang harus mengatur jadwal dan kegiatannya. "Cuma k
"Dia udah kenal sama kamu, baumu udah dikenali. Inget! Chester nggak akan nyerang kalau nggak ada yang mulai duluan. Itu aturan penting yang nggak boleh kamu langgar," tukas Ben terdengar tegas tapi Ann merasa ini adalah kalimat terlembut yang pernah Ben ucapkan padanya. Ann mengangguk lemah, ia bak tengah dihipnotis oleh mata indah Ben dan Chester, kehilangan suara. Ternyata inilah yang para seniornya ungkap mengenai pesona Ben, lelaki ini luar biasa dalam kemisteriusannya. "Sekarang anter aku pulang ya," pinta Ann masih bernada sedikit manja. "Aku ada urusan, kamu dianter Ery," jawab Ben. "Cek di rekening kamu satu jam dari sekarang, kujamin kompensasi pertemuan kita hari ini udah bisa kamu pake," tambahnya. "Aku tunggu kamu selesai sama urusan kamu aja kalau gitu," ucap Ann mengejutkan. 'Gue kenapa sih? Kenapa musti nunggu tugu jam ini?' "Sepuluh juta untuk kompensasi kurang? Kamu butuh berapa?" "Bukan gitu," Ann menggeleng cepat, jemarinya masih asik membelai kepala Che