Lantunan lagu Not Today milik boyband BTS dari Korea Selatan memenuhi kamar Jingga. Meski ruangan tersebut hanya berukuran tak lebih dari 8m persegi, tapi dua gadis yang tengah menari mengikuti irama lagu itu tak tampak terbatasi ruang geraknya. Terutama Violet yang selalu bersemangat untuk urusan tari.
Jingga yang sedari awal tak seantusias sang adik akhirnya menyerah. Ia memang menikmati musik-musik K-pop, tapi jika harus menggerakkan tubuh seperti koreagrafi yang mereka lakukan, Jingga angkat tangan. Terlebih lagu yang tengah mereka pakai sebagai musik pengiring itu memiliki irama dan gerak tari yang menghentak serta penuh tenaga. Melihat Violet yang tetap lincah sementara dirinya sudah terengah-engah, Jingga jadi merasa ia nenek Violet, bukan kakak sulungnya. Adiknya itu 17 tahun dan dirinya 71 tahun."Vio, udahan dulu. Aku capek," pinta Jingga. Sebelum adiknya merespon, ia sudah mengenyakkan tubuh ke ranjang. Kini hanya ada mereka berdua di rumah, karena LembaRengga masih berdiri di depan bosnya yang masih duduk sembari sibuk berpikir. Sudah berlalu beberapa menit dan Krisna masih menunduk memegangi kepalanya. Belum ada tanda-tanda pria itu akan bicara, padahal Rengga dipanggil ke sana untuk diberi perintah."Apa kamu ada ide, Ga?" Krisna akhirnya mengangkat wajah dan bicara. "Saya benar-benar bosan dengan ide 'seksi' yang mereka tawarkan."Mereka di sini mengacu pada departemen desain, sebab Rengga tahu jika hal yang memenuhi pikiran bosnya sekarang adalah rencana untuk produk terbaru mereka. Dahayu Fashion yang kebetulan hanya memproduksi tas dan sepatu wanita itu memang selalu mengeluarkan koleksi terbaru dua kali dalam setahun. Sekarang sudah mendekati jadwal peluncuran koleksi kedua tahun ini, dan sepertinya Krisna tidak tertarik dengan rancangan yang diajukan para pegawainya."Saya tidak merasa berhak memberi pendapat mengenai hal ini, Pak," jawab Rengga. Ia memang asisten pribadi Krisna, tapi tugasnya le
"Terima kasih sudah berbelanja di sini. Senang bisa memuaskan selera Anda."Jingga tersenyum senang begitu pelanggan terakhirnya siang itu beranjak meninggalkan butik. Sebab, wanita yang juga salah satu selebgram terkenal tersebut baru saja membeli salah satu koleksi sepatu paling mahal yang ada di sana. Kalau bagi si pelanggan hal tersebut adalah sebuah prestise karena bisa membeli barang bermerek yang berharga tinggi, maka bagi Jingga itu adalah rezeki nomplok. Penjualannya bertambah, yang berarti akan bertambah pula bonusnya nanti.Sudah seminggu Jingga kembali bekerja di butik. Meski jengkel setengah mati pada Krisna, tapi ia tak mau munafik jika bisa kembali ke butik adalah hal yang memang ia inginkan. Namun, tentu saja itu tidak berarti pertolongannya pada Krisna tempo hari pamrih. Semua yang terjadi hanya sebuah kebetulan. Dan, Jingga harap Krisna masih punya otak untuk berpikir seperti itu. Karena gadis itu yakin jika pemanggilannya kembali pasti bukan murn
"Sungguh ini sebuah kesalahpahaman, Pak Krisna. Saya berani jamin tidak ada hubungan semacam itu antara saya dengan Jingga atau pegawai lain. Saya berani mempertaruhkan pekerjaan saya untuk itu." Krisna berjalan sembari memikirkan kembali ucapan Farhan sewaktu diinterogasi olehnya tadi. Ia sebenarnya tidak punya alasan untuk peduli dengan hal tersebut. Mau Farhan main serong dengan Jingga atau siapa pun, selama tidak berdampak buruk pada pekerjaan maka tidak jadi masalah untuknya. Bukan berarti Krisna menyetujui perselingkuhan. Hanya saja itu adalah urusan pribadi mereka, ia tidak punya hak untuk ikut campur. Akan tetapi, jika sampai gosip yang didengarnya dari dua pegawai lain itu sampai benar, tentu itu memalukan. Sama dengan para pegawainya tidak profesional. Sedangkan jika tidak benar, hal itu masih mengusik Krisna. Sebab dirinyalah yang membuat Jingga bisa kembali bekerja di sana. Kredit itu harusnya diberikan untuk dirinya, bukan orang lain.
Jingga masih memandangi kotak kue berisi red velvet cake yang ada di hadapannya. Pada kotaknya tertera nama toko tempat kue itu dibeli. Ia tidak pernah membeli di toko tersebut, sebab jelas bukan dalam jangkauan isi dompetnya. Namun, tidak perlu menjadi orang kaya untuk mengetahui jika kue-kue dari toko tersebut terkenal enak meski mahal. Setidaknya satu hal tersebut menjadi alasan Jingga bisa mempercayai ucapan Farhan. Manajernya itu bilang kue tersebut dari Krisna, sebagai ucapan terima kasih. CEO mereka itu juga membelikan beberapa kotak lagi untuk dinikmati pegawai yang lain. Namun, jika yang lain menikmati bersama-sama,khusus untuk Jingga, gadis itu mendapatkan spesial satu kotak tersendiri. Jingga senang-senang saja mendapat hadiah kue, meski sejatinya tak begitu tepat jika disebut sebagai ucapan terima kasih. Krisna sudah mengucapkannya di depan semua pegawai saat meeting dadakan tadi. Apalah artinya sekotak kue dibandingkan k
Beragam hidangan tersaji di meja makan malam itu. Melingkari meja marmer bulat besar tersebut adalah seluruh anggota keluarga Danendra, termasuk Krisna yang malam itu tampil santai dengan hanya memakai kaos abu-abu lengan panjang dan chino pants coklat.Malam itu adalah agenda makan malam keluarga di akhir pekan. Karena anak Bagus Danendra hanya Saras dan Krisna, otomatis acara tersebut biasanya hanya berisi empat orang. Namun, setelah Saras menikah lima tahun lalu anggota keluarga mereka otomatis bertambah dan kembali bertambah begitu Amira lahir tiga tahun lalu.Krisna bukannya tak senang dengan keluarga kecil Saras, justru ia sangat senang melihat keponakan kecilnya selalu menangis setiap kali ia dekati itu. Akan tetapi, setiap kali mereka berkumpul seperti ini dan Amira bertingkah lucu yang membuat kakek neneknya senang, maka pertanyaan langganan tiap tahun akan otomatis keluar."Tuh, Kris. Apa kamu nggak pengin
"Dewi! Demi apa kita diundang ke pesta?" Seruan Sinta pada sahabatnya ikut mengejutkan Hingga yang baru saja menutup pintu lokernya. Gadis itu melambai-lambaikan kertas undangan yang baru saja mereka semua dapatkan dari Farhan."Demi kinerja yang baik, dong," jawab Dewi dengan nada bangga. "Aku dengar musim pertama tahun ini butik kita kasih pemasukan paling tinggi."Beberapa pegawai lain sontak ikut nimbrung membahas hal tersebut kecuali Jingga. Gadis berwajah bulat itu memang memegang benda yang sama, tapi segera memasukkannya ke tas dengan niat akan dibacanya di rumah. Namun, saat ia hendak beranjak pergi, salah satu mereka tiba-tiba memanggilnya."Ga, kamu datang, kan?" Ternyata Lina, pemilik loker di sebelah Jingga yang bertanya."Ke mana?" tanya Jingga balik."Ya, ke pesta ini." Kini Sinta yang mendekat seraya masih melambai-lambaikan undangan di tangannya. "Kamu, kan, karyawan terbaik bulan ini. Terus kamu juga jadi penolong CEO ki
"Aduh!” Jingga tak dapat menahan diri untuk berseru kaget sewaktu melihat tampilannya di cermin sekarang. Ia yang biasanya hanya memulas make up seadanya, itu pun hanya saat bekerja, kini tampak jauh berbeda. Gadis itu hampir tidak bisa mengenali dirinya sendiri. “Kenapa mukaku jadi aneh begini, Vio?” protesnya pada sang juru rias yang tak lain adalah adik bungsunya.“Ish, aneh gimana, sih? Ini tuh style make up yang oke. Cocok buat Kak Jingga. Salah satu style Jenie Blackpink, nih,” balas Violet yang masih sibuk menyempurnakan riasan mata sang kakak. “Ya, jangan disamain, dong. Dia, kan, idol, mau pakai riasan model apa juga nggak masalah.” Jingga memelototi wajahnya sendiri di cermin. Matanya tampak bold dengan warna biru atau hitam yang Violet gunakan sebagai eye shadow. Belum lagi eyeliner yang membuat mata gadis berpipi tembam itu terlihat semakin tegas. Untungnya Violet memulaskan lipstick dengan warna yang tidak terlalu menyolok. Namun, tetap saja secara ke
"Serius, deh. Ada apa, sih, dengan Pak Krisna?" gumam Jingga setelah meninggalkan bosnya itu. Di awal pertemuan mereka dulu, pria itu bersikap menyebalkan, lalu berubah baik dan perhatian beberapa waktu setelah pertolongan Jingga. Dan, sekarang Krisna malah mirip orang bodoh. Meski mereka tidak sering bertemu, bagaimanapun juga seharusnya Krisna tahu kalau Jingga adalah pegawainya. Sikapnya tadi saat ditolong oleh gadis itu seolah pria tersebut belum pernah melihatnya saja. Yah, bisa jadi hal itu dikarenakan penampilan Jingga yang berbeda dari biasanya. Juga karena Krisna pasti tidak pernah memerhatikan gadis itu dengan seksama, sehingga tidak bisa mengenali Jingga yang sebenarnya tidak berubah-berubah amat. Namun, Jingga tak berniat memikirkannya lebih jauh. Bukan hal penting dan ia juga tidak rugi apa pun. Krisna mungkin tidak mengenalinya tadi, tapi setidaknya pria itu masih berusaha bersikap sopan.Jingga pun kembali fokus ke acara. Tadi saat baru datang ia su