Share

Sari Pulang Ke Jakarta

Suasana sunyi masih menyelimuti perjalanan Jojo dan Sari. Lelaki itu tidak tahu, bagaimana cara menjelaskan ke Sari tentang kartu identitasnya. Apa yang dipikirkan Erika? Mengapa ia sengaja menitipkan kartu Jojo ke resepsionis. Padahal bisa saja ia berikan nanti saat bertemu.

Bukankah mereka berdua harus bertemu dan menjadikan kartu itu sebagai alasan? Apa Erika sengaja ingin membuka perselingkuhan mereka di depan Sari? Jika iya, lelaki yang dicintainya sudah pasti tidak akan kembali lagi, justru benar-benar menjauh. 

Suara klakson mobil dari belakang mengagetkan Jojo. Matanya melirik ke arah rambu lalu lintas yang sudah berubah hijau. Sementara Sari hanya bisa berpikir positif bahwa suaminya sedang memiliki masalah di pekerjaan sedangkan tentang kartu itu, ia tak bisa menerka-nerka. Khawatir terjadi pemikiran buruk yang memperkeruh hubungan mereka. 

Meski bibir tipis Sari ingin sekali bertanya. Namun, ia tahan. Entah, ia merasakan aura suaminya sangat tidak baik sejak sarapan tadi. Maka Sari putuskan untuk diam dan menanti Jojo yang bercerita. 

"Mas, apa kamu sudah makan?" Jojo menoleh ke arah istrinya sambil menggeleng. Bibirnya terasa malas menjawab. "Gimana kalau kita berhenti dulu, cari makan?"

"Nggak bisa. Nanti kemalaman. Aku ingin segera selesai dan istirahat." 

Kali ini Jojo tidak menoleh ke arah Sari sedikitpun dan terus melajukan mobilnya. Padahal istrinya sangat lapar karena sekarang sudah siang. Mengingat tadi pagi mereka hanya sarapan sedikit. Namun, wanita itu hanya bisa menahan serta menuruti kemauan Jojo. 

Mungkin karena mereka sedang menempuh perjalanan jauh dan melewati hutan, wajar saja jika Jojo menginginkan tiba segera. Sebelum mentari pulang dan jalanan menjadi gelap. 

Waktu sudah menjelang sore. Jojo menghentikan mobilnya di sebuah mal yang tidak jauh dari rumah dinas mereka. 

"Kita cari perlengkapan seperlunya saja dulu. Seperti kasur karena untuk tidur," ucap Jojo sebelum turun dari mobil. Istrinya hanya mengangguk menuruti dan mereka pun beranjak. 

Hampir satu jam mereka berputar di sebuah toko dan memilih beberapa kebutuhan. Sari mulai terlihat pucat, ia tidak bisa menahan lapar karena tidak terbiasa terlambat makan. Meski sedikit, Sari selalu mengisi perut tepat waktu. 

"Mas, kayaknya sudah cukup. Sementara ini dulu," bisiknya. 

"Oke. Kita ke kasir."

"Setelah ini, bisa kita makan? Aku lapar."

"Haduh… kamu ini, tidak bisa menahan hingga malam? Sebentar lagi juga waktunya makan malam, kok. Lagi pula badanmu sekarang sudah mulai gemuk, ada baiknya kamu diet. Kita harus segera sampai. Aku lelah."

Sari memegang perutnya. Apa benar yang dikatakan Jojo? Ia terlihat gemuk? Sesekali tangannya pun mencubit pipi, merasakan kebenaran yang diucapkan lelaki berkulit putih itu. 

Selesai dari kasir, gegas Jojo berjalan cepat menuju mobil. Namun, saat dalam perjalanan ke parkiran Sari tak kuasa menahan perutnya yang keroncongan mencium aroma roti dari toko yang baru saja mereka lewati. Ia menelan saliva berulang dan pandangannya menatap ke toko itu. 

Tanpa izin kepada lelaki yang berjalan di sebelahnya, ia langsung berbelok, masuk ke toko roti dan mengambil beberapa roti. Lalu masuk dalam antrian kasir. Jojo menggeleng kesal melihat tingkah Sari yang kekanakan. Mau marah tetapi ia tahan karena berada di tempat umum. 

Kepalanya menggeleng sambil membuang kasar napas panjang. Lalu menghampiri wanitanya. 

"Sudah aku bilang, bersabar hingga makan malam. Kita harus segera pulang. Ayolah, kamu jangan seperti anak kecil," ucap Jojo sedikit ditekan. Tatapan matanya memaku mata Sari sesaat. Membuat wanita yang baru beberapa bulan menjadi istrinya merasa takut. 

Namun, apa boleh buat. Sari terlanjur masuk dalam antrian dan perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi. Dari pada ia pingsan dan menyusahkan Jojo, ada baiknya memaksa diri untuk mengisi perut meski sedikit. 

"Tapi, Mas, sebentar aja. Ini udah mau selesai di depan aku," bujuk Sari. Matanya mengiba. Memohon pada Jojo agar memaklumi. 

"Terserah. Aku tunggu di mobil."

Jojo melenggang penuh amarah. Kekesalan terhadap Erika membuatnya ingin melampiaskan terhadap Sari. Haruskah ia lakukan? Rasa benci setiap kali melihat Sari pun mulai bermunculan. Entah mengapa, di matanya, Sari terlihat sangat gemuk bahkan sudah mulai membangkang. 

Sesampainya Jojo di mobil, ia mencoba menghubungi Erika. Tidak ada jawaban. Gadis itu yang tengah tertidur lelap tidak menyadari panggilan telepon dari Jojo. 

Jojo memukul stir mobilnya lagi, kesal. Tiba-tiba Sari dengan tergopoh-gopoh masuk ke dalam mobil. Mengejutkan. 

"Makan roti dulu, Mas?" Sari mengulurkan tangannya dan memberi Roti. 

Namun, Jojo justru membuang roti pemberian istrinya keluar mobil dan segera meninggalkan parkiran mal dengan wajah kesal. Iya melajukan kendaraan ugal-ugalan. Bahkan Sari yang belum sempat mengenakan sabuk pengaman hingga terbentur. 

Jojo tak peduli. Ia hanya melirik sedikit ke arah istrinya yang meringis. Sementara Sari tercengang, jantungnya berdegup kencang--takut. Apa yang terjadi dengan Jojo? Apa salah yang dilakukan Sari dengan menawarkan roti? Ia hanya berniat berbagi dengan suaminya. Jika tidak ingin, Jojo bisa bilang baik-baik.

Apa karena terlalu lama menanti Sari membeli roti? Sebegitunya? Mengapa bisa berubah drastis? Bukan seperti Jojo yang  dikenal Sari. Semua tanya membuncah dalam hati, tak satupun terucap. Wanita itu hanya mampu memendam. Bahkan mengurungkan niat menyantap roti yang ada di tangan dengan mata yang menahan tetesan kesedihan. 

***

Erika memeriksa gawai, terdapat panggilan telepon dan beberapa pesan dari Jojo masuk. Bibirnya tersenyum, menyadari lelaki itu tanpa susuk telah mengharapkan ia kembali. Namun, Erika tidak mau lengah. Ia mulai mengatur rencana untuk mendapatkan uang Jojo dan tetap berencana memasang susuk untuk berjaga jika nanti lelaki yang ia cinta kembali kepelukkan istrinya. 

[Tolong balas pesanku jika kamu sudah membacanya.]

[Iya, kenapa lagi?]

Satu jam berakhir tanpa ada balasan lagi dari Jojo. Gawai Jojo masih di dalam tas sementara ia bersama Sari sejak tiba di rumah dinas sibuk merapikan rumah. 

"Tolong pesan makan malam," titah Jojo. Sari segera menuruti, mencari gawai dan mulai memesan makanan online. 

Sari melihat Jojo sudah lebih baik, ia yang sudah benar-benar lapar segera mengambil dan memakan roti yang tadi dibelinya. 

Sementara Jojo beristirahat di kamar dan membuka gawai. Sudah terdapat pesan Erika. Ia merasa lega mendapat jawaban. Artinya wanita selingkuhan itu masih memberi harapan. 

[Sabtu sore, kita harus bertemu. Tolonglah, jangan bersikap kekanakan. Semua masih bisa dibicarakan.]

[Baiklah.]

Erika mengalah bukan untuk kalah tetapi karena rencananya. Ia mengingat perkataan Emak untuk menurunkan ego dan bersikap lebih lembut agar efek pelet pun berjalan lancar, sesuai yang diharapkan. 

Jojo membuang napas lega, ia memejamkan mata dan bersandar pada bantal yang menempel ke dinding ranjang. Sementara bibirnya mulai tersenyum, ia yakin akan menaklukkan hati Erika lagi dan membuat gadis itu setuju dengan keputusannya. 

Sari yang sudah selesai makan roti dan memesan makanan online, masuk ke kamar. Mendapati Jojo yang terpejam tapi bibirnya tersenyum. 

"Apa masalahnya sudah selesai?" tanya Sari dalam hati. Ia mendekati tubuh lelaki itu, duduk di sebelahnya. Memberikan pijatan di tangan Jojo dan membuat pemilik tangan itu menatapnya. 

"Kamu lagi capek banget hari ini, Mas?" Jojo hanya tersenyum menanggapi tanya. "Aku pijat, ya?"

"Iya," jawab Jojo. Sari pun segera memijat Jojo. Berharap suaminya akan merasa lebih baik dan bersikap manis lagi seperti sebelumnya. 

***

Seharian Sari sibuk membereskan rumah baru. Hingga ia lupa membersihkan diri untuk menyambut suaminya pulang. Jojo yang baru saja tiba di rumah menggeleng melihat Sari yang tampak kucel. 

"Kamu seharian ngapain aja?" tanya Jojo. 

"Aku ngerapihin rumah, Mas."

"Kalau suami pulang tuh, dandan yang rapi, cantik. Agar aku tidak bosan melihatmu. Kalau pulang melihat istri berpenampilan begini, aku bisa mampir ke rumah wanita lain."

"Kok, kamu bicara begitu?" Jojo tergelak menyaksikan wajah istrinya yang kesal. Ia segera menggendong Sari dan membawanya ke toilet--mengajaknya mandi bersama. 

Efek pelet yang memudar membuat Jojo merasa sangat sayang terhadap istrinya. Ia mulai bersikap manis lagi terhadap Sari. Hingga meninggalkan jejak kasih sayang di tubuh wanita itu. 

"Ndok, maafkan aku," bisik Jojo. Mata Sari terpaku menatap lelaki di belakangnya melalui cermin yang kini tengah memeluknya erat dan saling pandang melalui benda pemantul itu. 

"Iya, aku sudah maafkan. Tapi, aku masih kaget dengan sikap kamu kemarin."

"Iya, tuntutan pekerjaan membuat aku tidak bisa mengontrol emosi. Kau harus paham ya, dan tetap bersikap tenang seperti kemarin. Terima kasih telah menjadi istri yang sabar."

"Tapi, apa sekarang masalahmu sudah selesai?" Jojo mengangguk dan meninggalkan kecupan pada leher Sari. "Oh, ya, Mas. Menurutmu kalau aku bekerja gimana?" tanya Sari. Ia membalikkan badannya dan melingkarkan tangan pada pinggang Jojo. 

"Hmmm… boleh. Toh, kita belum memiliki bayi. Sambil mengisi waktu kosongmu, silakan. Nanti aku bantu cari info lowongan kerja." Sari tersenyum lega mendengar jawaban Jojo. 

"Aku akhir pekan apa boleh kembali ke Jakarta dulu dan membereskan barang-barangku? Karena Mama tidak tahu berkas-berkas untuk lamaran kerja."

Jojo meninggikan alisnya. Bukankah kepergian Sari ke Jakarta hal yang bagus? Tentu Jojo mengangguk dan menyetujui izin istrinya. Ia dengan leluasa bisa bertemu Erika dan memadu kasih lagi. Pasti selingkuhannya pun akan merasa senang mendengar berita ini. 

"Oke. Berapa lama kau akan di Jakarta."

"Tiga hari mungkin?"

"Apa tidak capek kalau tiga hari? Seminggu juga tidak masalah, kok, Ndok. Kau tidak perlu terburu-buru kembali agar tidak ada yang terlupakan."

"Beneran?" jawab Sari bahagia. Ia segera memeluk tubuh suaminya. "Terima kasih, Sayang."

Sementara Jojo tersenyum lebar. Bukan hanya karena memberi izin istrinya. 

Bersambung….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status