Share

Permintaan pertama

Bang Rafan menghentikan mobilnya saat tiba tepat di depan Mansion keluarga Abu Hamka. Bang Rafan segera keluar dari kursi kemudi. Mengitari mobil dengan membuka pintu untukku.

“Makasih Abang,” ucap dengan melihat deretan gigi gingsul putihku

.

“Jang lupa siap-siap. Nanti luka kita pergi ke bandara,” ucapnya mengingatkan.

“Iya, bawel,” jawabku malas.

Aku berlalu meninggalkan Bang Rafan yang masih berada di belakangku. Ketika sampai di depan pintu utama, di sana sudah berdiri beberapa orang yang menyambut kedatanganku dan Bang Rafan.

“Siapa mereka?” gumamku seraya mengatakan satu alisku.

“Silakan Tuan, Nyonya,” ucapnya seraya tersenyum ramah padaku, aku hanya balas dengan senyum canggung. Aku menatap bingung ke arah Bang Rafan.

“Ayo masuk, itu maid baru di sini. Abang yang pekerjakan mereka untuk membantu Abu dan Ummah di sini selama kamu di Indonesia,” tutur Bang Rafan seraya menarik tanganku untuk segera masuk.

“Sejak kapan Abang kerjakan mereka? Mencari maid dimana? Perasaan dari kemarin-kemarin, Abang selalu dengan Ana,” ucapku bingung.

“Sejak tadi, waktu kamu lagi konsultasi dengan psikiater. Kenapa harus ribet-ribet kalau punya tangan kanan. Lagi pula kenalan Abang di sini banyak,” tuturnya.

“Sombong,” ejekku.

“Bukannya sombong, memang kebenarannya seperti itu, kok. Ya udah sana, beres-beres, nanti keburu sore,” titah Bang Rafan.

“Ya udah, Ana ke kamar dulu,” ucapku yang hanya di jawab dengan anggukan.

Setelah sampai di kamar, dan mulai mengemasi semua barang yang akan aku bawa. Dirasa sudah selesai, Aku jatuhkan badangku ke kasur king seze berwarna biru laut itu untuk beristirahat sejenak. Entah kenapa, aku sangat menyukai warna tersebut. Perlahan, mataini menutup begitu saja.

“Dek, bangun!” panggil Bang Rafan sembari menepuk-nepuk pipiku.

Aku hanya menggeliat sejenak, lalu menarik selimut untuk menutupi semua badanku.

“Asli ni, enggak mau bangun? Abang jewer nih. Satu... Dua... Ti...,” Bang Rafan bergumam geram, kemudian mengangkat tangan kanannya dan bersiap menarik telingaku. Sebelum itu terjadi, aku memutuskan untuk bangun.

“Hoam... Iya, iya, Ana bangun,” ucapku sembari mengucek-ngucek kedua mataku dengan tangan.

“Udah Shalat belum? udah mau asar tuh,” ucap Bang Rafan.

“Adek lagi enggak Shalat,” jawabku.

“Ya udah, mandi dulu sana! 2 jam lagi kita berangkat ke bandara,” tutur bang Rafan yang membuat melongo.

“2 jam lagi?” ulangku, memastikan.

“Iya, makanya cepetan mandi, terus periksa lagi barang-barang yang mau di bawa, takutnya nanti ada yang ketinggalan. Nanti Adek ngerengek lagi suruh di ambilin,” oceh Bang Rafan.

“Abu sama Ummah udah pulang?” tanyaku.

“Udah barusan. Di bawah juga udah ada Om Ali, Om Yusuf sama tante Zahra. Katanya mereka ingin ketemu sama Ana,” tutur Bang Rafan.

Om Ali, Om Yusuf dan Tante Zahra adalah anak dari Abu Hamka dan Ummah Aisyah. Mereka memang jarang berada di Rumah karena beberapa urusan.

Om Ali yang sibuk dengan bisnisnya di Turki. Om Yusuf yang sibuk di salah satu Rumah sakit terbesar di Tarim sebagai dokter bedah. Tante Zahra yang sedang meneruskan jenjang pendidikan S2 nya di Inggris. Dan kebetulan sekali sekarang Om Ali dan om Yusuf sedang mengambil cuti. Sedangkan Tante Zahra, ia sedang libur semester 1 Minggu lalu. Dan mereka memutuskan untuk pulang bersamaan ke sini.

“Sejak kapan mereka ke sini? Kok Ana enggak tahu” tanyaku.

“Mau tahu bagaimana, tidurnya aja kaya kebo gitu,” ucapnya asal. Refleks, aku lempar bantal yang berada di sampingku ke arah Bang Rafan. Dengan lihainya, Bang Rafan menangkap bantal itu dengan cepat sebelum mengenainya.

“Udah sana, keluar. Ana mau mandi,” aku dorong tubuh kekarnya untuk keluar dari kamarku. 

“Abang juga bisa jalan sendiri kali, enggak perlu di dorong-dorongan segala kaya orang lagi sakit. Marah nih?” tanyanya, tapi aku abaikan. Aku tutup pintu dengan keras setelah Bang Rafan keluar dari kamar.

JEBLAG...,

“Istigfar Dek,” teriaknya dari luar.

Tap... Tap... Tap...,

“Om, Tante!” teriakku. Aku menuruni setiap anak tangga. Semua mata memandang ke arahku. Entah apa yang mereka lihat. Yang jelas mereka sedang menatapku. 

“Adek,” teriak Om Yusuf seraya merentangkan kedua tangannya. Aku berlari ke Arahnya dan aku balas pelukannya. Aku memang lebih dekat dengan Om Yusuf daripada anak Abu Hamka yang lainnya.

“Cuma Om Yusuf aja nih yang  di peluk,” sindir Om Ali seraya meletakkan tangannya ke dada dengan memalingkan pandangannya ke arah lain.

“Gitulah kalau jadi kesayangan, selalu di utamakan,” timbal Tante Zahra dengan memasang muka cemberut.

“Ah Tante cembulu ya, ututuww sini Dedek peluk juga,” ucapku gelis seraya merentangkan tangan ke arah Tante Zahra, dan kami pun berpelukan.

“Om Ali juga cemburu tahu,” ketus Om Ali. 

“Om Ali juga mau dipeluk? Ya udah sini!” seruku seraya melepaskan pelukanku dengan Tante Zahra dan berganti memeluk Om Ali.

“Oleh-oleh buat Adek mana?” tanyaku sembari mendongak wajahku ke arah Om Ali dan sesekali menatap Om Yusuf dan Tante Zahra.

“Astagfirullah, Om Ali lupa, Dek,” ucap Om Ali seraya memukul pelan keningnya.

“Ah, Om Ali mah kebiasaan,” jawabku ketus. 

“Gitu aja cemberut, ini ada kok, tenang aja,” sambung Om Ali.

“Mana,” ucapku dengan menyodorkan tangan. Seketika, tanganku penuh dengan kado dari Om Ali, Om Yusuf dan Tante Zahra.

“Makasih,” ucapku sambil memasang muka cantik dengan senyum merekah di bibir. Mereka hanya beroharia saja menanggapiku.

“Jadi pulang kapan?” tanya Abu tiba-tiba. Aku melirik Bang Rafan untuk menjawab.

“1 jam lagi, Abu,” jawab Bang Rafan.

“Udah siap-siap belum?” kini Ummah yang bertanya seraya menatapku.

“Udah kok, Ummah,” lirihku tak bersemangat. Pasalnya aku belum siap meninggalkan mereka, tapi aku juga sangat rindu Abi dan Umi di Indonesia.

“Loh, kok mukanya di tekuk?” tanya Tante Zahra.

“Adek sedih harus ninggalin kalian di sini,” lirihku.

“Kenapa harus sedih, Adekkan masih bisa ke sini kapan aja,” usul Abu.

“Iya, tapikan,”

“Nanti kalau Ade rindu, Abang janji temenin Adek kesini,” ucap Bang Rafan seraya mengacungkan kelingkingnya.

“Janji, ya,” ucapku seraya menyatukan kelingkingku dan kelingking Bang Rafan.

“Nanti kita juga main ke sana, kalau lagi libur. Iya kan Abu, Ummah, Abang?” tanya Tante Zahra menatap Abu, Ummah, Om Ali dan Om Yusuf bergantian. Mereka hanya mengangguk setuju.

“Awas aja kalau bohong,” ancamku.

“Iya, tenang aja. Kami bukan tipe orang pembohong kok,” ucap Om Ali diiringi kekehan. Kami pun ikut terkekeh mendengar penuturannya.

 "Oh iya, Bang. Makasih udah memperkejakan maid di sini. Padahal mah enggak perlu repot-repot, Ummah juga bisa kok sendiri," tutur Ummah.

"Enggak papa kok, Ummah.  Enggak ngerepotin juga. Abang malah seneng ada yang bantu Ummmah di sini, jawab bang Rafan.

"Sekali lagi terimakasih," ucap Ummah yang di balas anggukan oleh bang Rafan.

“Ya udah, sana. Bawa barang-barangnya kesini. Biar enggak ribet nanti kalau mau pergi,” suruh Abu. Bang Rafan mengangguk dan pergi ke lantai atas untuk mengambil barang-barangku dan barang-barangnya. Aku hanya duduk menunggu bersama Abu, Ummah, Om Ali, Om Yusuf dan Tante Zahra di ruang keluarga.

“Abang langsung masukan ke  mobil aja,” izin Bang Rafan. Lalu kembali duduk di antara kami lagi setelah selesai memasukkan barang-barang kami ke mobil.

“Udah pukul 17.00 kayanya kita harus berangkat sekarang deh, Abu, Ummah,” ucap Bang Rafan setelah melihat arloji di tangannya.

“Ya udah, hati-hati di jalan,” ucap Abu.

“Jaga diri baik-baik ya, sayang,” ucap Ummah sembari memelukku. 

“Ummah juga jaga diri. Kalau ada apa-apa kasi tahu Ana,” ucapku sembari memeluk erat Ummah. 

Aku peluk mereka satu persatu. Pelukan berakhir hingga Tante Zahra yang berada di paling ujung. Di ikuti oleh Bang Rafan di belakangku.

“Kita pergi ya,” ucap Bang Rafan sembari menggandeng tanganku.

“Assalamualaikum,” ucapku seraya melambaikan tangan ke arah mereka. Tak terasa air yang berada di pelupuk mataku, kini jatuh dengan derasnya, setelah aku menahannya begitu lama.

“Waalaikumsalam,” ucap mereka serentak seraya membalas lambaian tanganku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
waah aku suka banget sama cerita romance yang kayak gini ... ngga sabar buat baca semua ceritanya~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status